"Nah, dibilang kita tuh jodoh. Buktinya, ketemu lagi di sini. Ternyata kita satu kampus, ya? By the way, siapa nama lo?""Bodo amat!" Gadis bertubuh mungil itu pergi. Ia mengerucutkan bibir, sebab tak senang kugoda terus.
"Lah, Mbak. Lo masih belum maafin kejadian di jalan tadi? Gue nggak sengaja nabrak motor lo. Sumpah!"
Aku nyengir kuda, dan dia masih cemberut. Sial! Judesnya ini cewek, untung cantik.
"Mbak! Tunggu! Nama lo siapa?" Terlalu bersemangat. Nyaris nggak sadar kalau di depan langkah ada kulit pisang dan ....
"Aargh! Sial! Kepeleset kan gue."
Gadis itu memutar kepalanya, diiringi rambut yang sedikit tertiup angin. Ia tertawa puas sambil mengibarkan mahkota legamnya.
"Ternyata Tuhan begitu cepat membalas kesalahanmu tadi pagi, ya," ucapnya meledek.
Aku pun bangkit, lalu terjatuh lagi. Bangkit lagi, dan terjatuh lagi. Begitu terus, lelah, tapi siapa yang mau hidup setiap hari dengan kondisi seperti ini.
Sial! Sedikit emosi, sambil meninju lantai.
Pertemuan dengan gadis tadi, seolah membawa semangat tersendiri untukku. Berawal dari motornya yang ngerem mendadak, lalu tak sengaja kutabrak. Ia marah-marah tak jelas ala cewek PMS di jalanan.
Menyebalkan? Jelas! Hanya saja, pesonanya terlalu kuat meluluhkan hati ini. Gadis mungil yang tingginya tak lebih dari sebatas dagu. Dengan rambut hitam terurai, dan gaya bicara yang ceplas-ceplos.
Menggemaskan, dan ternyata kami kuliah di kampus yang sama. Inikah jodoh? Secepat itu? Bahkan usiaku baru menginjak dua puluh satu tahun. Sangat terlambat sebenarnya untuk memulai kuliah. Yah ... namanya pemalas.
Klung ... klung.
Panggilan suara dari Abang.
[Ya, Bang. Gue udah di kampus.]
[Kuliah lo yang bener. Jangan aneh-aneh lagi.]
[Iye, Bang.]
Panggilan pun kumatikan, lalu memasukkan ponsel ke saku. Mengeluarkannya lagi, masukkan lagi, begitu seterusnya. Orang akan pikir aku gila, tapi ada suatu alasan yang membuatku melakukan hal berulang-ulang.
Akhirnya, sampai juga di kelas psikologi dasar. Yap, Abang memintaku untuk memilih jurusan psikologi. Ada alasan khusus mengapa Abang begitu antusias. Ingatkah kalian dengan kejadian barusan? Di mana aku beberapa kali memasukkan lalu mengeluarkan ponsel kembali dari saku.
Aku penderita OCD (Obsessive Compulsive Disorder), di mana salah satu gejalanya adalah mengulang suatu pekerjaan. Bahkan, mandi saja bisa memakan waktu tiga puluh menit. Karena aku harus serba mengulang semuanya. Menyiram air berulang kali, sabunan berulang kali. Lelah bukan?
"Halo ... selamat pagi teman-teman," sapa seorang gadis mungil yang kugoda pagi ini.
Aku berusaha memanggilnya, tapi sepertinya ia tak sadar. Mahasiswa di sini cukup banyak, sekitar empat puluhan.
"Selamat datang di kelas Psikologi Dasar. Perkenalkan, saya asisten dosen khusus mata kuliah Psikologi Dasar. Nama saya Sekar Arimbi. Jadi, selama satu semester ini ... saya yang akan menggantikan Pak Joko untuk mengisi mata kuliah di sini."
Gadis yang sangat enerjik, penuh senyum riang. Nggak akan ada yang sangka kalau dia ini asisten dosen, kirain mahasiswa sepertiku.
"Halo, Mbak Sekar cantik." Aku berusaha menyapa, dan gadis itu pun sadar. "Sampai di kelas pun ketemu lagi, emang dasar jodoh. Kirain kamu mahasiswa, ternyata dosen. Hebat, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mbak Dosen Imut
RomanceJoddy Prayata (21 tahun) mahasiswa penderita OCD (Obsessive Compulsive Disorder) yang jatuh cinta pada asisten dosennya sendiri, yaitu Sekar Arimbi (24 tahun). Sebagai penderita gangguan jiwa OCD, Joddy kerap kali melakukan suatu aktivitas berulang...