8

9.9K 732 46
                                    

Semenjak hari itu, Adlan hanya berdiam diri di dalam kamar. Merenung dan duduk diam di balkon adalah rutinitas favorinya sekarang.

Ia sudah sembuh, walau prosesnya ia lewati sendiri.

Ayah juga tidak pernah datang lagi. Ibu hanya sesekali dan itu untuk mengajak Adlan makan bersama.

Adlan menghela nafas. Ia memandang langit dengan tatapan kosong.

Pikirannya terbawa pada hari kemarin. Dimana ia kembali sendiri. Ayah malam itu datang, membangunkannya dan memintanya terjaga sebentar sementara Ayah menyuruh Ibu memasak.

Yang Adlan lakukan hanya diam. Ia hanya mengangguk atau menggeleng jika ditanya.

Semenjak itu Ayah tidak pernah datang. Kakaknya juga baru saja sembuh. Terhitung 3 hari sejak hari kemarin.

"Adlan" panggil Ibu dan membuat Adlan menoleh.

"Ganti baju gih, kita jalan-jalan" ujar Ibu sambil tersenyum.

Adlan hanya mengangguk patuh. Tanpa berniat mengganti bajunya yang warnanya sudah pudar, Adlan berjalan mengikuti Ibu menuju ruang tengah.

Disana tampak Ayah dan kakaknya yang sudah memakai pakaian yang rapi. Mereka bertiga memang tampak dari keluarga berada.

Berbanding terbalik dengannya yang terlihat seperti pembantu. Kaos hitam dengan warna yang pudar serta celana training hitam.

Adlan sadar saat Ayah memandang penampilannya seolah menilai. Namun tidak ada komentar yang di keluarkan.

Mereka akhirnya pergi ke sebuah taman dengan banyak permainan didalamnya. Taman ini biasa hadir pada awal bulan saja.

Sudah banyak wahana dan permainan yang mereka jalani. Tapi yang Adlan lakukan hanya diam dan mengikuti saja.

Saat mereka tertawa yang Adlan lakukan hanya memandang mereka dengan sendu sambil tersenyum miris.

Seharusnya ia tidak usah ikut kalau tau jadinya akan begini.

"Adlan" suara Ibu menarik Adlan dari rasa sesak yang tadinya ia selami.

"Iya bu?" balas Adlan pelan

"Ibu mau nemenin kakak sebentar, Ayah lagi ke toilet. Adlan disini dulu ya"

Adlan lantas mengangguk. Ia pun duduk di bangku yang di sediakan disana. Sekitarnya tampak begitu ramai, membuat pandangan Adlan menyapu sekitar.

Pandangannya berhenti pada Ayah yang berjalan menuju tempat Ibu dan kakaknya. Bukan ke tempatnya. Padahal Ayah tau Adlan duduk manis disini.

Tidak ada niatan dalam diri Adlan untuk beranjak dari duduknya. Ia hanya sibuk memandang mereka dengan pandangan sendu.

Sampai akhirnya mereka datang.m menghampiri Adlan. Adlan tetap diam di posisinya. Kepalanya sudah terasa pusing. Namun Adlan lebih memilih diam.

"Adlan ayo foto dulu sayanf" ajak Ibu sambil memegang ponselnya berlogo apel digigit.

Namun Adlan hanya menggeleng sambil tersenyum.

Dirinya pun bangkit,
"Bu, kita masih lama disini?" tanya Adlan pada Reni.

Reni pun mengangguk,
"Masih banyak permainan yang belum di coba, memangnya ada apa? Kamu lapar?" tanya Ibu.

Adlan menggeleng,
"Adlan pulang duluan aja ya bu, Adlan pengen istirahat" ujar Adlan.

"Tapi kamu mau pulang naik apa nak?" tanya Ibu dengan raut bingung juga cemas.

"Naik angkutan umum aja Bu" jawab Adlan pelan.

"Biarkan saja. Adlina masih mau main wahana yang lain. Kalau mau pulang ya duluan aja" ujar Ayah datar.

Adlan terkesiap. Tidak ada lagi kehangatan dalam manik Ayah. Hanya ada tatapan datar saja.

"Kalau gitu Adlan duluan ya" pamit Adlan lalu menyalimi punggung tangan mereka.

Adlan lantas berbalik dan berjalan menjauhi mereka. Pusing yang ia rasakan juga semakin ketara. Wajahnya juga sudah pucat pasi.

Perkataan Ayah berhasil membuat dirinya sadar bahwa sebenarnya ia tidaklah penting.

Perhatian kemarin mungkin hanyalah bentuk rasa kasihan sebab ia sakit. Ralat, hampir sekarat.

¤¤¤

Selamat membaca😊

Salam manis,
Ans Chaniago

ADLAN️ (SUDAH TERBIT)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang