4 || IBNU MEMANG BEGITU

11.4K 434 1
                                    

Osis/Mpk 

Alfan, Dito, Fitri, Hanum,...


Fitri
Ges, abis sholat zuhur langsung ke ruang osis ya!

Nia
Oke.. Pit!

Nadin

Aku sama Ibnu lagi sakit nich, izin ya.

Riana
Huh? Beneran? Kok bisa?


Nadin

Kayak gak tau aja, aku sama Ibnu-kan sehati. Iya kan, Nu? @Ibnu

Nadin

HAHAHA

Fitri
Bodoamat, Din!_-

Riana
Bodoamat, Din!_-2

Nia
Mamam tuh Ibnu. Haha

...

Nadin menutup aplikasi whatsappnya ketika sudah memberi kabar pada teman-temanya. Nadin memang suka melakukan guyonan pada siapa saja, bahkan karena terlalu sering bercanda dan berlaku konyol menggoda Ibnu di hadapan teman-temanya dengan kata-kata, sampai-sampai tak ada yang percaya akan ucapan Nadin, teman-temannya menganggap Nadin hanya bercanda ketika mengatakan jikalau ia dan Ibnu serumah atau semacamnya.

Itu merupakan suatu keberuntungan juga untuk Nadin yang notabennya sangat-sangat mudah keceplosan dalam berkata-kata. Buktinya sampai detik ini tidak ada yang tahu mengenai pernikahannya dengan Ibnu, walaupun Nadin sudah berulang kali bahkan sudah tak terhitung lagi saking seringnya membongkar perihal tentang pernikahannya.

' Huh '

Setelah membuang napas dengan kasar Nadin memejamkan matanya, entah bagaimana ia harus mengekspresikan seluruh rasa yang tengah bergejolak dalam dada dan pikirannya ini.

" Kenapa? " suara khas, serta senderan kepala pada bahunya dan rengkuhan pada pinganggang itu sukses membuat Nadin membuka matanya.

Nadin mengarahkan pandangan pada sosok Ibnu yang mengisi tempat yang mulanya kosong di sisi sebelah kiri sofa ruang tv yang tengah ia tempati ini. Setelah kepergian ibu mertuanya 20 menit yang lalu, Nadin memang memilih bersantai di ruang tv, bukannya bersantai malah makin banyak hal yang mengerubungi pikirannya. Terlalu banyak hal yang seakan-akan seperti jalanan padat Ibu kota yang memenuhi otak kecilnya.

" Kenapa keluar? Udah sembuh? " bukannya menjawab pertanyaan Ibnu, Nadin malah balik bertanya.

" Belum " Ibnu melepaskan tangannya yang melingkar pada pinggang Nadin, merubah posisinya yang tadinya bersandar pada bahu kiri Nadin, kini malah menjadikan paha gadis itu sebagai bantalnya.

" Terus kenapa keluar? " Nadin memutar bola matanya jengah.

" Kamu gak balik-balik ke kamar! " Ibnu kembali melingkarkan tangan kanannya pada pinggang Nadin, sementara wajahnya ia sembunyikan menghadap perut Nadin.

Awalnya Nadin cukup risih akan perlakuan yang dilakukan oleh Ibnu. Tapi, seiring berjalannya waktu Nadin menjadi terbiasa akan perlakuan-perlakuan mengejutkan yang sering tiba-tiba Ibnu lakukan.

" Tadi aku-kan masak " Nadin memijat-mijat kepala Ibnu yang berada dipangkuannya dengan telaten.

" Istirahat di kamar lagi aja gih! "

" Gini aja dulu! " suara Ibnu hampir tak terdengar dengan jelas karena posisinya saat ini.

Nadin menghela napas dengan dalam lalu menghempaskannya dengan kasar lagi. Coba kalau tidak sakit, pasti akan sangat keras kepala sekali saat diperingati. Kalau sudah sakit seperti ini, kesabaran Nadin seakan-akan di uji.

" Lapar gak? " usapan di kepala Ibnu yang Nadin berikan hampir saja membuatnya terbawa ke alam bawah sadar kalau saja gadis itu tidak kembali bersuara memaksa Ibnu untuk menarik kembali kesadarannya.

" Dikit " Ibnu menjawab tanpa membuka mata ataupun merubah posisinya.

" Mau makan? "

" Enggak " setelah jawaban dari Ibnu barusan, tak ada lagi percakapan selama beberapa saat di antara mereka berdua, hanya terdengar suara-suara lakonan pemain sinetron di dalam tv yang menonton mereka, bukan mereka lagi yang menonton tv.

" Din! " Ibnu merubah posisinya menatap ke arah Nadin, sementara gadis itu hanya bergumam membalas panggilan dari Ibnu.

" Makasih " Nadin mengkerutkan dahinya, sehingga kedua bulu mata tebal milik Nadin saling menyatu menandakan kebingungannya.

Hal tersebut malah membuat Ibnu jadi salah tingkah sendiri. Lelaki yang masih menjadikan paha Nadin sebagai bantalan itu terus mencari cara untuk menutupi segala ke salah tingkahannya.

" Ya, maksud aku itu, makasi udah mau jagain selama aku sakit! " Nadin ber-oh ria menanggapi ucapan Ibnu barusan.

" Jangan begadang lagi, udah tau rentan sakit " kini malah Ibnu yang di buat memutar bola mata dengan malas oleh ucapan Nadin barusan.

" Iya, Iya! " setelah jawaban dari Ibnu, lagi-lagi mereka berada dalam keheningan yang membuat suasana kian canggung.

" Nu! " kini giliran Nadin yang kembali membuka suara memanggilkan nama Ibnu. Namun, seperti biasa tak ada tanggapan atau gumaman apapun dari Ibnu selain tatapan mata yang seakan-akan menyuarakan kata tanya 'apa?' itu.

" Tadi aku pake uang kamu 200 ribu. Tapi aku bakalan ganti secepatnya kok. Janji! " bukan Ibnu namanya kalau ia akan berekspresi ketika Nadin berucap.

Padahal, Nadin sudah berusaha berucap dengan sehati-hati mungkin agar tidak menimbulkan kemarahan dari Ibnu kembali. Nadin tak memperoleh jawaban atau tanggapan apapun atas ucapannya, selain Ibnu yang bangkit dari posisi awalnya yang menjadikan paha Nadin sebagai bantal lantas berdiri dari posisi tidurnya.

" Terserah " setelah akhirnya merasa takut ketika Ibnu tak memberikan tanggapan apa-apa.

Kini Nadin menjadi semakin takut setelah Ibnu bersuara lalu melangkah pergi meninggalkannya. Nadin berpikir, Ibnu pasti marah padanya. Nadin paham betul 200 ribu itu bukanlah nominal yang kecil.

Tapi, mau bagaimana lagi, Nadin sudah berusaha semaksimal mungkin mencari bahan-bahan kebutuhan yang murah, sampai-sampai ia rela harus ke pasar dari pada harus beli di supermarket yang terkadang harganya lebih mahal 2 kali lipat di bandingkan di pasar. Tapi mau bagaimana lagi, memang harga kebutuhan pokok itu yang sedang naik-naik daunnya.

Bahkan, Nadin juga lebih memilih untuk naik angkot di bandingkan harus naik taxi, lagi-lagi itu untuk mengurangi pengeluaran. Uang Ibnu yang 200 ribu itu murni Nadin gunakan untuk belanja kebutuhan dapur saja, sementara ongkos pulang pergi ke pasar itu pakai uang pribadi Nadin, bahkan pada dasarnya semua itu pakai uang Nadin! Uang 200 ribu milik Ibnu itu kan bakal di ganti juga sama Nadin, sebenarnya dimana lagi letak kesalahan Nadin sehingga banyak sekali kemarahan Ibnu yang atas Nadin pencetusnya.

Kalau saja uang bulanan milik Nadin cukup untuk membeli bahan-bahan pokok bulan ini, ia juga memilih tidak akan meminjam uang Ibnu, tapi segala tetek-bengek untuk ujian dan kenaikan kelas semester ini lumayan menguras uang bulanan dan uang simpanan milik Nadin.

Mau tak mau ia harus meminjam, dari pada meminjam pada orang lain, kenapa tidak meminjam pada Ibnu saja, mereka juga serumah jadi akan mudah untuk mengembalikannya, begitu pikiran kolot Nadin sesaat akan meminjam uang itu, bahkan ia tak memikirkan konsekuensinya!

Kalau sudah begini, mau tak mau Nadin harus secepat mungkin menemukan uang untuk melunasi hutang-hutangnya pada Ibnu, sebelum laki-laki itu kembali berkata-kata dengan mulut pedasnya yang akan berakhir lagi dan lagi menyakiti perasaan Nadin.

#Bersambung...
Padang, 6 Juli 2019.
Nurul Fazira.

@kinurr on Instagram.

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang