Part 7 - Family Gathering

123 25 0
                                    

Kalau ditanya tentang hal apa yang paling aku benci di dunia ini, maka aku tidak akan menjawabnya dengan pernyataan klise seperti benci menunggu, benci makan sayuran, atau benci karena patah hati. Aku akan menjawab dengan sangat tegas bahwa aku benci ketika harus berada di dalam situasi yang rumit karena dilema. Aku merasa seperti tidak punya pilihan padahal aku memiliki beberapa pilihan yang sudah melambai-lambaikan tangan untuk kupilih.

Apa yang harus kulakukan jika aku menjadi terjepit di antara dua pihak berlawanan yang sama-sama terkait denganku dan membutuhkanku untuk menjalankan keinginan mereka? Jika aku tidak membuat keputusan yang tepat, maka aku yang akan hancur. Tetapi untuk menentukan keputusan yang tepat itu tidaklah mudah jika aku sendiri tidak tahu siapa yang lebih baik atau siapa yang lebih menguntungkan bagiku.

Pak Dirgantara, adalah orang pertama yang menjebloskanku ke dalam sebuah perjanjian yang tak mengantarkanku pada sebuah pilihanpun kecuali menurutinya. Dan Dekananda, sebagai objek dalam perjanjian ternyata tak selemah itu untuk survive dalam pusaran permainan ayahnya.

Aku tidak tahu siapa yang harus kupilih, berpihak pada Pak Dirgantara yang menjamin semua rahasiaku tetap aman, atau menerima pinangan Deka sebagai 'partner' untuk sebuah rencana yang belum diungkapkannya padaku.

Melakukan pengamatan adalah satu-satunya jalan yang saat ini harus kulakukan sebelum membuat keputusan. Untuk sementara sebelum semua kedok kuketahui, akan lebih baik kalau aku tetap menjalankan apa yang sudah kusiapkan sebagai penangkal dari kemungkinan terburuk yang mungkin akan muncul. Yaitu, aku akan bersikap netral dan menjalankan apa yang sudah disepakati tanpa ada misi tambahan dari Pak Dirgantara.

"Bagaimana acara kencan kalian semalam?" Sudah pasti itu adalah pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh Pak Dirgantara ketika memanggilku ke ruangan kerja pribadinya. Sedikit mengejutkan karena ternyata juga ada Deka di sana.

"Semuanya lancar, sedikit banyak aku mulai mengenali Kinara," jawab Deka sementara aku mengangguk dan memberi kesan padanya bahwa aku akan menjawab hal yang sama.

Pak Dirgantara tersenyum, ia tampak mempercayai apa yang kami tunjukkan melalui ekspresi wajahnya, tidak ada kesan tegang atau menyembunyikan sesuatu.

"Ya Tuhan, haruskah ayah mencampuri urusan kencan kami? Tidak cukupkah dengan idel konyol perjodohan itu?" Celetuk Deka kemudian. Jika nada bicaranya seperti itu, aku ingin tertawa karena Deka lebih mirip anak kecil yang menggerutu. Atau mungkin saja Deka adalah seorang pria yang memiliki sisi kekanakan yang sama sekali tak disadari dan juga tak ingin ditunjukkannya terang-terangan.

"Kalau tidak begini, aku yakin kalian berdua akan tetap menjadi orang asing yang baru saja bertatap muka." Pak Dirgantara menggeleng-geleng remeh sambil mengangkat sebelah alisnya. "Tapi sepertinya kalian memang bisa diharapkan untuk menjadi pasangan yang serasi."

Aku memutar bola mata, ingin sekali aku menertawai pernyataan Pak Dirgantara tadi. Pasangan serasi katanya? Terserahlah. Mungkin akan tampak sempurna jika orang lain memandang aku dan Deka sebagai pasangan spektakuler abad ini.

Helaan napas Pak Dirgantara terdengar lirih. Aku melihatnya sedang bertatapan dengan Deka, tapi entah mengapa aku tidak merasakan ada kehangatan di dalamnya. Seharusnya seorang ayah bisa menunjukkan rasa cintanya kepada sang anak begitupun sebaliknya. Mungkin hubungan mereka yang buruk menjadi sebab utama dan ini semakin membuatku menjadi penasaran apa yang menjadi penyebab utama keretakan hubungan ayah dan anak ini.

"Aku memanggil kalian ke sini untuk memberi tahukan acara makan siang bersama seluruh keluarga Satria Pratama, dengan istri dan anakku yang lainnya. Dan Kinara, aku harap kau bisa memberikan kesan yang baik terhadap calon ibu mertua dan adik iparmu."

UNEXPECTED LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang