Tahun Kelima

3.8K 884 90
                                    

Sama-sama mari kita lihat ke atas untuk sesuatu hal yang memotivasi, bukan malah membuat penyakit iri hati.

Ghanniyah Aazeen

Wow. Lima tahun sudah aku bersuamikan laki-laki bernama Rafif yang sama sekali tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Dia adalah orang lain yang pertama kali melihatku tanpa hijab setelah dewasa, dan ternyata dialah mahramku setelah janji sehidup semati dia ucapkan di hadapan ayahku lima tahun lalu.

Tanpa disangka waktu benar-benar cepat berlalu. Drama kuliah yang tidak lulus-lulus sudah berhasil kami lewati, walau harus bersusah payah selama 2 tahun terakhir kemarin ini. Lalu tahun lalu aku juga sempat mengalami drama kesedihan di mana kondisiku yang tidak hamil-hamil.

Namun kini, setelah kami berhasil melewati semuanya, aku jauh lebih sadar semua yang kuinginkan pasti ada waktunya untuk kudapatkan. Tinggal berusaha dan tunggu saja dengan sabar, insha Allah, Dia tidak akan lupa memberikan hasil terbaik untuk usahamu.

"Kamu nanti jadi ikut kan?"

Aku tersenyum, dan mengangguk. Setelah 5 tahun, perlahan-lahan Rafif jauh lebih banyak bicara jika dibanding tahun-tahun sebelum kami menikah dulu. Dan menurutku semua itu adalah kemajuan yang harus aku harus syukuri, karena tandanya dia sudah sangat percaya padaku. Sampai apapun dapat dia ceritakan kini. Entah itu tentang bisnis yang masih terus dia kembangkan bersama abangku, Lian. Sampai kini Rafif membuka sebuah bisnis baru lainnya yaitu, ruang kelas online.

Sebenarnya ruang kelas online ini terinpirasi dari gaya hidup masyarakat zaman sekarang. Di mana semuanya sudah serba digital, dan mengaksesnya pun via internet. Dengan alasan itulah, Rafif lagi berusaha membuat ijin untuk usahanya ini agar dapat diakui oleh pemerintah apabila berhasil melahirkan murid-murid berprestasi melalui ruang kelas online nya ini.

Tentu saja semua itu tidaklah mudah. Butuh dana, butuh waktu, dan butuh doa. Semuanya masih Rafif lakukan dengan sangat maksimal.

Aku tahu kini alasannya mengapa sejak dulu dia menolak kerajaan bisnis yang sudah ayahnya bangun puluhan tahun. Karena sekarang aku sadar bila Rafif paling benci mendapatkan sesuatu secara instan. Dia ingin usaha. Dia tidak ingin menyerah. Karena menurut pendapatnya, saat hasil sempurna yang dia dapat dari usaha serta kerja kerasnya, akan terasa lebih indah. Jujur, aku setuju dengan kata-kata Rafif. Maka dengan inilah aku selalu mendukungnya.

Bisnis kopi yang dia rintis dengan bang Lian selama 2 tahun terakhir sudah dimasa kejayaannya. Puluhan cabang sudah berhasil Rafif buka. Tidak hanya di Jakarta, tapi di Bandung dan Jogja juga sudah berdiri warung kopi sederhana yang menyediakan cita rasa kopi yang luar biasa.

Selain rasa kopi yang kutahu memiliki ciri khas, karena Rafif juga bekerja sama dengan sahabatnya yang benar-benar mengerti tentang kopi, Rafif juga membuat warung kopinya dengan sesuatu yang unik.

Ya, seperti dirinya.

Warung kopi bang Rafif. Atau yang biasa disingkat dengan WarkopBar menjadi tempat yang dicari pertama kali oleh para pencinta kopi, dan para mahasiswa yang rela begadang demi tugasnya.

Dengan slogan andalannya adalah berdiri sejak sibuk-sibuknya temani istri yang sibuk buat skripsi, banyak orang yang bertanya seperti apa istrinya sampai suami tampan seperti Rafif mau menemani.

Huekk, kok rasanya setiap aku mendengar slogan itu rasanya mau muntah karena saking kesalnya. Tapi setelah dua tahun dijalani, bisnis kopi ini membuatku banyak sekali bersyukur. Walau memang tidak banyak, aku mulai sering kali berbagi kepada anak-anak jalanan yang menjadi alat orang tuanya untuk mencari nafkah dengan meminta-minta.

Pernah beberapa bulan lalu, aku mengumpulkan anak jalanan ke rumah panti yang bunda dirikan, lalu kami berbagi kebahagiaan di sana. Dan ketika aku melakukannya pada waktu itu, terasa benar-benar indah dan keren.

RAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang