Part 18

4.6K 861 119
                                    

Eitss, vote mana vote, kesel juga ane, baca doang kagak ng vote. Nulis itu mikir pemirsahh 😁🙊
Siap siap senyum sendiri? Jangan, kita bareng aja senyummya yes😁, atau ada yang bakal kesel di part ini? Hayuk lah

"Eum, Widuri," panggil Panji menghentikan langkahnya.

"Iya?"

"Ada yang ingin aku bicarakan nanti setelah Mika tidur. Kamu nggak keberatan kan?" tanyanya ragu.

Widuri menggeleng tersenyum.

"Nggak, Mas," jawabnya.

"Oke, aku tunggu."

***

Malam beranjak, Panji melirik arloji yang melingkar di pergelangannya. Mata itu menatap ke pintu kamar Mikayla. Tak ada tanda-tanda pintu akan terbuka.

Ia beranjak dari sofa melangkah menuju kamar tempat Mika dan Widuri. Ada sedikit celah di pintu yang memang tak terkunci.

Wajah tampannya mengulum senyum melihat Widuri ikut terlelap bersama Mika.

Perlahan ia menutup rapat pintu, kemudian melangkah menjauh. Lelaki itu mengeluarkan kotak mungil dari kantong celana. Sejenak ia membukanya kemudian meletakkan begitu saja di meja.

Pagi menjelang, tapi tak tampak Widuri keluar dari kamar.

"Papa! Bangun, Pa!" Mika mengguncang Panji yang kembali terlelap setelah subuh. Malas ia membuka mata, samar wajah imut Mika menatap dengan resah.

"Hai, ada apa, Mika? Kenapa wajahnya takut gitu?" Panji bangkit mengusap pipi putrinya.

"Aunty, badannya panas, sepertinya aunty demam kaya Mika waktu itu."

Mendengar cerita gadis kecilnya, cepat Panji bangkit. Ia bergegas melangkah ke kamar Widuri diikuti Mika.

Gadis itu meringkuk di balik selimut, matanya terpejam. Ragu ia hendak menyentuh keningnya.

"Papa, kita antar Aunty ke dokter yuk, badan Aunty panas!"

Panji mengangguk.

"Panggil Mbok Asih, Mika."

Sambil mengangguk ia berlari keluar kamar.

Panji menatap lekat perempuan di depannya. Tak lama datang Mbok Asih dengan tergopoh-gopoh.

"Mbok, kita ke dokter sekarang, tolong bantu dia," perintah Panji meninggalkan kamar.

Setelah siap, Mbak Asih menuntun Widuri menuju mobil.

"saya nggak apa-apa, Mas. Seharusnya nggak perlu repot," ucapnya setelah berada di dalam mobil.

"Aku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa."

Mobil meluncur menuju rumah sakit terdekat.

Sepanjang perjalanan, mereka saling diam. Mika tidak ikut, gadis kecil itu memilih pergi ke sekolah, dengan catatan supaya Widuri mau ke dokter dan pulang ke rumah itu lagi.

Mereka sampai di parkiran rumah sakit. Panji membuka pintu untuk gadis itu.

"Terima kasih," gumamnya seraya keluar.

Berdua berjalan menyusuri lorong rumah sakit, mereka sampai di poli umum.

"Kamu tunggu di sini. Aku mau daftar."

Widuri duduk di ruang tunggu, ia merapatkan sweater ke tubuhnya. Sebenarnya ia memang merasa kurang sehat akhir-akhir ini. Selera makan berkurang, dan seringkali merasa demam, tapi dia mengabaikan semua itu.

Perempuan Kedua- Selengkapnya Di KBM AppTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang