Nikko duduk tenang di meja makan yang tepiannya sudah di hancurkan. Kedua tangannya telah terikat tali kencang.
Sementara itu, Hannah menyuapinya roti tawar. Mereka berdua hanya saling memandang seperti sebelumnya. Di saat mata Nikko dipenuhi kekaguman, mata Hannah dipenuhi rasa penasaran.
"Jadi, kamu ini semacam Tarzan?" tanya Hannah agak tersenyum karena sedang berniat bercanda. Dia benar-benar tidak tahu menyebut Nikko ini manusia jenis apa. "Frankenstein campur Tarzan, jadinya kamu?"
Lawan bicaranya itu mengangguk. Dia tidak mengenal Tarzan ataupun Frankenstein. Hanya saja, dia senang jika diajak bicara Hannah, alhasil dia mengucapkan namanya lagi, "Nikko."
"Tapi kami sudah memotong rambutmu, harusnya kamu kehilangan kekuatan, jadi apa rahasia kekuatanmu?" gurau Hannah tersenyum kecil.
Dia masih mengingat perlakuan Nikko padanya tadi. Tanpa disadari, dia memberikan senyuman tulus pertamanya pada laki-laki itu.
"Hannah?"
"Apa?"
"Hannah."
Hannah melihat ikatan tangan Nikko. "Maaf, ya, aku terpaksa mengikatmu, aku sendiri juga khawatir kamu cekik tahu." Ia tertawa lirih. "Tidak juga, sih, kamu kelihatannya bersahabat. Terus kenapa kemarin mencekik omku? Lalu memelukku? Apa maksudnya itu?"
"Hannah ... lembut, Nikko suka," sahut Nikko pelan.
"Aku gak paham lembut ini apanya," heran Hannah memalingkan wajah. Karena resah terus dipandangi, akhirnya ia memberikan lirikan tajam. "Seram, loh, Nikko ... jangan melihatku terus-menerus nanti aku baper."
"Hannah."
"Dia seperti robot saja," pikir Hannah tidak bisa menyembunyikan senyuman. "Yang penting berhenti memanggil namaku setiap menit."
"Mmm ...."
"Jangan manggil namaku terus."
"Hannah."
"Ya ampun."
"Hannah ... Nikko suka."
"Ah, ngomong-ngomong, terima kasih, aku gak marah melihatmu melemparkan orang seperti itu, ya, mereka memang pantas dilempar-lempar. Jahat, ya, aku ngomong gitu? Ya, maksudku, mereka juga orang jahat, hampir seluruh populasi di sekolahku itu kejam semua, tapi namanya juga SMA pasti kayak gini," ucap Hannah terdengar sendu. Dia mengatakan semua itu sambil merapikan rambut poni Nikko.
Nikko mendengarkan dengan seksama. Tidak paham, tidak peduli juga sepertinya. Dia hanya ingin berada di dekat Hannah layaknya anak ayam yang membutuhkan kehangatan induk.
Hannah melanjutkan, "Kamu tahu aku diapain oleh mereka, terutama Carissa sama Grace? Mereka memanfaatkanku saat aku gak punya teman, aku ini murid baru, kalau ada yang ngajak temenan, aku langsung mau, tapi ternyata mereka mengejekku di belakang."
Tidak ada reaksi dari Nikko. Sama sekali tidak peduli karena tidak tahu. Sorot matanya hanya terkunci untuk wajah Hannah saja.
"Mereka bilang aku ini cupu, terus nyebarin fotoku saat molor di bus, ya, aku balas, dong, aku sebarin itu fotonya waktu SMP yang masih item keling," cerocos Hannah tidak mau berhenti. Padahal dia tidak pernah terbuka pada siapa pun. Entah mengapa dia malah senang mencurahkan hati pada Nikko.
"Jahat?"
"Iya, itu maksudku orang jahat. Kalau ketemu orang kayak gitu, ludahin saja."
Nikko tersenyum sampai menunjukkan deretan giginya. Kalau semakin lama dilihat, dia ternyata memiliki porsi gigi taring yang lebih banyak. Mungkin sebagian orang sedikit ngeri melihatnya. Namun, bagi Hannah, itu seksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NICHOLAStein ✔
RomantikHannah yang menginap di rumah kuno milik pamannya bertemu dengan seorang laki-laki misterius, tetapi satu per satu rahasia milik laki-laki itu mulai terungkap hingga membuat Hannah dan keluarganya dalam bahaya besar. *** Hannah merasa dihantui oleh...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi