3

9K 647 25
                                    

Usai pelajaran terakhir berakhir, Adlan langsung keluar kelas. Menyusul para murid yang juga sudah berhamburan guna bersiap pulang kerumah masing-masing.

Namun ada yang terlihat berbeda. Adlan teramat menyadarinya.

Disekitarnya banyak remaja seusianya yang bersenda gurau dengan teman-temannya.

Di ujung lorong dekat tangga bahkan sekumpulan kakak kelas yang terkenal nakal pun asyik tertawa bersama.

Didepannya ada 3 murid perempuan yang asyik berbicara sambil tertawa renyah. Pemandangan yang membuat Adlan lagi-lagi tersenyum pahit.

Hidupnya tidak menarik. Tidak ada kasih sayang orang tua dan ia tidak mempunyai teman. Sempurna sekali. Sempurna hancurnya.

Dan dirinya kini duduk di halte yang tidak terlalu ramai. Di sekolah ini murid-muridnya dibebaskan membawa kendaraan pribadi.

Maka dari itu bagi sebagian dari mereka yang merupakan anak orang kaya datang ke sekolah membawa mobil atau motor sport mahal. Ada yang memilih membawa sepeda namun dengan harga mahal.

Bagi sebagian yang kurang mampu lebih memilih menaiki angkutan umum. Bahkam ada juga yang berjalan kaki. Jika pun ada dari mereka yang di jemput maka mobilnya pun mewah dengan harga yang selangit.

Contohnya Adlina, kembarannya.

Adlan kembali termenung. Dari dulu ia sulit sekali mendapatkan teman. Dari lingkungan rumah saja ia tidak dekat dengan Adlina. Apalagi dengan lingkungan luar. Komunikasi di antara ia dan Adlina pun terkesan begitu canggung.

Sejauh ini teman-teman sekelas hanya akan berbicara padanya jika itu menyangkut tugas atau hal penting lainnya.

Selebihnya Adlan hanya akan menjadi bayangan tak kasat mata.

Tapi beruntungnya karena ia tidak pernah mendapatkan bullyan.

Adlan tersenyum miris. Ia terkadang iri pada kehidupan orang lain yang jauh lebih indah darinya.

Lalu pandangan Adlan teralih pada mobil yang baru saja melintas didepannya. Ia kenal dengan mobil itu. Mobil Ayah.

Adlan dapat melihat Ayah yang keluar dari mobil lalu menghampiri Adlina dan berbincang sebentar sebelum akhirnya Adlina masuk ke dalam mobil.

Lalu lagi-lagi pandangan sang Ayah tak sengaja mengarah ke halte, tepat ke arahnya. Disaat itu pula Adlan langsung menunduk.

Ia menahan rasa sesaknya mati-matian. Pemandangan dimana Adlina dan Ayah yang akrab berhasil membuat Adlan merasa bahwa ia bukan siapa-siapa.

"Gue iri deh sama si Adlina. Uda cantik, ramah, disukai banyam cowok, kaya eh punya bokap sayang banget sama dia" celetuk murid perempuan yang duduk persis di dekat Adlan.

"Gue juga kadang suka gak habis pikir sama hidup dia yang sempurna itu deh" balas teman yang disebelahnya.

Tepat pada saat itu angkutan umum berhenti. Membuat Adlan langsung bangkit dan masuk ke dalam. Berdesakan dengan penumpang lainnya.

Jarak rumah dan sekolah yang tidak begitu jauh. Namun hari ini Adlan seolah kehabisan tenaga. Berjuang untuk hidup disaat tidak ada yang menginginkannya.

Keakraban Adlina dan Ayah berhasil membuat tenaga Adlan terkuras habis. Rasanya jantungnya seolah ditusuk ribuan panah.

Adlan mulai bertanya-tanya dalam hatinya.

"Kapan aku bahagia?"

¤¤¤

Selamat membaca😊

Salam manis,
Ans Chaniago

ADLAN️ (SUDAH TERBIT)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang