Tahun keempat

3.8K 914 104
                                    

Sering kali harapan tidak terwujud, usaha tidak selalu berakhir nyata, tapi masalahnya kerap kali muncul. Namun dari semua itu, aku selalu bersyukur setidaknya masih ada Tuhan yang telah menghadirkanmu untukku.

Azmir Ar Rafif Abdul Hamid

Sudah 6 bulan setelah Zee akhirnya dinyatakan lulus dari kampus dengan IPK yang cukup memuaskan. Walau bukanlah menjadi yang terbaik, tapi aku tahu Zee telah berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi mahasiswa yang terbaik menurut versinya, tentu saja. Kenapa aku bisa berkata demikian, bayangkan saja mengerjakan skripsi dengan penuh drama, rasanya sangat cukup membuatku lelah.

Zee yang pada awalnya tidak mau aku bantu, akhirnya memohon bantuan kepadaku untuk mengerjakan skripsinya. Tapi masalahnya, saat aku membantunya pun, dia masih tidak bisa berhenti bicara. Ada saja batasan-batasan yang dia katakan ketika beberapa hal aku lakukan untuk memperlancar skripsinya. Sampai akhirnya aku berpikir, sebenarnya dia ingin aku bantu atau tidak?

Karena jujur saja aku paling benci dengan tipe orang yang sudah dibantu, tapi masih saja bicara negatif atas segala bantuan yang ia terima.

Dan Zee seperti itu orangnya.

Aku sangat paham alasan kenapa dia akhirnya meminta untuk dibantu, tapi tidak semenyebalkan ini juga sikapnya. Ya, walau pada akhirnya aku bisa bertahan untuk membantunya, namun hasil dari IPKnya sesuai dengan perjuangan yang dia lakukan.

Dan kini, setelah ia melakukan wisuda pada bulan januari lalu, akhirnya fokus kami hanya satu.

Memiliki anak.

Walau tidak ada ritual khusus yang kami lakukan. Setidaknya dia tidak ada lagi alasan beban kuliah saat aku mengajaknya untuk melakukan ibadah itu.

Apalagi menginjak tahun keempat ini, bunda sudah mulai bertanya-tanya kapan dia akan menambah cucu lagi? Karena bunda ingin sekali mendapatkan cucu laki-laki lagi agar dapat menemani Abi, keponakanku yang sudah seperti anak sendiri, bermain.

Namun walau sudah usaha hampir 6 bulan lamanya, ternyata Tuhan masih belum mempercayakan seorang anak pada kami. Setiap awal bulan, Zee akan memberikan report kepadaku, kalau tamunya selalu datang tanpa dia minta.

Lalu saat kondisi seperti ini terus terjadi disetiap bulannya, aku bisa apalagi?

Aku juga cuma manusia biasa. Yang terkadang bisa saja lelah dengan segala masalah, tekanan, dan segala hal dalam hidup ini. Namun ketika keadaan seperti itu terjadi, aku cuma bisa bersujud, bercerita kepada Dia tentang segala masalah dan keinginanku. Syukur-syukur jika langsung Dia dengar, dan kabulkan semuanya. Tapi jika masih belum didengar olehNya, apalagi yang bisa kulakukan selain sabar dan berusaha.  Karena pada akhirnya aku yakin, bahagia tidak pernah ada diawal cerita.

"Bang.... "

Zee memanggilku, hingga aku tersadar dari lamunan. Dia baru saja datang dari luar kamar, lalu ikut bergabung di atas ranjang bersamaku.

Kepalanya langsung bersandar pada bahuku sambil menatap wajahku dengan ekspresi cemberut.

"Barusan Zee cerita sama bunda jadwal menstruasi Zee yang kayaknya aneh. Tapi tahu enggak apa kata bunda, katanya itu masih wajar. Menstruasi satu bulan terjadi dua kali kemungkinan besar memang bisa terjadi. Terus Zee harus gimana dong, Bang? Waktu kita buat ibadah jadi makin sedikit deh. Coba kamu hitung deh, sebulan kan ada 30 hari, terus aku menstruasi 2 kali, total harinya 16 hari. Jadi cuma 14 hari kita...."

"Kamu ngomong apa sih?"

"Ih, malah tanya ngomong apa. Ngomong waktu maraton ibadah kita jadi dikit karena menstruasiku 2 kali dalam satu bulan. Gitu aja enggak nyambung sih."

RAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang