•4

628 214 11
                                    

Ai bertemu dengan Takuya saat keluarga ayahnya membuang dirinya. Musim dingin tiga tahun lalu, tepatnya saat Ai berumur tiga belas. Ai hampir melompat dari jembatan, namun Takuya datang dan mengulurkan tangan. Hari itu, Ai baru menangis setelah kehilangan ayahnya.

Takuya tak pernah bertanya, ia selalu mengulurkan tangannya dan membantu Ai. Mungkin saat itu Takuya hanya kasihan dan memang Ai terlihat menyedihkan. Takuya membantu Ai untuk menuntut haknya atas harta keluarganya dan juga mencarikan tempat tinggal. Mulai saat itu tanpa sadar Ai bergantung pada Takuya.

Perlahan, seiring berjalannya kebersamaan mereka, perasaan Ai mulai berubah. Ia menyatakan perasaannya pada 14 Februari tahun lalu. Bagi Ai dan keegoisannya, cukup ia bersama dengan Takuya meski hanya sebentar. Ai tahu jika Takuya dan Miwaki berpacaran. Ia tahu dengan baik karena Miwaki ada di sana ketika Takuya menolongnya. Miwaki ada ketika Takuya tak bisa membantunya. Hanya saja, keegoisan Ai untuk memiliki Takuya menyingkirkan perasaan bersalahnya pada Miwaki.

"Hari ini aku makan siang bersama Arata." Kata Ai sambil memeluk tubuh Takuya. Lelaki itu tengah sibuk dengan laptopnya dan keduanya baru selesai makan malam. "Aku mengatakan soal hubungan kita."

Takuya mengangguk kemudian mengusap kepala Ai lembut. "Arata mungkin terlihat keras, namun ia pasti paham. Kau berpikir untuk berteman dengannya?"

"Aku mencoba." Balas Ai dan ia menyandarkan kepalanya di bahu Takuya.

Lelaki itu menutup laptopnya dan melepas kacamatanya. Tubuhnya menghadap Ai dan memeluk gadis itu lembut. Tangannya mengusap kepala dan punggung Ai bergantian. "Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja."

Ai menyandarkan kepalanya di bahu Takuya. "Kalau Takuya ada bersamaku selamanya, aku akan baik-baik saja."

Usapan tangan Takuya berhenti untuk beberapa detik, namun Ai paham. Ia begitu mengerti Takuya. Gadis itu melepaskan pelukannya dan berdiri. "Kalau sudah selesai Takuya bisa pulang. Aku lelah."

Takuya tak mengejar Ai. Ia malah mengusap wajahnya, lelah. Tanpa ia sadari Ai menjadi begitu penting. Takuya selalu menganggap Ai sebagai adiknya, meski semua berubah saat pernyataan cintanya. Takuya kira jika ia menjelaskan soal keadaannya dengan Miwaki, Ai akan menyerah. Namun gadis itu tak pernah berhenti dan Takuya luluh. Ai begitu lembut dan manis.

Begitu berbeda dengan Miwaki. Hingga terkadang ia melihat Ai dalam diri Miwaki. Takuya sudah jatuh begitu dalam dan tak ingin melepaskan. Di sisi lain, ia juga tak bisa melepaskan Miwaki. Lelaki itu menghela napasnya, tubuhnya tersandar pada sofa. Ia mulai merapikan barang-barangnya kemudian berdiri di depan pintu kamar Ai. Tangannya mengetuk sebanyak tiga kali, "Ai, aku pulang. Hati-hati."

Tak ada jawaban. Takuya masih berdiri untuk beberapa saat hingga akhirnya berbalik dan Ai dapat mendengar suara pintu tertutup. Dari jendela kamarnya, ia dapat melihat Takuya berdiri di samping mobilnya. Tatapan mereka bertemu, namun Ai langsung menutup tirai jendelanya. Suara mesin mobil terdengar dan Ai tak menyadari bahwa air matanya mengalir.

Sesak. Dadanya terasa sesak. Sejak awal, Ai tahu bahwa keduanya tak akan berakhir dengan bahagia. Bahkan tak akan pernah bisa berjalan di altar bersama, namun Ai tak bisa jika tidak bersama Takuya. Kalau saja Ai berumur 20 atau seumuran dengan Takuya pasti ia memiliki kesempatan lebih besar.

Ai bohong pada Arata. Tak ada yang bisa menyakitinya di sekolah karena satu-satunya yang bisa melukai Ai adalah Takuya.

❇❇❇

this getting to much drama
-amel

i wish you were mineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang