dr. Powel's room, The Cons Hospital — New York City
Madyan duduk dengan santai sambil menumpangkan kedua kakinya di atas meja kerja Ryan. Ia melipat kedua tangannya di atas dada dan menyenderkan punggungnya ke senderan kursi. Ryan yang sedang menatap Madyan dari sofaa hanya menggelengkan kepalanya, ia sempat tidak percaya dengan kelakukan Madyan yang bisa dibilang sedikit tidak sopan. Tapi untungnya ia sudah terbiasa dengan segala sikap Madyan yang selalu di luar dugaan akal manusia."Sudah berapa lama kau bekerja di sini?" tanya Madyan berusaha untuk basa – basi.
"Sudah lama, setelah lulus aku langsung bekerja di sini."
Madyan menganggukan kepalanya tanda mengerti .
"Bisakah kau menyingkirkan kakimu dari mejaku. Kau akan mengotorinya, Joye!"
Joye menggelengkan kepalanya.
"Masuk dengan seenaknya ke ruanganku dan dengan tidak tahu malunya duduk di kursiku kemudian mengacak berkas – berkas pasienku. Ternyata kau tidak berubah, Joye "
"Dan kau juga tidak berubah sedikitpun. Kau masih tetap tampan, Ryan Powel."
Ryan menatapnya denga seulas senyum terukir di wajah tampannya. Ia merasa bahagia dengan alasan yang begitu sederhana. Madyan mengenalinya.
"Kau mengingatku?"
"Tidak, aku hanya asal bicara saja," jawabnya. Ia menurunkan kakinya dan berjalan menuju Sofa yang terletak di depan Ryan dengan sebuah map berwarna merah di tangannya.
Setelah ia berhasil duduk di depan Ryan ia melemparkan map itu ke atas meja yang memisahkan sofa yang ia duduki dengan sofa yang Ryan duduki. Ryan yang tidak mengerti maksudnya hanya mengerutkan keningnya dan menatap Madyan dengan penuh tanda tanya.
"Berkas tentang latar belakang dan semua data yang menyangkut tentang diriku. Karena sekarang aku berada di Tim bedahmu jadi aku menyerahkannya kepadamu. Kau boleh membacanya tapi nanti saat tidak ada orang yang bersamamu. Aku akan membunuhmu jika ada orang lain yang membacanya selain dirimu."
"Wow! aku merasa tersanjung menerimanya, dr. Joye." Dengan senang hati Ryan mencondongkan badannya ke depan dan tangannya terulur untuk mengambil map berwarna merah itu.
"Panggil aku dr. Deuthcer, itu nama keluargaku." Madyan mengoreksinya. "Sebenarnya aku tidak pernah menyerahkan data apapun tentang diriku saat bekerja di manapun tapi sepertinya kali ini pengecualian karena kau." Madyan sangat tulus saat mengucapkannya. Karena ia merasa lega mempunyai seseorang yang dikenalnya di Rumah sakit ini jadi ia tidak perlu merasa kesepian walaupun sebenarnya ia lebih suka menyendiri.
"Kau tahu, Joye? Aku bahkan bisa mendapatkan uang dua kali lipat darii gaji satu tahunku di rumah sakit ini jika membocorkan datamu kepada media. Aku sedang berusaha menahan diriku dari godaan setan." Ryan tersenyum jahil dan dengan refleks Madyan mengangkat kepalan tangannya ke udara dan mengacungkannya ke arah Ryan.
"Kau mau mati?"
Madyan tertawa geli.
"Dan tadi kau bilang apa? Nama keluargamu?" tanya Ryan untuk memastikan.
"Deuthcer, Madyan Deuthcer atau yang lebih lengkapnya Madyan Joye Deuthcer, itu namaku," jelas Madyan, sebenarnya ia tidak ingin mengungkap tentang keluarganya tapi kali ini otak gilanya memikirkan sesuatu yang sangat ekstrem tentang nama itu. Ia memiliki rencana dengan menyandang nama keluarga yang diinginkan setiap orang setelah nama Constain tentu saja.
Ah! Ia merasa sangat bersemangat dengan nama itu. Ia akan bermain – main sedikit dengan orang – orang di kota ini.
Ryan beranjak dari duduknya, ia memandang horor ke arah Madyan.
"Duduklah! Jangan menatapku seperti itu! paras tampanmu akan hilang jika terus berekspresi seperti itu."
"Apakah nama Deuthcer- mu itu sama dengan Deuthcer yang sedang aku pikirkan?"
Madyan mengerutkan dahinya sedikit "Kalau yang kau pikirkan adalah William Deuthcer maka jawabannya iya, aku anak sulungnya."
Ekspresi Ryan semakin menjadi – jadi, hilang sudah segala wibawa yang ia punya. Lihatlah wajah konyolnya sekarang.
"WOW! Sepertinya kau dilahirkan dalam mood yang bagus, Joye."
"Duduk!"
Seperti yang terhipnotis Ryan langsung mengambil posisi duduk kembali. "Aku sedang merasa iri dengki kepadamu."
"Kenapa?"
"Ini gila, Joye! Siapa sangka bahwa Joye si dokter bedah legendaris itu adalah seorang Deuthcer, jika saja dunia tahu maka ini akan menjadi berita yang sangat – sangat menggemparkan."
Madyan memutar bola matanya malas, melihat bagaimana tatapan mata Ryan yang seolah sangat mengidolakan nama keluarganya. "Tidak ada yang spesial dengan nama sialan itu, Ryan."
Mata Ryan menyipit "Aku mendengar nada ketidaksukaan dari cara kau berbicara."
"Percayalah, tidak ada yang bisa dibanggakan menjadi salah satu bagian dari keluarga itu."
"Apa maksudmu tidak ada, Joye? Ini Deuthcer, gila saja. Semua orang ingin menyandang nama itu."
"Berarti semua orang itu gila."
"Oke terserah kau saja." Akhirnya Ryan menyerah. "Lalu, apa yang kau lakukan disini?"
Madyan mengambil ponsel dari balik saku celana jeans-nya sambil menjawab pertanyaan Ryan "Maksudmu?"
"Apa yang sedang dilakukan seorang Deuthcer di wiliyah kekuasaan Constain?"
Gerakan Madyan yang sedang mengetik sebuah pesan tiba – tiba berhenti, ternyata ia melupakan sesuatu yang penting. Deuthcer dan Constain adalah musuh besar secara turun-temurun dari zaman dahulu. Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika dua penguasa perekonomian dunia itu memiliki hubungan yang sangat tidak harmonis. Dan itu juga yang membuatnya berpisah secara tidak harmonis juga dengan si brengsek itu. Dan perkataan Ryan sangat benar, apa yang ia sedang lakukan disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M JOYE
Romance(18+) Joye adalah seorang legenda dalam dunia kedokteran, ia menjadi incaran seluruh rumah sakit di dunia. Orang - orang tidak mengetahui bahwa ia menyandang nama Deuthcer yang merupakan salah satu keluarga terkaya dan paling berpengaruh di dunia...