9 || NADIN HAMIL? (2)

9.1K 379 0
                                    

" Ibnu? Kamu ngapain di dapur jam segini? " saat sedang kebingungan mencari dimana keberadaan teh celup yang akan ia padukan dengan gula di dalam gelas Ibnu dikagetkan dengan suara khas yang sudah sangat ia hafal itu. Ibnu berbalik berhadapan dengan pemilik suara tadi.


" Itu Ma- "


" Loh, Ibnu? " Ibnu bahkan belum selesai nenjawab pertanyaan Mamanya ketika suara Oma Susan yang tengah menghampiri mereka juga ikut menginterupsi Ibnu.


" Kamu mau bantuin si Mbok masak, Nu? " Oma Susan kembali melontarkan guyonannya. Karena memang Ibnu tidak pernah menghampiri dapur, apa lagi dengan kondisi sepagi ini.

 
" Ibnu mau bikin teh " Ibnu memberikan jawaban untuk dua pertanyaan dari dua orang yang berbeda itu sekaligus dengan satu kalimat yang sama.

 
" Tapi gak tau dimana teh celupnya di simpan " Ibnu sedikit menggaruk tengkuk bagian belakangnya ketika mengatakan hal sedemikian rupa.

Mama dan Omanya malah terkekeh ketika mendengar keluhan Ibnu setelah memberikan jawaban untuk oertenyaan mereka. Oma Susan berjalan melewati Ibnu, membuka lemari penyimpanan yang tergantung di dapur itu.

 
" Ini namanya teh ya, Ibnu! " Oma Susan menyodorkan teh celup dengan kemasan berwarna biru itu pada Ibnu diikuti dengan kekehannya.

Sementara Ibnu ia hanya memberikan cengiran khas miliknya. Setelah mengambil satu teh dan memasukannya ke dalam gelas yang tadinya sudah berisi gula Ibnu pun kemudian menambahkan air panas dari dispenser.

Sementara wanita dari dua generasi tadi sudah asik dengan dunia mereka sendiri membantu pekerja rumah tangga yang kerap mereka panggil si Mbok untuk menyiapkan sarapan pagi tampaknya.

Setelah menambahkan air panas itu, Ibnu mengaduk-aduk gula, teh beserta air yang baru saja ia masukkan ke dalam gelas agar mereka menyatu. Setelah melihat perubahan warna pada air panas bening yang ia masukkan tadi serta gula yang sudah tidak berbentuk bongkahan lagi, Ibnu pun mengangkat tadah gelas kaca itu menuju kamarnya dan Nadin.

 
" Teh itu untuk siapa, Nu? " ketika langkah kaki Ibnu akan keluar dari dapur, suara oma Susan kembali memasuki gendang telinga milik Ibnu, membuat langkah kaki pemuda itu terhenti lalu kembali berbalik menghadap sang oma yang baru saja mengeluarkan suara.

 
" Buat Nadin, Oma "

 
" Nadin memangnya kenapa? " Oma Susan mengernyitkan dahinya, tentu saja ia merasa kebingungan walau baru sebentar mengenal Nadin, Oma Susan tahu bahwasannya gadis itu tidak akan mungkin semanja ini, apalagi hingga Ibnu mau bermurah hati mengikuti kemauan Nadin yang sesuka hati, pasti ada hal buruk yang sedang terjadi.


" Ibnu juga nggak tau. Tadi Nadin muntah-muntah dan sekarang kelihat lemas banget, makanya Ibnu bikinin teh hangat ini " Ibnu berucap dengan tenangnya seraya sedikit menyodorkan teh hangat yang ada dalan pegangan tangannya itu di akhir ucapannya sebagai bukti.

Sementara Oma Susan hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja sebagai respon atau tanggapan atas kalimat yang baru saja Ibnu lontarkan.

 
" Yaudah gih, sana " Oma Susan memutar badan Ibnu dengan perlahan hingga sedikit mendorong punggung tegap milik Ibnu itu sebagai tanda Ibnu harus segera pergi dari hadapannya.

 
Sementara Mayang, Mamanya Ibnu hanya mendengarkan saja obrolan singkat antara mertua dan anak laki-laki semata wayangnya itu.

 
Ibnu berjalan menaiki satu persatu anak tangga untuk kembali menuju ke kamar miliknya dan Nadin. Setelah memutar knop pintu itu, membukanya dengan perlahan Ibnu di kejutkan dengan tidak adanya Nadin diposisi saat Ibnu meninggalkannya tadi.

Ibnu kembali menutup pintu dan berjalan menuju tempat tidur besar itu. Berapa lama ia meninggalkan Nadin sendirian di dalam kamar ini?

 
' Huek '

 
Suara yang sama saat membangunkannya tadi kembali mengalihkan Ibnu. Ia melatakkan secangkir teh hangat yang ia bawa tadi di atas nakas sebelah tempat tidur itu dan segera menyusul ke sumber suara, dimana lagi kalau bukan di dalam kamar mandi.

Tak jauh berbeda dengan halnya saat Ibnu menemukan Nadin pertama kali saat bangun tidur tadi, bedanya kali ini Nadin tampak lebih mengenaskan. Nadin malah memilih melantai dan terduduk di depan closet di bandingkan harus berdiri memuntahkan segala gejolak yang ada di dalam perutnya di washtafel.

Ibnu kembali menghampiri Nadin dan menggosok tengkuk milik gadis itu untuk. Muka yang memerah, mata yang sembab, hidung yang juga sudah ikut memerah, Ibnu menatap iba ke arah gadis di hadapannya itu.

Selama hampir setengah tahun lebih bersama, ini adalah kali pertama Ibnu menyaksikan seorang Nadin jatuh sakit. Biasanya Nadin hanya demam biasa dan Ibnu juga tidak pernah ambil andil dalam merawatnya, alasannya karena Nadin memang selalu terlihat baik-baik saja dan selalu tidak pernah mengatakan dan memberi tahu Ibnu tentang itu.

Yang ada hanyalah Ibnu yang terlalu sering jatuh sakit dan selalu merengek dengan manja hingga berakhir dalam perawatan Nadin.

Ketika Nadin mencoba untuk berdiri setelah ia rasa telah memuntahkan segala yang ingin ia keluarkan. " Aku gendong aja!" lelaki itu tahu betul Nadin sudah tidak punya tenaga lagi untuk berdiri. Namun, memang dasar Nadin itu keras kepala ia malah menggeleng sebagai pertanda menolak ucapan Ibnu.

" Lagi sakit aja masih banyak tingkah! " dengan nahan kekesalan yang sudah mencapai ubun-ubun, Ibnu menarik pergelangan tangan Nadin agar dikalungkan pada lehernya.

Setelah itu Ibnu pun berdiri dengan kedua tangannya berada dipaha bagian belakang Nadin untuk menahan bobot tubuh gadis itu. Sementara Nadin memilih pasrah dengan mengeratkan oegangan tangannya dibelakang leher Ibnu dan melilitkan kakinya pada pinggang milik Ibnu, serta kepalanya yang ia sandarkan pada ceruk leher Ibnu, menghirup dalam aroma yang seakan-akan sudah menjadi candu bagi Nadin.

Lagi, Ibnu memberingkan Nadin di atas kasur pada posisi awal saat ia menurunkan Nadin dari gendongannya tadi. " Bisa duduk gak? " Ibnu kembali bersuara ketika Nadin terus memandang sendu padanya, sekan-akan gadis itu ingin bersuara.

Bahkan, Nadin hanya menanggapi dengan anggukan kecil atas ucapan Ibnu barusan. Ia berusaha duduk dengan tenaganya sendiri, namun Ibnu segera membantu gadis keras kepala itu. Nadin duduk lalu bersandar pada kepala ranjang. Ibnu menyodorkan teh panas yang sudah menjadi hangat itu pada Nadin.

" Kenapa gak manggil aku tadi?" setelah menyingkirkan anak rambut yang lumayan mengganggu itu kebelakang telinga Nadin.

Ibnu menatap dalam ke arah manik mata hitam legam yang sudah tampak sangat sayu itu. Nadin mengangkat sudut bibirnya yang sudah memucat itu menbentuk sebuah senyuman.

" Aku udah panggil" Nadin berucap dengan sangat lirih. Ibnu baru sadar, suara Nadin saat ini tidak akan dapat ia dengar ketika berada di dapur tadi, di tambah lagi dengan kemarnya yang kedap suara ini. 

Ini bukan kamar apartemennya yang tidak kedap suara, yang ketika Nadin memanggilkan dari dapur akan Ibnu dengan sampai kekamarnya. Ibnu tak lagi bersuara setelah jawaban yang Nadin berikan. Keduanya sama-sama terdiam untuk beberapa saat lamanya.

" Kamu hamil, Din? "
🌲🌲🌲
Padang, 4 September 2019.

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang