🎈R 2

1.9K 289 16
                                    

Jisoo mempercepat langkah kakinya meski sedikit kesulitan karena sepatu hak yang ia kenakan. Ingin rasanya ia melepas sepatunya dan menentengnya hingga ia lebih mudah berlari.

Lari dari apa yang mengikuti nya.

Jisoo sudah merasakan ada yang mengikuti nya sejak ia menjejakkan kaki ke cafe di depan kantor. Ia merasakan tatapan yang tertuju padanya tanpa jeda. Tatapan mengawasi. Ia ingin segera lari menyelamatkan diri tapi sekuat tenaga ia menahannya. Ia tidak boleh menunjukkan rasa takutnya
Meski itu lah yang ia rasakan sejak tadi.

Ia harus berusaha mati-matian untuk tetap mengantri ice tea yang ingin ia minum. Jantungnya terasa berdetak tak karuan seiring detik demi detik berlalu. Sekuat tenaga bersikap biasa saja saat ia keluar dari cafe dengan minuman di tangannya. Sungguh ia tak sanggup menelan ice tea yang ia pesan. Rasanya minuman itu tersangkut di kerongkongan nya akibat rasa gugup yang ia rasakan.


Jisoo menahan diri agar tak berlari. Ia sudah dekat dengan kantor. Sedikit lagi ia bisa berlindung di balik pengamanan gedung LK yang ketat.

Sedikit lagi...

Jisoo nyaris mati saat tangannya ditarik memasuki gang di antara gedung. Tepat satu blok dari gedung LK.

God! No! Pekik Jisoo dalam hati saat bersamaan dengan itu tangan asing membekap mulutnya.

Jisoo selalu menyesali keputusan mendadak nya. Ia selalu membahayakan dirinya sendiri dengan semua keinginan sesaat nya. Yah kali ini gara-gara ice tea di cafe langganannya.

Ia berusaha tenang saat tubuhnya dipaksa masuk lebih dalam ke gang kecil itu. Ia menghitung mundur. Mencoba mencari celah saat pria asing itu lengah.

Kesempatan itu datang saat pegangan di tangannya melonggar. Secepat yang ia bisa, Jisoo menginjak kaki pelaku yang menahannya. Ia segera berbalik...

Bugh

Sayang.  Tubuhnya justru menabrak orang lain. Yang ia yakini adalah teman pelaku. Tangannya dengan cepat dicekal dan sebuah pisau ditodongkan ke arahnya. Tepat di depan lehernya dengan posisi siap menusuk.

"Aku tak menyangka akan semudah ini menangkap nona Kim ini," kata pria yang menodongkan pisau. Ia tersenyum menyeringai pada pria yang kini mencekal tangan Jisoo kuat-kuat. Tak ingin kembali dibodohi gadis itu.


Jisoo merasakan nafasnya tercekat di tenggorokan. Ia merutuki tiap sel otaknya yang dengan bodohnya membuat keputusan untuk pergi tanpa pengawal.

"Apa kita langsung bawa ke bos? Apa tidak nanti saja. Aku ingin mencicipi nya. Nona Kim cantik sekali," kata pria yang mencekal tangan Jisoo.


Seketika jantung Jisoo terasa berhenti mendengar kalimat kotor itu. Rasa takut membuncah dalam dirinya. Sekuat tenaga itu berusaha memberontak. Ingin melepaskan diri dari mereka.


"Wahh wahhh... Liar juga ya nona Kim ini," ejek pria yang memegang pisau. Ia menurunkan posisi pisau nya hingga tepat berada di kerah kemeja Jisoo.


Menyadari apa yang akan dilakukan pria itu, Jisoo semakin keras memberontak. Hingga pisau itu justru mengenai lehernya. Perih lah yang ia rasakan.


Pria yang memegang pisau nampak kaget. "Sial! Aku melukainya. Bos bisa membunuh ku jika aku melukai nona Kim."

"Ya. Aku bisa membunuhmu sekarang."


Jisoo dan dua pria itu langsung menoleh ke sumber suara. Kedua pria itu nampak kaget. Sementara Jisoo tertegun. Jantungnya serasa berhenti berdetak saat matanya menangkap sosok yang baru datang itu.


Bibir tipis Jisoo terbuka. Nyaris melafalkan satu nama yang sangat ia rindukan. Namun terhenti saat tiba-tiba bunyi sirine polisi terdengar di kejauhan.


