Minseok pov.
Aku mengetuk pintu itu dengan perlahan, mencoba tenang yang nyatanya tidak demikian. Hasratku untuk bertemu dengan Sehun begitu menggebu, membuat perasaanku sulit untuk menahan rasa rindu.
Rindu, pemilik suara lembut itu tak pernah berhenti membisikkan kata cinta untukku. Ia selalu bercerita kegiatannya hari ini dengan keceriaan dan tawanya yang terasa menentramkan jiwa. Oh Tuhan, ada apa dengan diriku ini? sulit bagiku untuk percaya jika aku merasakan jatuh pada hati seseorang selain Luhan.
Tidak perlu menunggu lama, pintu bercat putih itu pun terbuka, menampakkan pria yang begitu aku puja saat ini. "Halo Sehun," sapaku padanya, "Bolehkah aku mengunjungimu?"
Sehun terlihat kikuk, begitu lucu. "Oh ... Minseok Hyung, masuklah." Ucapnya sambil mempersilahkan aku untuk masuk.
"Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu."
Aku menahan tangan itu, "Tidak perlu, Hunie. Aku kemari hanya ingin bertemu denganmu."
Sehun tak menjawab, raut wajahnya seperti kebingungan.
"Bagaimana keadaan noonamu sekarang, hm? sudah lama aku tak bertemu dengannya." Tanpa menunggu jawaban Sehun, segera aku berdiri dan dengan lancang berjalan masuk ke dalam ruangan tengah, mataku terus mencari keberadaan wanita penganggu itu. Hasratku semakin memaksa untuk terus mencari, hingga akhirnya kudapati dia tengah asik menikmati buah di teras belakang.
"Hyung, tunggu!" Sehun berusaha mencegahku, ia menarik lenganku cukup keras. "Kau mau apa?" tanyanya begitu menekan.
"Aku hanya ingin menemuinya, Hunie. Memangnya tidak boleh?"
"Bukan begitu, tapi noonaku tidak suka dengan kedatangan orang asing."
"Orang asing? maksudmu apa?!" ucapku sedikit membentaknya.
Sehun enggan melepaskan cengkramannya di tanganku, bahkan kini semakin kuat. Sorot matanya begitu tajam padaku, seakan murka terhadap apa yang ku lakukan sekarang.
"Noonaku masih sangat membencimu, aku tidak ingin mentalnya kembali terganggu. Aku mohon, Minseok Hyung." Kali ini Sehun berbicara dengan nada yang cukup tinggi, aku tahu jika ia betul-betul murka padaku. Aku pun senang melihatnya.
"Lalu kenapa jika hal itu terjadi? bukankah itu akan semakin mempercepat pertemuannya dengan Tuhan?" Aku tersenyum, ingin tahu apa reaksi dari perkataanku barusan.
Dan,
Sehun menamparku,
cukup keras.
"Brengsek!"
Brengsek? dia menyebutku brengsek? bajingan!
Dengan keras aku menendangnya, hingga punggung itu membentur tembok dinding. Aku menatapnya tajam, tak suka dengan sebutan yang baru saja ia lontarkan padaku. Meskipun aku sangat menyukainya, tapi itu tidak dapat menggantikan kemarahanku padanya.
"Kau mengataiku brengsek, sayang?"
"IYA! KAU MEMANG BRENGSEK, PEMBUNUH!!"
Sial! Sehun semakin membuatku marah.
"Kau pikir aku benar-benar mencintaimu lagi, Minseok? cih! bahkan memaafkanmu saja rasanya tidak mungkin! selama ini aku hanya berpura-pura agar kau bisa percaya padaku. Tempo hari, detektif Park mendatangiku dan bertanya banyak hal tentangmu. Kau ternyata kabur dan membawa Kyungsoo hyung lalu menjadikannya seorang pembunuh keji sepertimu!"
Aku bertepuk tangan, memandang Sehun yang kini menatap penuh benci padaku. "Aku tahu ... aku tahu itu, Sehun. Tak perlu kau jelaskan semuanya padaku. Aku tahu sejak awal, aku tahu kau selalu mengikutiku kemanapun. AKU TAHU ITU!!!" Aku menarik kerah bajunya, mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Amarahku begitu menguasai saat ini. Aku benci keadaan ini, aku benci perkataan Sehun padaku.