pengalaman baru.

236 34 1
                                    

Bus berangkat dari kantor pagi ini dan melaju melewati jalan-jalan tol yang ramai, aku dan 9 staff yang lain terduduk diam di dalam bus tanpa suara, terlena mendengar suara mesin-mesin jalanan yang bising.

Setelah tertidur beberapa jam, suara yang terdengar hanyalah suara mesin bus yang aku tumpangi, rupanya bisingnya kota sudah tertinggal jauh berpuluh-puluh kilometer dan sekarang yang terlihat adalah deretan pohon pinus disepanjang jalan, bukit-bukit berjejer indah, lembah-lembah hijau sedang berbicara dan mengisyaratkan ketenangan yang abadi.

Mataku masih memandang gunung-gunung yang tinggi dari balik jendela, setelah dengan tiba-tiba guncangan yang hebat terjadi, roda bus seperti sedang melindas sesuatu, kami bersuara, bergemuruh dan memandang keluar jalan yang tanpa aspal, timbunan tanah seperti gelombang tersusun meramaikan jalan, membuat kami yang berada dalam bus berteriak takut, kami benar-benar terdampar di tempat yang jauh.

Kami terjaga di dalam bus yang sudah berjalan beberapa kilometer, suhu-pun berubah drastis menjadi lebih dingin dan getaran-getaran dari roda bus masih terasa sangat menyeramkan dengan jurang-jurang terjal disamping kanan jalan.

Tiba-tiba aku teringat ibu dan ayahku, tak pernah aku sejauh ini dari mereka.

Malam tiba dengan anggunnya, matahari menghilang dari balik pepohonan yang tinggi dan kami-pun tiba di desa tanpa cahaya, tanpa cahaya lampu, yang terlihat hanyalah titik-titik cahaya seperti lilin yang menghiasi deretan-deretan rumah warga yang tampak kesepian.

Aku dan beberapa staf yang lain menuruni bus, mataku tidak dapat melihat banyak, tapi dengan jelas setelah obor dinyalakan, api besar menari-nari dalam gelap, akupun bisa dengan jelas memandang beberapa orang yang berdiri menghadap kami, seperti acara penyambutan, beberapa dokter yang wajahnya tidak terlihat jelas dengan jas putihnya yang nyatanya tiba lebih dulu dibanding rombongan kami juga beberapa masyarakat yang ikut hadir dalam suasana yang hening ini.

Kami masih berdiri kaku saling berhadapan ketika seorang pria besar seperti bos-bos mengucapkan selamat datang dan berterima kasih karena kami ikut bergabung dengan pihak rumah sakit, yang terlihat adalah bahwa orang ini yang membuat janji persetujuan kerjasama antara rumah sakit dengan kantor tempatku bekerja.

Setelah upacara penyambutan itu berakhir di tengah-tengah kesunyian, kami digiring oleh warga seperti anak-anak sapi yang kehilangan rumah, masing-masing warga memegang kami dan membawa kami secara terpisah, dalam hitungan menit, akupun kembali dipisahkan oleh teman kantorku dan hidup bersama keluarga asing.

Mereka menyambutku dengan hangatnya, mereka menemaniku begadang hingga larut malam, kami bercerita banyak hal dan aku sempat membuat mereka tertawa, suara-suara kesunyian semakin terdengar jelas, suhu dingin yang tidak terkendali semakin merasukiku, membuatku mengigil dalam selimutku yang tipis, setelah aku mulai terlelap, suara-suara alam terdengar seperti music dalam mimpiku, jangkrik bernyanyi, dan suara-suara yang tidak aku kenali juga ikut bercengkrama. Tak sabar ingin melihat tempat ini besok paginya.

Mataku terbuka beberapa kali, suara bayi menangis membangunkanku pagi ini, kulihat jam tanganku, pukul 10 lewat 12 menit, mungkin sekarang aku akan terlambat kerja. Tapi mataku memandang tumpukan jerami yang tersusun rapi dibagian sisi kiriku, dinding rumah yang terbuat dari kayu dan asap yang mengepul memenuhi ruangan membuatku bangun tanpa sempat sadarkan diri. Baru sadar ternyata aku menghabiskan malam di tempat yang jauh dari kota asalku.

“Selamat pagi…!” sahut ibu sang pemilik rumah, ibu rumah tangga yang sekarang menjadi ibu angkatku selama beberapa hari kedepan sedang memasak sambil menggendong bayinya yang menangis sejak tadi.

“Selamat pagi Bu, maaf aku kesiangan”

“Ahh, tidak apa-apa, ibu mengerti semalam kau pasti sangat kelelahan” ucapnya.

(VERSI 2) Short Story✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang