Tahun ketujuh

3.6K 825 157
                                    

Tolong peluk aku dengan erat, sampai seluruh luka hatiku mengering. Karena aku tahu, kinilah luka terparahku dalam hidup. Harus kehilangan meski belum sempat memiliki.

Ghanniyah Aazeen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ghanniyah Aazeen

Foto USG terakhir sebelum janinku dikeluarkan menjadi pajangan terindah di atas meja kecil, samping ranjang kami. Walau sudah hampir satu tahun berlalu, namun sampai detik ini luka itu masih terasa. Mana kala aku menatap bingkai foto itu, rasanya sakit karena kehilangan meski belum sempat memiliki benar-benar melukai hati.

Bahkan setelah kejadian menyeramkan setahun yang lalu itu, aku sampai dirawat satu minggu hanya karena untuk pemulihan psikisku. Tubuhku drop. Dan tidak ada makanan yang bisa masuk ke dalam tubuhku pada waktu itu. Padahal seluruh keluargaku, bahkan keluarga Rafif pun turut menghiburku setelah kejadian kuretase. Akan tetapi tetap saja, sebagai manusia biasa aku masih merasakan luka yang paling dalam hingga kini.

Kadang ketika malam tiba, aku bahkan takut untuk memejamkan kedua mata ini. Karena saat aku melakukan itu, kilasan bayang-bayang di ruang tindakan pada waktu itu langsung dapat kuingat dengan jelas kembali. Bahkan penjelasan dari dokter Iwan mengenai kondisi rahimku setelah selesai kuretase pun selalu menjadi mimpi buruk.

Bicornuate uterus atau rahim berbetuk hati. Kata itu yang dokter Iwan ucapkan berulang-ulang kepada kami, aku dan Rafif. Pada saat itu kami tidak mengetahui apa itu bicornuate uterus, karena kami sendiri yakin kondisi kami berdua baik-baik saja. Namun setelah terjadi kehamilan yang tidak normal, bahkan sampai harus di kuretase, akhirnya aku mengetahui alasan kenapa aku sering kali menstruasi dua kali dalam satu bulan, atau bahkan menstruasi dalam jangka waktu yang tidak normal. Sampai pernah ketika aku menstruasi, rasanya sakitnya luar biasa.

Sebelum-sebelumnya aku memang tidak pernah melakukan pengecekan kepada dokter. Apalagi sebagai anak rumahan, dan tidak terlibat pergaulan bebas, aku pikir kondisi tubuhku baik-baik saja. Aku tidak mengkonsumsi rokok, atau bahkan minum-minuman keras. Aku juga tidak terlalu menyukai minuman bersoda. Kalaupun hanya minum-minuman bersoda satu tahun sekali, rasanya tidak rugi bagiku. Dan soal makanan, aku juga tidak terlalu suka makanan bersantan, makanan terlalu berminyak. Tapi masalahnya, aku tidak bisa sekali menahan untuk tidak meminum air dingin atau es batu. Walau berulang kali ibu selalu menegurku jika mengkonsumsi es, namun tetap saja aku nikmati semua itu. Padahal setiap kali aku mengkonsumsi minuman dingin berlebihan, kondisi menstruasiku pasti bermasalah. Entah itu sedikit, atau terlalu panjang masa menstruasinya. Tapi kupikir semua itu masih normal.

Hingga setelah mendengar penjelasan dokter Iwan, aku tahu mungkin inilah alasan terbesarnya. Apalagi saat di USG ulang, dokter Iwan sengaja memberitahuku secara detail bentuk rahimku yang tidak normal. Bentuknya seperti hati, karena di tengah-tengah rahimku seperti ada dinding yang memisahkan bagian kiri dan kanan.

Pada saat aku dan Rafif ditunjukkan fakta yang harus kami terima itu, kami sama-sama tidak bisa bicara. Hanya saling pandang dengan sebelah tangan Rafif merangkul bahuku, seperti menguatkanku pada saat itu.

RAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang