Part 2 - Problem Solving

160 26 0
                                    

"Apakah aku harus melakukan hal ini?" Ujarku lirih pada Paman Indra dan Bibi Prita, istrinya. Aku menceritakan semua kejadian yang ada ketika aku bertemu dengan Presiden Direktur Satria Pratama Group, termasuk mengenai jalan pintas kesepakatan konyol itu. Paman Indra berulang kali mengumpat dan menyumpahi Pak Dirgantara walaupun ia tahu itu semua tak ada gunanya. Bibi menatapku dengan penuh penyesalan dan rasa iba karena aku harus menghadapi dilema semacam ini.

"Kau tidak perlu melakukannya. Kau tidak perlu mempertaruhkan masa depanmu hanya untuk hal konyol semacam itu, Kinara sayang," usapan lembut tangan bibi di rambutku terasa begitu nyaman. Ia adalah sosok seorang ibu bagiku, sosok yang selama ini aku rindukan kehadirannya.

"Lalu bagaimana dengan Rinjani Group, Bi? Aku dengar tadi siang para pekerja melakukan demo, mereka menuntut kepastian akan nasib mereka. Aku khawatir kalau kita tidak akan menemukan solusi lain dalam menyelesaikan masalah pelik ini."

"Apa kau sudah memberi tahu Karina tentang hal ini? Mungkin saja dia bisa membantumu," tanya Bibiku lagi. Ah, aku sedikit melupakan kakakku yang satu itu. Tapi pemikiran untuk menghubungkannya dengan masalah ini sudah bisa dipastikan akan menemui jalan buntu.

Sekarang kakakku sudah memiliki karirnya sendiri yang baru dimulai di Paris sebagai seorang desainer muda. Sedari dulu ia memang sama sekali tidak tertarik dengan dunia bisnis yang dijalani ayah. Terakhir kali aku mengunjunginya di Paris adalah ketika hari pernikahannya dengan seorang Diplomat asal Korea Selatan yang bekerja di Kedutaan Besar Perancis. Aku turut bahagia ketika ia menghubungiku melalui video call dan menunjukkan hasil karyanya setelah ia melahirkan anak pertamanya.

"Aku pikir kakak tidak akan memiliki solusi apapun untuk masalah ini, mengingat ia sama sekali tidak pernah tertarik dengan bisnis di perusahaan ayah. Sebaiknya kita tidak usah mengganggunya, biarkan saja ia berkembang dengan karir yang diimpikannya sejak lama,"

Tidak ada kata yang keluar dari mulut Bibi. Ia paham bahwa aku sama sekali tidak ingin memberatkan Kak Karina dan membuat kakakku itu tidak tenang hidup di Paris bersama keluarga kecilnya.

Aku dan Bibi menoleh bersamaan pada Paman Indra yang tiba-tiba menghela nafas berat setelah ia mendengarkan percakapanku dengan Bibi.

"Sudahlah berhenti memikirkan ide gila Dirgantara itu. Aku akan menemukan jalan keluar secepatnya," wajah lelah yang terukir di wajah Paman Indra jelas sekali menandakan bahwa dirinya mulai putus asa walaupun aku tahu ia sama sekali tidak ingin mengumbarnya pada kami.

*****

Dua hari setelahnya, aku sama sekali belum bisa melepaskan bayang-bayang serta bisikan yang terdengar seperti hasutan dari Pak Dirgantara. Sepertinya pria paruh baya itu sudah menjadi momok bagiku karena sulitnya untuk melupakan perkataannya tempo hari.

Aku tidak bisa berkonsentrasi saat menghadiri rapat luar biasa yang diadakan di antara para pemegang saham dan investor Rinjani Group. Wajah-wajah mereka semua tidak ada yang tampak bahagia ataupun sumringah. Semuanya sama -dalam keadaan khawatir dan prihatin. Keadaan genting yang menyelimuti Rinjani saat ini tidak akan hanya berdampak pada keluargaku, namun juga pada mereka dan tentu saja para pekerja.

Aku mendengar bahwa bersamaan dengan rapat ini, di luar kantor juga kembali terjadi demo yang menuntut kejelasan. Kondisinya semakin memburuk karena Rinjani sendiri juga tidak bisa memperbaiki sistem kerja bagian keuangan selama masa krisis.

Selama rapat berlangsung, aku seperti berada di neraka. Pemandangan Paman Indra yang selalu didesak oleh semua anggota rapat membuatku begitu sesak, sementara aku sama sekali tidak dapat menolongnya karena tak satupun hal yang bisa kukatakan untuk menjamin bahwa Rinjani Group akan baik-baik saja.

Selesai rapat, kembali ke pemandangan di luar gedung yang membuatku tercengang. Para pekerja yang melakukan aksi demo mengamuk. Mereka mengutuk manajemen Rinjani Group memberikan klarifikasi resmi mengenai runtuhnya tahta kerajaan bisnis Rinjani. Beberapa security maupun staff yang berada di depan gedung berusaha keras untuk memberi pengertian, namun tidak mendapatkan respon yang baik dari para pendemo. Parahnya, bahkan para pekerja berani melempari kaca-kaca gedung dengan telur. Ini merupakan sebuah penghinaan sekaligus teguran keras bagi Rinjani Group.

Napasku tiba-tiba saja meburu dan jantungku berpacu dengan begitu cepat. Pemandangan ini membuatku ingin menangis, namun entah kenapa air mata ini seolah sulit untuk keluar. Sesak di dadaku semakin menjadi. Kali pertama aku melihat kekacauan yang terjadi pada perusahaanku sendiri dan saat itu juga aku berpikir bahwa tidak ada cara lain. Akulah kunci jawaban dari semua masalah ini. Pilihanku hanya satu dan aku harus berani mengambilnya sebagai resiko karena aku telah lalai dalam menjalankan perusahaan.

Aku memutuskan untuk berlari meninggalkan kantor, secepat mungkin untuk sampai pada suatu tempat yang dapat menghentikan penderitaan Rinjani -dan tentunya memulai penderitaanku sendiri. Aku sudah tidak peduli lagi bagaimana nantinya hidupku akan berjalan. Yang aku tahu aku harus merelakannya.

"Saya akan melakukannya. Saya akan melakukan semua yang anda inginkan," kataku dengan napas terengah-engah begitu menemui Pak Dirgantara di markas besarnya.

Pak Dirgantara tersenyum sinis dan terlihat puas dengan kemenangannya. "Aku sudah memprediksi ini akan terjadi, Nona Kinara. Selamat datang di keluarga Satria Pratama."

"Saya akan melakukannya. Tapi saya mohon agar anda merahasiakan kesepakatan ini dari putra anda,"

Ia mengangguk mantap dan senyuman lebarnya memberi keyakinan padaku bahwa ia juga memikirkan hal yang sama. "Tentu saja. Hanya kau dan aku serta Pamanmu yang tahu tentang hal ini. Aku akan mengatur agar putraku sama sekali tidak akan mencurigai apapun soal kesepakatan kita."

_To be continue_

Bibi Prita

Karina Larasati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Karina Larasati

Karina Larasati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
UNEXPECTED LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang