"Duh, pokoknya gue gak mau tau, kita harus bagus aktingnya!" seru Luke antara semangat dan agak cemas.
"Segawat itu ya?" Kayla menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu. Tumben sekali Luke yang malah semangat menjalankan akting pacaran antara mereka berdua, pikirnya.
"Gue kan udah bilang kalo malem ini kita makan bareng keluarga besar gue," jelas Luke.
"Ya, terus?"
"Ya, emang lo nggak grogi apa?"
"Nggak. Lo siapa gue?"
"Aduh, kamu kan pacar aku, sayang."
"Jijik."
"Mama minta gue buat bawa pacar, dan kalo kita gak bisa ngeyakinin mama bahwa lo pacar gue, hidup gue ambyar. Gue bakal dijodohin dan gue gak mau itu."
Sebagian kecil hati Kayla memanas mendengar hal itu. Luke? Mau dijodojin? Apa-apaan itu? Tapi Kayla menepis perasaannya itu. Mereka hanya teman. Dan peran yang mereka lakukan sekarang hanya sementara. Kayla yakin tidak akan terjadi apa-apa dengan hatinya.
"Kalo gitu kita harus persiapin skenarionya," balas Kayla serius diikuti anggukan kecil Luke.
🐧🐧🐧
"Inget, panggilan sayang jangan lupa. Nanti kalo aku kenalin ke mama gak usah takut atau grogi, kayak kamu yang biasa aja. Oh iya, kamu inget tanggal lahir, warna, sama makanan kesukaan aku kan? Takutnya mama ngetes kamu," rewel Luke khawatir.
"Iya bawel, kok udah aku-kamu aja sih?"
"Ya kan biar nanti di sana nggak kagok lagi."
"Oke. Luke Robert Hemmings. Lahir tanggal 16 Juli 1996. Suka warna biru dan sangat cinta dengan nachos. Luke kadang dewasa banget tapi di satu sisi dia bisa jadi super kekanakkan dan polos. Luke adalah tempat curhat terbaik. Luke suka penguin dan dia gak pernah pelit soal makanan."
"Pintarnya pacar aku."
"Idih. Terus, kalo ditanya kapan kenal dan udah berapa lama pacaran gimana?" tanya Kayla memperkirakan pertanyaan yang akan diajukan Mama Liz, mamanya Luke.
"Kenal dari lima bulan yang lalu, bilang aja ini bulan kedua kita pacaran."
"Oke."
"Kita udah sampe, Kay. Ini rumahnya," kata Luke sembari memarkirkan mobil.
"Rame banget, Luke," respons Kayla ketika melihat jejeran mobil di pekarangan rumah.
"Aku kan udah bilang keluarga besar hadir di sini. Yuk, masuk."
Luke menuntun gadis bergaun floral biru muda itu ke dalam rumah yang besar itu. Luke menyapa beberapa orang yang ada di halaman tapi dia tetap melangkah ke pintu utama. Kayla hanya mengikuti di sampingnya. Ketika sudah di depan pintu, Luke melingkarkan tangannya di pinggang Kayla menunjukkan tanda kepemilikan.
"Mama, Luke pulang."
"Hei, honey. Ah, ini pacarmu, ya?" sambut Liz dengan ramah dan penuh senyum. Kayla balas tersenyum juga dan menganguk.
"Nama kamu siapa?" tanya Liz begitu mereka bertiga sudah duduk di ruang tamu.
"Kayla, Tante."
"Kamu cantik ya, cocok sama Luke. Ternyata pilihanmu gak salah, Luke. Mama kira kamu gay karena gak pernah pacaran," ungkap Liz tanpa merasa berdosa.
Sementara itu, Luke melotot dan hampir menyembur minumannya kalau saja Kayla tidak menggandeng lengannya.
"Ma, apaan sih? Luke normal kali," marah Luke yang hanya dibalas tawa dari Liz.
"Kan kirain. Ya udah, mama mau ke dapur dulu. Kay, Tante tinggal dulu ya? Kamu sama Luke bisa keliling-keliling dulu aja, acaranya masih nanti jam 7."
"Iya, Tante."
Sebelum ke dapur, Liz sempat berbisik d telinga Luke sangat pelan, "jangan sembarangan sama anak orang ya, Luke. Jangan kamu ajak ke kamar dulu ya, tunggu mama halalin kalian."
"Ish, apaan sih?!" erang Luke. Kayla menatapnya dengan tatapan tanda tanya sedangkan Luke hanya menggeleng.
"Kay? Jalan-jalan, yuk!" ajak Luke langsung merangkul Kayla.
Jujur saja, diperlakukan begini lama-lama oleh Luke pun pertahanan Kayla mulai rapuh. Perutnya mulai melilit diikuti rasa geli seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di sana. Tidak hanya itu, jantungnya pun sulit diajak kompromi dan terus berdisko.
Setelah puas mengelilingi seisi rumah, Kayla minta diajak melihat kamar Luke karena dia penasaran dengan isi ruangan cowok itu. Kayla sempat terpana karena ternyata kamarnya bersih dan rapi. Gitar, keyboard, bass, dan drum elektrik diletakkan rapi di salah satu sudut ruangan. Meja TV dipenuhi oleh pajangan lego-lego rakitannya dan tumpukkan video games dan DVD film di rak meja.
"Luke," panggil Kayla pelan saat mereka ada di balkon kamar Luke.
"Apa?" sahut Luke yang sedang menikmati udara sore sambil bersender ke tembok.
"G-gue, gue--"
"Nggak jadi deh, lupa."
"Ah, gak jelas lo. Masa tiba-tiba lupa."
"Emang lupa, terus kenapa?" sungut Kayla kesal.
Luke berpindah posisi ke belakang Kayla dan tiba-tiba memeluknya dari belakang dan meletakkan kepalanya di pundak Kayla.
"Luke, apaan sih?!" berontak Kayla kaget setengah mati. Dia sudah nggak kuat dengan perlakuan Luke.
"Ssst. Langitnya lagi bagus, kita nikmatin bareng-bareng."
Luke menyibak sedikit rambut Kayla dan mengecup lehernya. Kayla diam. Dia tidak tahu harus bereaksi apa. Luke membalikkan tubuh Kayla agar berhadapan dengannya. Sekarang, manik mata mereka bertemu.
"Luke, aku--"
Cup!
Benda kenyal itu menyentuh kening Kayla. Luke benar-benar melakukannya dengan tulus, bukan niat ngebaperin semata.
"Jadi milikku ya, Kay?"
🐧🐧🐧
a/n
heyyo! sorry cuz i've been gone for a century and i hope this chap could be a cure for yall❤️🌠
bulan2 kemarin adalah masa sibuknya gue, dari mulai ppdb-mpls-masuk sekolah. berhubung sekolah aku superpadat dan belajarnya kayak dikejar setan jd aku butuh penyesuaian selama 2 bulan terakhir.
dan sekarang untungnya aku udah cukup bisa beradaptasi meskipun sbnrnya jadi ada kegiatan yg sering ke skip jg grgr pr dan kerja kelompok hihi 😗
intinya,
im so shock when i saw 200 readers and i felt guilty so i made this chap (meskipun kurang panjang) 😂thankyou for always supporting me,laff u ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny · lrh
Fiksi PenggemarKita tuh memang ditakdirin buat jadi pasangan kayak dua boneka penguin kamu itu