"Ayo pergi sebelum polisi menangkap kalian," kata pria pendatang itu dengan nada datar.

"Tapi kita berhasil menangkap nona Kim!" tolak pria yang mencekal Jisoo.


"Lepaskan dia. Kita tidak bisa membawa nya sekarang," tegas pria pendatang itu dengan nada dingin.


Secara serentak kedua pria itu melepaskan Jisoo dan berlari ke mobil yang terparkir di ujunh gang. Menyisakan Jisoo dengan pria asing itu.


Jisoo berjalan perlahan mendekati pria itu. Dengan tatapan nanar, ia memandang tanpa berkedip pada sosok pria itu.

Rambut hitam kecoklatan dengan setelan santai berupa kaos, celana jeans dan blazer. Namun wajah tampannya justru semakin bersinar.


Saat jarak sudah dekat, Jisoo menyentuh pipi pria itu dengan tangan gemetar.

"Taeyong..." bisik Jisoo dengan suara bergetar. Air mata sudah menggenang di sudut matanya. Ia merasakan gejolak kuat memberontak dalam dirinya. Rasa rindu membuncah tanpa penghalang.


"Jangan menyebut namaku dengan mulut penuh kebohongan itu. Dan jangan menyentuh ku dengan tangan kotormu itu!" sergah Taeyong dengan nada sangat dingin. Ia mencekal tangan Jisoo dengan genggaman kuat. Hingga membuat Jisoo meringis kesakitan.


Jisoo tak bisa menahan air matanya. Hatinya sakit mendengar ucapan yang keluar dari mulut Taeyong. Kalimat yang sangat menyakitkan.


"Taeyong.. Kau salah paham. Ini ti-"


Kalimat Jisoo dipotong dengan kasar. "Ingat nona Kim. Aku akan menghancurkan keluargamu. Akan aku pastikan keluarga mu hancur tak bersisa."


Jisoo tersentak kaget. Ia langsung terduduk lemas di tanah saat cekalan kasar Taeyong terlepas. Air matanya mengalir deras.

Jisoo tak bergerak saat Taeyong meninggalkan nya begitu saja. Air mata nya menghalangi pandangan nya. Ia tak peduli sekitarnya. Ia hanya meratapi apa yang terjadi sekarang.


Pria yang paling ia cintai.... Membenci nya dengan kebencian yang bahkan tidak bisa ia ukur lagi.


"Why! Why.... Taeyong...." tangis Jisoo dengan tertekan.


Drrtt....


Jisoo mengerjap dengan kesulitan saat menyadari hp di kantongnya berbunyi. Ia mengeluarkan hp nya. Lami, adiknya menelepon.

"Hallo! Kakak dimana! Hari ini kesini kan? Aku ingin-"


Dorr!


Jisoo menjatuhkan hp nya secara reflek saat mendengar suara tembakan. Saat ia menoleh mencari sumber suara, pukulan di tengkuk nya menerjangnya tanpa peringatan. Ia hanya bisa bergumam tak jelas sebelum semuanya menjadi gelap.
💞











"Gadis itu mengenal mu?" tanya Johnny dengan nada ingin tahu. Ia melirik Taeyong yang berjalan di sampingnya. Menuju mobil anak buah Park Yoochun.



Taeyong tak menjawab. Tangannya mengepal kuat. Menahan sekuat tenaga untuk menghapus wajah terluka yang baru ia lihat.


Ia tidak ingin melukai Jisoo tapi ia harus melakukan ini agar rencana nya bisa berjalan lancar.

"Dia nampak terpukul dengan ucapanmu," tambah Johnny. Ia rupanya tak peka akan aura tak ingin diganggu yang dikeluarkan Taeyong.


"Bunuh mereka," bisik Taeyong pelan. Hanya untuk telinga Johhny saja.


"Huh?" sergah Johnny dengan tatapan bingungnya. "Dia anak buah pamanmu!"


Taeyong mendengus tak sabar. "Lakukan saja perintah ku."


Johnny mengangkat bahu dengan tak peduli dan langsung membunuh anak buah Park. Ia segera berbalik untuk menanyakan gerakan selanjutnya. Saat ia menyadari gadis Kim itu sudah pingsan dan Taeyong yang sibuk meletakkan pistol di tangan gadis itu.



"Yak! Taeyong! Kau sedang apa?"
🐾

Undercover RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang