Hannah membisu selama lima menit di depan pintu rumah bergaya Eropa kuno. Ada keraguan terbesit dalam hati. Pandangan matanya tak henti-henti mengedar ke seluruh bangunan dua lantai itu. Arsitekturnya tua, kaca jendela-jendela kusam, tembok sebagian mengelupas, pilar-pilar retak. Ya, tinggal menunggu waktu saja tempat ini runtuh.
Ransel besar yang ia bawa lantas terjatuh di atas rumput halaman. Ia melongo tak percaya, lalu bergumam, "Bercanda, kan? Ini rumah barunya om?"
Ia tak pernah menyangka sang paman bisa betah menempati rumah kuno di tepi jalan sepi ini. Lokasinya juga jauh dari pemukiman, tak ada tetangga sejauh beberapa kilometer. Satu-satunya keramaian di sini adalah Hutan Woods, tempat biasa dipakai murid dari kota untuk berkemah.
Dan ... seharusnya Hannah juga sedang mengikuti kegiatan itu. Namun, dia memutuskan menginap ke rumah ini. Gadis berambut panjang yang selalu dikuncir ekor kuda ini menampakkan wajah kecewa. Tadinya dia berpikir lolos dari tenda kemah bisa tidur di tempat layak. Nyatanya, rumah yang dia tuju sudah jelas sarang hantu.
Tiba-tiba ada sekelebat bayangan hitam mengintip dari balik jendela lantai dua. Walaupun hanya sedetik, tapi Hannah yakin ada yang menggerakkan kelambu ruangan itu.
Bunyi derit pintu terdengar.
Seorang pria menjelang kepala empat membuka pintu utama. Tubuhnya yang tinggi, kurus nan kering nyaris seperti kaktus itu terbalut piama tidur. Kulit di wajah yang ia miliki begitu kusut, sekusut jalan pikirannya sekarang. Akibat jadwal tidur yang berantakan, kantung matanya bertambah tebal. Dia bagaikan orang yang sudah tertimbun hutang sehingga hidup tanpa semangat, tapi mati juga tidak mau.
"Han?" panggilnya lemas.
Hannah mengalihkan perhatian ke pria itu. Senyuman senang menghiasi wajah letihnya itu. "Masih hidup, Om Edwin?"
"Masuk sini cepat, Om banyak kerjaan," sahut pamannya itu seraya minggir, membiarkan sang keponakan masuk. "Lagian kamu ini kemah, kenapa malah tidur di rumah om?"
"Daripada digigit nyamuk di hutan enggak jelas, mending tidur di sini, Om." Hannah mengamati ruang tamu rumah kuno ini. Untuk pertama kalinya dia melihat dekorasi yang semacam ini.
Langit-langitnya tinggi terhias lampu gantung yang bergoyang, sebagian besar tembok juga mengalami keretakan akibat hancur seperti bekas dipukul atau semacamnya. Mencurigakan.
Tak hanya itu, perabotannya terlalu kuno, dari mulai lemari kayu yang dipenuhi cangkir putih, hingga sofa lama yang baunya mirip obat-obatan.
Di atas meja kayu bundar depan sofa, terdapat tumpukan koran lama serta majalah-majalah tentang misteri.
Semuanya punya headline pemberitaan yang sama yaitu:
"Seorang Ilmuwan Meninggal Dunia Karena Bunuh Diri"
Mengerikannya, potret yang terpampang di sana adalah rumah ini.
Darah Hannah langsung berdesir cepat. Ia merasa ingin berbalik badan dan kembali ke kemahan saja. Akan tetapi di hutan juga sama buruknya.
Lebih buruk mana berkemah di hutan tanpa teman, atau bermalam di rumah paman di mana bekas tempat ilmuan bunuh diri?
Hannah sekarang paham. Pantas saja rumah ini memiliki aura buruk. Lalu sosok di balik jendela atas tadi siapa? Apakah hantu ilmuan itu?
Ia tersenyum pada pemikirannya sendiri. Mana ada hantu, takut memang boleh, tapi hantu itu takkan pernah menyakiti orang.
"Ada apa? Diam mulu, tumben? Biasanya kamu ini bicara nonstop seperti burung parkit," sindir pamannya sembari melipat tangan, lalu memicingkan mata pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NICHOLAStein ✔
RomantizmHannah yang menginap di rumah kuno milik pamannya bertemu dengan seorang laki-laki misterius, tetapi satu per satu rahasia milik laki-laki itu mulai terungkap hingga membuat Hannah dan keluarganya dalam bahaya besar. *** Hannah merasa dihantui oleh...
Wattpad Original
Ada 10 bab gratis lagi