Siang itu panas tiada terkira, maklum kosan Lia tidak ber-AC. Biasanya Lia mengambil sidejob di weekend, tapi kali ini dia harus mendengarkan Mat. Setelah sakit, atau tepatnya setelah jadi her boyfriend, Mat makin bawel. Dia melarang Lia mengambil kerja di luar kerjaannya di kedutaan. Sakitnya bisa kambuh, itu alasannya.
Lia harus mencuci beberapa bajunya. Stok baju gantinya semakin menipis, apalagi sakit membuat dia tidak berdaya. Tiba-tiba bunyi sms masuk.
Hey My girl, I'm feeling not good. I think i'll be sick. If u were here...
Lia tersenyum.
Hey, really? I'll be there.. But... I don't know where you are, Mr... :(
Lia baru ingat kalau dia belum sekalipun menginjakkan kaki di apartemennya Mat.
I don't believe you still call me that name. :( As I said, just call me MAT!! You must be here,Apartemen Sudirman Parktower A 21 BC..
***
Lia sekarang sudah berada di depan gedung tinggi itu, Apartemen Sudirman Park. Dia terlihat kebingungan. Seorang Satpam menghampirinya.
"Selamat siang, maaf ada yang bisa saya bantu, Bu?"
"Saya mau bertemu Mr. Matthew."
"Oh, iya tadi beliau titip pesan. Ayo silakan," ujar satpam sambil sedikit menyelidik tampilan Lia.
Lia mengikuti satpam tersebut menuju sebuah lift yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan kartu.
"Nanti ibu naik saja ke lantai 21, belok kanan paling ujung."
"Iya, terima kasih banyak, Pak," Lia tersenyum.
Lia menuju lantai 21 dengan sedikit rasa tidak percaya diri. Tentu saja akan ada banyak perbedaan di antara mereka. Jangankan soal tempat tinggal, soal penampilan saja jauh berbeda. Kalau keduanya jalan bareng, tentu banyak yang melirik terkagum pada Mat, dan mencibir padanya. Lia menyadari itu.
Sampai di lantai 21, Lia berjalan sesuai petunjuk dari satpam tadi, dan sampai lah di depan kamar 21BC. Lia mengetuk perlahan, tidak ada yang membuka, bahkan mungkin seperti tidak ada kehidupan di dalam. Tiba-tiba ada sms masuk.
Come in..
Lia membuka pintu perlahan dan mengamati isi di dalam apartemen itu. Ruangan yang sangat luas dengan berbagai perabotan mewah. Tiba-tiba matanya tertuju ke sofa, Mat bergulung selimut tebal di sana. Rambutnya acak-acakan, tapi tetap tampan.
"Lama sekali kamu datang. Saya sampai kesal menunggu."
"Maaf Mr., saya tadi tersesat, hampir saja tidak menemukan apartemen ini."
"Hey, jangan panggil saya Mr! Saya sudah mengingatkan kamu."
"OK OK, sorry... Mmmat," jawab Lia ragu, takut terdengar tidak sopan.
"Terdengar lebih baik, " Ujar Mat. "Kamu kesini, kenapa berdiri di pintu?"
Lia baru ingat kalau dia dari tadi tidak beringsut masuk. Lia menghampiri Mat perlahan dan kemudian duduk di sofa kecil di depan sofa yang ditiduri Mat.
"Come on, My girl. Jangan bercanda. Duduk di sini. "
Lia berpindah dengan hati-hati, dia tetap jaga jarak aman.
"Itu masih jauh, ayo mendekat lagi," Wajah Mat tampak bete, bibirnya manyun.
"Iya, iya Mat," Lia mendekat lagi, dan tidak lama tangan Mat sudah memegang tangannya, "Mat!", Mat tampak tidak peduli, tangannya tetap menggenggam tangan Lia yang tampak meronta. Mat terpejam dan tampak tidak peduli dengan Lia yang risih. Tak hanya sampai di situ, Mat menuntun tangan Lia menuju keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Memilih Warna
Teen FictionGadis kampung dan cowok bule bertemu atas nama cinta. Well, terdengar agak mustahil. Tapi itulah yang terjadi pada Lia dan Matthew. Matthew sangat terpesona pada sosok Lia, sementara Lia masih berpikir pria bule itu sama semua, penganut free sex, ta...