Akhirnya aku sampai di restoran khas Korea yang sudah ditentukan oleh Pak Dirgantara. Ketika kedua kakiku melangkah masuk ke dalam, nuansa pertama yang aku tangkap dari restoran ini adalah kesan sederhana namun nyaman. Awalnya aku pikir Pak Dirgantara akan mereservasi restoran Western bergaya mewah. Hmmm, tapi aku cukup terkesan karena sesungguhnya sudah lama juga aku tidak menikmati makanan khas Korea, lidahku ini sudah sangat terbiasa dengan makanan Indonesia. Dan aku pikir begitu pula dengan Deka, selama ia tinggal di Kanada pasti agak sulit untuk menemukan makanan khas negara kelahirannya itu.
Kemudian aku diantar oleh seorang pelayan di sana menuju salah satu bilik yang dirancang khusus untuk para pengunjung VIP.
Deka sudah berada di sana, duduk menunggu sambil sibuk memainkan ponselnya sendiri. Hanya ada dirinya, itu berarti aku memang harus berusaha keras agar terlihat nyaman bersamanya.
"Maaf aku terlambat. Tadi jalan cukup macet," kataku dengan tenang sambil mengambil posisi duduk di hadapannya. Deka mengangkat kepalanya yang semula tertunduk karena fokus pada ponselnya.
Pria itu tersenyum, meski tak begitu lama namun itu adalah senyuman pertama yang diberikannya padaku tanpa embel-embel seringaian atau ejekan di wajahnya. Senyumnya seperti tulus. Aku tahu Deka sedang berusaha bersikap baik untuk memulai acara makan malam ini, walau aku tahu sebenarnya ia nyaris bosan ketika menunggu lama kedatanganku tadi.
Deka manatapku, seperti menilik atau mencari sesuatu yang salah dalam diriku. Ia memberikanku tatapan yang mungkin saja dapat melumerkan sebuah cokelat dalam sekejap. Aku balik menatapnya, lebih tepatnya mengaguminya yang memang selalu terlihat tampan dan kali ini cukup terlihat istimewa dengan balutan jas motif kotak-kotak berwarna abu-abu dan rambut yang ditata rapi ke belakang. Aku ingin mengatakan kalau Deka selalu mempunyai nilai lebih di mataku tapi hanya secara visual, masih sulit untukku memberinya nilai positif atas sikapnya itu.
"Haruskah kita mengikuti remaja-remaja pada umumnya ketika berkencan? Seperti kau yang terlambat pada kencan pertamamu," ajaibnya Deka berkata seperti itu tanpa ada kesan sinis dari intonasi bicaranya.
"Jadi kau menganggap ini sebuah kencan?" Kataku cuek tak bermaksud untuk menantangnya. "Tidak buruk juga. Aku pikir kau sudah lupa bagaimana caranya berkencan ala remaja Indonesia atau Korea mungkin? Karena kau terlalu lama tinggal di Kanada,"
Perkataanku tadi sepertinya tak mengandung unsur komedi, tetapi ia malah tertawa singkat. Dan wajahnya pun sedikit berkurang kekakuannya. Semoga saja pertemuan kami kali ini tidak akan berujung pada perdebatan atau mungkin pertengkaran yang tidak perlu.
Buku menu yang memiliki tampilan cukup menarik itu seharusnya membuatku tidak sabar untuk melihat-lihat menu makanan apa saja yang terdapat di sana. Namun, entah mengapa aku malah agak bingung.
"Apa kau tidak suka menu makanan di sini? Atau kau bingung ingin memesan yang mana?" Aku cukup tersentak mendengar suara Deka. Tampaknya ia melihat jelas kerutan di keningku ketika membaca buku menu. "Kau baik-baik saja, Kinara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED LOVE
FanfictionDemi menyelamatkan perusahaan yang diwariskan ayahnya, Kinara terpaksa berkrompromi dengan "iblis" berwujud pria setengah baya yang sangat menyebalkan. Pilihannya hanya ada satu, menikahi putra dari sang "iblis" atau membiarkan perusahaannya bangkru...