Keesokan harinya.
Selama beberapa detik, Hannah bangun dari ranjang sembari memegangi tengkuknya yang sakit.
Berkat aroma darah amis pada piamanya di beberapa bagian, dia mual-mual tidak karuan.
"Kenapa aku di sini?" kejutnya tersadar akan situasi semalam. "Apa yang terjadi?"
Ia memeriksa seisi kamar, memang benar, ada beberapa bercak darah, bahkan ada sisa daging ekor tikus masih segar di samping almari.
Dia bertambah mual, rasanya isi perutnya sudah sampai tenggorokan. Dieluslah dada, lalu bernapas dengan tenang. "Apa-apaan ini? Gak mungkin."
Ia berlari turun ke lantai satu untuk mencari pamannya.
"Om Edwin!" panggilnya keras. "Om!"
"Dapur!" balas pria itu terdengar marah. "Jangan banyak bicara, kemari ... ayo, sini."
Hannah mendatanginya di dapur. Belum semenit bertemu, gadis ini mulai menggerutu, "Om bagaimana, sih, tadi malam ada maling. Dia meremas leherku di dapur ini! Om ini gimana, harusnya Om datang, dong! Kalau aku meninggal gimana?"
"Beban keluarga hilang." Om Edwin terdengar lirih sekali saat mengatakan itu, nyaris lenyap terbawa helaan napas dari hidungnya.
Hannah memicingkan mata, dia mendengar ejekan itu dan ingin sekali membalas ucapannya, tapi bagaimanapun posisinya di sini adalah keponakan. Dia tidak boleh terus menerus mengejek posisi paman yang lebih tinggi darinya.
Om Edwin mendehem, kemudian menambahkan, "Halah, maling apaan?" Dia beranjak duduk di kursi sambil memakan sarapannya. "Kamu teriak-teriak semalaman, waktu Om lihat, eh, tidur ... palingan mimpi kerasukan. Kebiasaan kamu ini, dasar manja."
"Om lihat ini bajuku ... ada bekas darahnya, ada yang menyentuhku! Ada yang membawaku ke kamar lagi!" Hannah jengkel sekaligus ngeri. "Telepon polisi gimana? Lagian Om ini, mau-maunya tinggal sendiri."
"Gak ada apa-apa di sini. Sudah Om periksa. Sudah, ya, pusing kepala om, gara-gara kamu teriak-teriak seperti orang gila. Bikin kaget saja," omel Om Edwin disertai hela napas panjang. Dia lantas menunjuk piring sarapan Hannah, "Duduk, makan, terus berangkat ke kemahanmu sana."
"Aku gak mau nginap di sini nanti malam. Masa iya ada cowok telanjang, terus tahu-tahu aku sudah di ranjang," gumam Hannah mengerutkan dahinya. Sekujur tubuh mulai bergidik, bertanya-tanya, siapa semalam itu? Makhluk apa? Maling? Orang mesum?
"Ya sudah, nginap aja sama ular di hutan, jangan lupa bawa garam."
"Buat apa garam, Om? Ngusir setan? Ular gak takut garam."
"Ya udahlah, terserah kamu."
"Om enggak percaya, ya? Padahal kapan, sih, aku bohong, Om. Beneran ada cowok telanjang."
"Lagian, ya, mana ada cowok ke mana-mana telanjang."
"Siapa tahu itu kedok maling, Om. Ada, kan, ceritanya, kalau telanjang, jadi gak kelihatan gitu, semacam jimat."
"Gak. Mimpi pasti. Makanya kalau tidur itu baca doa, jangan haluin cowok. Gini, nih, akibatnya, terbayang-bayang."
Hannah cemberut saat menghabiskan sarapannya. Dia tetap yakin kalau kemarin malam itu nyata. Apalagi tengkuknya juga sakit sekali.
Akan tetapi pertanyaannya, mengapa bisa ada orang asing di kamarnya? Kalau masuk dari luar sedikit mustahil karena Om Edwin mengunci ganda sekaligus menggembok seluruh pintu.
Bukankah artinya orang itu ada di rumah? Tapi, tidak mungkin, Om sudah di rumah selama sebulan, pikir Hannah.
Gadis ini keluar rumah dengan membawa ransel. Ia memandang sekilas seluruh jendela yang ada di rumah itu. Ada sedikit harapan bahwa ada orang ketiga di sini. Namun, memang tidak ada penampakan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
NICHOLAStein ✔
RomanceHannah yang menginap di rumah kuno milik pamannya bertemu dengan seorang laki-laki misterius, tetapi satu per satu rahasia milik laki-laki itu mulai terungkap hingga membuat Hannah dan keluarganya dalam bahaya besar. *** Hannah merasa dihantui oleh...
Wattpad Original
Ada 9 bab gratis lagi