Tahun Keenam

3.6K 929 199
                                    

Sering kali aku melihat hujan turun berdampingan dengan sinar matahari. Saat itu pula, aku yakin duka tidak pernah datang sendiri. Pasti ada bahagia setelahnya.

Ghanniyah Aazeen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ghanniyah Aazeen

Aku hamil. Aku hamil tepat ditahun ke enam pernikahanku dengan Rafif. Apalagi bulan ini merupakan bulan pernikahan kami. Ya Tuhan, bahagianya sangat luar biasa.

Sebenarnya dari tahun kemarin beberapa kali jadwal menstruasiku sering tidak normal. Kadang suka mundur hampir 10 hari. Kadang satu bulan datang dua kali. Kalau aku ceritakan kepada beberapa orang di sekitarku, katanya itu masih wajar. Karena siklus normal menstruasi perempuan itu adalah 28 hari, dihitung dari hari pertama mens sampai hari pertama mens pada bulan berikutnya. Namun ada beberapa kondisi terkadang siklus itu berbeda dari biasanya. Kadang ada perempuan yang mengalami siklus 21 hari, bahkan ada yang sampai 35 hari.

Semuanya kembali lagi kepada faktor hormon setiap perempuan. Karena itulah niatku ingin kontrol ke dokter Fatah, yang kebetulan merupakan om dari Rafif, belum aku lakukan di tahun lalu.

Apalagi aku dan Rafif sama-sama yakin bila kami masih sehat wal'afiat. Hanya saja mungkin beberapa tahun ini Tuhan masih belum mempercayakannya kepada kami.

"Bang... bang Rafif, lihat."

Aku menjerit histeris membawa alat tes kehamilan dari dalam toilet. Maklum saja, ini pengalaman pertama kali, dan memang inilah yang kami tunggu-tunggu selama 2 tahun belakangan ini, tentu saja setelah aku lulus kuliah.

"Apa?" tanya Rafif yang terbangun dari tidurnya, karena kondisi tubuhnya sedang tidak fit dari hari kemarin.

Banyaknya kerjaan, serta faktor cuaca yang kurang bersahabat akhir-akhir ini membuat kondisi tubuhnya sangat menurun.

"Lihat dong, garisnya dua. Alhamdulillah banget ya, Bang."

Aku memberitahukan kabar bahagia ini dengan kedua manik mata berkaca-kaca. Sungguh, aku merasa inilah hadiah terindah yang Tuhan bagi untuk kami.

"Enggak kamu garisin kan?" tanya Rafif penuh curiga.

Aku mencubit gemas hidung mancungnya, kemudian tersenyum lebar. "Walau aku orangnya itu memang sangat senang dengan kerajinan tangan dan kesenian, tapi aku enggak seaneh itu juga kali."

Aku menunggu reaksi dia sejenak, kemudian dia langsung tersenyum. Menarik kepalaku, untuk mencium keningku penuh sayang.

Walau terasa sekali hawa tubuhnya yang panas, aku tahu Rafif bahagia atas kabar ini. Dan semoga saja bisa membuatnya cepat pulih.

"Alhamdulillah. Akhirnya kita diberi kepercayaan juga sama Dia."

"Iya," ucapku sambil menitikan air mata.

"Kita beritahu kabar bahagia ini kepada yang lainnya."

Aku mengangguk setuju. Karena memang kabar inilah yang aku tunggu-tunggu untuk dibagikan kepada semua orang. Agar yang lainnya ikut berdoa atas kebahagiaanku ini.

RAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang