Ada kalanya bintang itu berhenti bersinar. Ya, ketika ada bintang lain di dekatnya yang lebih terang.
***
Seperti biasa, jam istirahat adalah jam Mat mendatangi Lia di pantry. Sebetulnya hubungan di antara mereka masih rahasia, bahkan Elin, Santi dan Andri pun belum tahu apa sebenarnya hubungan keduanya, meskipun pertanyaan itu sering muncul di pikiran mereka melihat begitu dekatnya kedua sejoli ini. Ketika Lia ditanya perihal hubungannya, Lia cuma menjawab kalau Mat sedang memiliki program untuk suatu pekerjaan sosialnya dan Lia diminta menjadi narasumber. Jawaban yang sedikit aneh, pikir Lia. Yah bohong sedikit mungkin tidak mengapa ketimbang kantor ini menjadi heboh.
Mat menatap Lia dalam, cukup untuk membuat Lia tersipu.
"Saya mau membicarakan sesuatu," Mat menelan ludah sesaat. "Keluarga saya akan datang ke Jakarta akhir pekan ini, yah mungkin menginap seminggu atau 2 minggu."
Lia menghentikan suapannya. Ada ketegangan di wajahnya.
"Wah, siapa saja yang akan datang, Mr.?" Lia menggunakan panggilan itu khusus di kantor.
"Mungkin Shane kakak saya, Dan adik saya, dan Mama."
"Saya tidak perlu datang menemui mereka, kan?"
"Hmm.. Seharusnya kamu menemui mereka. Nanti saya pasti memberitahu mereka soal kamu."
"Jangan dulu lah, Mat. Hubungan kita saja baru kemarin."
"Mumpung mereka di sini," Mat meneruskan suapannya.
Obrolan mereka terhenti, Elin dan Andri masuk.
***
Sudah 3 hari Mat di luar kota, Lia merasa ada perubahan pada sikap Mat. Entahlah, seperti selalu ingin segera mengakhiri percakapan ketika di telepon. Mungkin sibuk, alasan itu yang terus dipakai Lia. Ya, daripada suudzon, pikirnya.
Seharusnya hari ini Mat kembali ke kantor tapi Elin bilang kalau dia tidak melihat Mat di ruangannya, dan kemudian Lia baru tahu kalau Mat mengambil cuti hari jumat itu. Keluarganya akan datang besok, pasti dia harus mempersiapkan kebutuhan mereka sesampainya di Jakarta, pikir Lia. Tapi kenapa dia tidak dilibatkan, bahkan untuk hanya sekedar diberitahu, pikiran hitamnya mencoba mempengaruhi.
Lia berupaya konsentrasi terhadap pekerjaannya, tapi nihil. Mau tidak mau fokusnya kini terbelah, dan hatinya terus memaksa mempengaruhi otaknya. Dia sudah coba berupaya menghubungi Mat, tapi telepon tidak diangkat, bahkan SMS yang dia kirim 3 jam yang lalu pun belum mendapat balasan.
Jam menunjukkan pukul 4 sore, Lia terduduk di tangga dengan memegangi gagang lap pel. Matanya menatap kosong. Ada berbagai keraguan yang mulai muncul di kepalanya akhir-akhir ini.
"Hey, ngelamun kamu."
"Eh, San. Ngagetin aja."
"Mikirin apa sih, udah jam pulang tuh," Santi menunjuk jam di dinding di atas sebuah lukisan dan dia benar, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore lebih.
"Aduh, iya gak kerasa. Ya udah kita pulang bareng yuk."
"Tumben, biasanya susah diajak pulang bareng."
"Ya kan kamu selalu pulang jam 5 tepat, San. Sementara saya kadang magrib baru keluar."
Sementara Lia bisa melupakan masalah hatinya, atau paling tidak Lia bisa sedikit curhat mengenai hal ini kepada Santi. Tapi tidak, hubungan di antara mereka saja masih rahasia.
Lia segera kembali ke pantry dan bersiap. Keduanya pulang menggunakan motor Santi.
***
Hey Mat. Apakah keluargamu sudah datang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Memilih Warna
Novela JuvenilGadis kampung dan cowok bule bertemu atas nama cinta. Well, terdengar agak mustahil. Tapi itulah yang terjadi pada Lia dan Matthew. Matthew sangat terpesona pada sosok Lia, sementara Lia masih berpikir pria bule itu sama semua, penganut free sex, ta...