Adlan Alzelo. Remaja dengan wajah tampan namun mempunyai pancaran mata yang selalu terlihat sendu.
Adlan memiliki kulit putih bersih serta tubuh yang tinggi. Mempunyai bola mata berwarna hitam segelap malam. Persis seperti ayahnya.
Latar belakang hidupnya tidak baik-baik saja. Tidak pernah baik-baik saja.
Ia memiliki kembaran, kakak perempuannya yang bernama Adlina Alzelo.
Kakaknya itu memiliki rambut berwarna hitam panjang sepunggung. Bola mata berwarna coklat gelap persis seperti milik Ibunya. Sangat terlihat manis saat rambutnya digerai.
Adlan begitu menyayangi Adlina. Tapi yang Adlan tau Adlina tidak pernah menganggap dirinya ada. Yang Adlan tau Adlina membenci dirinya.
Kebencian itu pula berlaku pada orang tua mereka.
Dan kini malam telah tiba. Adlan baru saja selesai mengerjakan tugas dari sekolahnya.
Sekarang yang ia lakukan hanya berbaring sembari menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih.
Kamar yang luas dengan warna putih, ada lemari hitam berisi pakaian, satu kamar kamar mandi, lemari berisi kumpulan buku pelajaran, nakas disamping tempat tidur, dan balkon.
Fasilitas yang terbilang sedikit bahkan tidak sebanding dengan ukuran kamarnya yang luas.
Tapi Adlan bersyukur, setidaknya ia masih bisa tidur dengan nyaman. Itu saja.
Dengan pelan Adlan mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.
Tangannya terulur mengambil sebuah bingkai yang terletak rapi diatas nakas.
Pandangannya menyendu dengan ibu jari yang mengelus lembut bingkai itu.
Didalamnya ada foto kedua orang tuanya dan kakak perempuannya. Tidak ada dirinya. Tidak akan pernah ada.
Tangan Adlan terulur meremas perutnya yang terasa nyeri. Ia melewatkan jam makan malam. Dan itu tidak baik untuk kondisi lambungnya. Sebab ia mempunyai maag.
Dengan senyuman sekilas menatap bingkai itu Adlan pun mengembalikannya ke tempat semula.
Adlan bersiap berdiri dan melangkah keluar kamar.
Saat sudah sampai didapur Adlan baru dapat bernafas lega. Ia tidak menemukan keberadaan keluarganya dimanapun.
Mumgkin mereka tengah pergi keluar, pikirnya.
Adlan pun kini fokus pada tujuannya. Ia membuka lemari dan tidak menemukan satu jenis makanan pun, bahkan makanan sisa makan malam.
Dengan menghela nafas kasar Adlan kembali meremas perutnya.
Tangannya kini terulur mengambil satu bungkus mie instan yang tersimpan dilaci lemari. Biasanya mie ini di stok setiap bulan oleh Ibunya. Kemudian Adlan lah yang lebih sering memakannya. Seperti memang dibeli agar ia yang memakannya.
Dengan senyum getir Adlan mulai mengisi panci kecil dengan air.
Meletakkannya diatas kompor lalu mnghidupkan kompor tersebut.
Adlan beralih pada kulkas yang ada didekatnya. Ia lantas membukanya. Detik selanjutnya Adlan menganga.
Didalam kulkas tersedia bahan makanan lengkap. Ada ikan, ayam, daging sapi, telur, sayuran, dan lainnya.
Pandangan Adlan kembali tertuju pada air yang tengah ia masak. Lantas ia kembali tersenyum getir.
Lagi-lagi ia harus menelan pil pahit. Makanan yang ia makan setiap hari bisa saja menumbuhkan penyakit tertentu ditubuhnya. Namun makanan keluarganya jauh lebih bisa membuat sehat.
Apalagi yang ia ingat Ibu sangat pintar memasak. Pasti masakan Ibu sangat enak.
Tanpa mau membuat dirinya kembali murung Adlan pun mengambil satu telur lalu menutup kulkas.
Ia bersenandung kecil untuk menutupi kenyataan yang harus ia terima setiap hari. Sudah setiap hari tapi ia tidak pernah terbiasa akan semuanya.
Rasa sesaknya dan sakitnya sudah sering Adlan telan. Tapi ia seakan baru menerimanya padahal ia telah menerimanya setiap hari.
¤¤¤
Selamat membaca😊
Salam manis,
Ans Chaniago
KAMU SEDANG MEMBACA
ADLAN️ (SUDAH TERBIT)✔️
Teen Fiction[END] Cover by : @reshalsep Mereka terlahir dari rahim yang sama. Mereka terlahir dari satu wanita yang sama. Tapi mereka diperlakukan berbeda. Mengapa? Apa yang salah? ~ Adlan Alzelo Aldebara Publish : 15 September 2019 Tamat : 12 April 2020 #01 ad...