"Oom dokter, selamat siang ...." Gadis kecil cantik telah tiba di antara mereka.
Damar tersenyum kecut menyadari waktu yang ingin ia habiskan dengan Widuri tersita.
***
"Hai, Mika," balas Damar tersenyum.
Tak lama Panji datang, kali ini ini dia terlihat lebih fresh dari kemarin. Damar tersenyum menyambut uluran tangannya.
"Aku dengar nanti sore, dia boleh pulang?" tanyanya pada Damar. Lelaki itu mengangguk tersenyum.
"Sepertinya dia tidak bisa dibiarkan sendiri, sebab jika ia abai dengan apa yang ia makan, seperti pedas, kecut dan jarang makan maka bisa dipastikan penyakitnya akan datang lagi," jelasnya panjang lebar, sesekali matanya melirik Widuri. Panji menangkap mata Damar yang sesekali mencuri pandang itu.
"Eum, iya, aku rasa memang begitu. Jadi aku sudah putuskan supaya dia pulang ke rumah. Bukan begitu, Widuri?" Tatapan Panji mengarah ke manik gadis itu. Merasa ditatap intens ia mengangguk gugup. Papa Mika itu tersenyum puas.
"Oke, aku balik dulu. Widuri sampai ketemu nanti sore."
Damar pergi setelah berpamitan dengan Panji.
"Yeay, berarti nanti malam Aunty tidur di rumah ya, Pa?" Mika bersorak. Panji mengangguk tersenyum. Tak lama Mbok Asih datang, ia sibuk mengemas baju dan barang yang akan dibawa pulang.
"Kamu nggak makan buahnya?" tanya Panji saat melihat potongan pepaya merah yang masih utuh. Widuri menggeleng pelan, ia tak berani menatap mata tajam itu.
"Habiskan, gimana mau cepat sembuh kalau malas makan?" perintahnya dingin.
"Lah mbok ya, njenengan suapin, Mas Panji," goda Mbok Asih yang masih sibuk mengemas. Panji melihat Mika yang asik menonton kartun di televisi.
Ia mengambil piring kecil berisi potongan buah itu, kemudian mencoba menyuapi Widuri dengan garpu.
"Makanlah, aku nggak mau kamu sakit lagi!" Sejenak mata mereka saling tatap. Isyarat dagu dari Panji membuat gadis itu membuka mulutnya.
Mbok Asih mencolek bahu Mikayla, dengan mata bahagia ia mengarahkan gadis kecil itu agar melihat pemandangan antara Papanya dan Widuri.
Wajah Mika berbinar bahagia, ia ingin memekik namun cepat Mbok Asih memberi isyarat untuk diam.
Akhirnya potongan buah di piring kecil itu habis.
"Sore ini Pak Mul aku suruh mengambil semua barang di tempat kostmu."
"Tapi ...."
"Aku nggak peduli jika kamu menolak sekali pun! Kamu harus tinggal dan kembali ke rumah itu," sela Panji masih dengan ekspresi dingin.
Widuri tak lagi membantah. Ia hanya mengangguk menanggapi.
Sore menjelang, Widuri sudah siap meninggalkan rumah sakit. Panji telah menunggu di mobil, semua urusan administrasi telah ia rampungkan.
"Widuri, jaga kesehatan ya." Damar menghampirinya.
"Makasih, Damar."
Lelaki itu mengangguk.
"Widuri."
"Iya?"
Cepat Damar meraih tangan Widuri, matanya menatap tanpa jeda pada gadis di hadapannya.
"Aku, ah mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi aku rasa kamu harus tahu ini." Damar menarik napas dan membuang cepat.
Widuri mengernyit kening mencoba mencari jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Kedua- Selengkapnya Di KBM App
General FictionBisa follow dulu sebelum baca kan? Gt lebih nyaman, hehe Kekecewaan kadang membuat perasaan seseorang membatu. Dalam kondisi kosong, perlahan datang cinta menyapa, namun rasa angkuh selalu meraja. Hingga ketika cinta itu berkuasa, masihkah ada kesem...