Pertemuan kedua

327 51 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 15.45 sebentar lagi gelap, dan aku masih betah dengan selimutku di atas kasur, aku sudah seperti ini sejak pagi, terserang demam dan flu berat yang hanya bisa ditahan dengan tissue yang sudah kupersiapkan sejak tadi malam, aku bersin-bersin, kepalaku berat, dan pertama kalinya selama sisa hidupku aku tak datang kerja.

Kenapa ini bisa terjadi di aliran sungai yang tenang seperti kehidupanku yang super tenang ini, suara bersinku terdengar hingga ke sudut ruang-ruang kamarku.

Hari ini sebelum pergi ke butik, ibu hanya memberiku obat flu tanpa sedikitpun niat mau mangantarku ke rumah sakit, kata ayah ini hanya penyakit biasa, istirahat di rumah juga akan membuatku sembuh.

Aku bangun dengan terpaksa dari ketermalasanku untuk bangun, punggungku sepertinya retak, bunyi seperti ranting kayu yang patah. Aku berjalan menuju lemari pakaian, ku ambil jaketku. Hari ini aku berniat ke rumah sakit tapi ingin mampir di butik ibu dulu. Suara ayah tidak terdengar sejak tadi siang, seharusnya dia sudah pulang mengajar.

Langkahku menuju dapur, sticky note berwarnah merah muda tertempel di pintu lemari pendingin, aku membaca tulisan tangannya yang berasal dari tangan ayahku

Hari ini ada pertemuan antar guru  di dinas pendidikan, ayah mungkin pulang agak sore”

Ada aura-aura dingin menyelimuti rumah ini hingga masuk melalui jantungku, aku kedinginan tapi suhu tubuhku justru bertingkah sebaliknya.

Kakiku menuju halaman rumah, hujan reda sejak siang tadi, mengundang banyak burung-burung berkicau riang di atas dahan-dahan pohon yang berjejer disepanjang jalan. Setelah menaiki taxi, mataku masih tidak bersahabat semenjak kuputuskan untuk bangun dari tidur panjangku, aku masih mengantuk bahkan setelah langit berubah menjadi gelap karena sebentar lagi akan malam.

Aku membuka pintu butik dengan lemah, seperti tak ada tenaga yang tersisa di otot-otot lenganku, banyak pelanggan yang datang hari ini di butik ibu, aku masih berjalan dengan langkah-langkah kecil, bersinku sudah tidak terdengar lagi, saat ini aku hanya dipenuhi perasaan demam, iya, aku demam tinggi.

Ibu langsung menyuruhku duduk ketika melihatku berjalan ke arahnya “Kenapa tidak istirahat di rumah?” tanyanya sedikit khawatir.

“Bu.. sepertinya aku demam tinggi, aku butuh ke rumah sakit” ujarku lemah masih dengan kekuatan yang tersisah.

Ibu terdengar mendesah panjang “Pulanglah dulu! Nanti malam baru ibu mengantarmu ke rumah sakit, ibu sedang banyak pelanggan. Oke!”

Mataku dengan malasnya menyaksikan fenomena banyaknya pelanggan itu, hal yang masih bisa dibilang biasa-biasa saja “Aku bisa ke rumah sakit sendiri dengan taxi, ibu tidak usah khawatir” ucapku pelan.

Dia mengangguk pelan “Maafkan ibu tidak bisa menemanimu hari ini sayang!” tangannya menggenggam tanganku yang terasa panas.

Langkahku terseok-seok karena terlalu dipaksakan untuk berjalan, sepertinya sebentar lagi aku akan jatuh pingsan, kubuka pintu perlahan, aku berjalan keluar menuju jalan mencari taxi atau apalah yang bisa mengangkutku ke rumah sakit hari ini, dan telingaku sepertinya masih berfungsih baik, tiba-tiba aku mendengar ada seorang pria yang memanggilku dari arah belakang. Aku berbalik arah, sedikit memastikan.

“Rose..?” seorang pria dengan payung ditangannya jelas memanggil namaku.

Mataku masih tidak terlalu bersahabat, badanku terlihat gemetar jika diperhatikan “Mark…? Anda Mark? Pelanggan di butik ibuku?” tanyaku masih dengan suara terlemah yang kumiliki.

Mark memalingkan pandangannya ke arah butik yang dari luar saja jelas terlihat di dalam sedang banyak pengunjung “Aku berniat ingin mengembalikan payungmu, maaf, kemarin payung ini terbawa bersamaku” ujarnya sambil mengangkat payung itu agar terlihat jelas.

(VERSI 2) Short Story✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang