I am here
________________
a/n. inti cerita nih, perhatiin ...
"Selalu kayak gini kah setiap habis operasi?" tanyaku teringat pertemuan pertama kami di balkon ini, ia mungkin sedang 'melarikan diri' juga saat itu. Reno menggeleng.
"Cuma di beberapa operasi yang eventful aja."
"Berarti ... Operasi hari ini ngingetin sama sesuatu ya?" Ia mengangguk.
Aku menyodorkan kopi hangat yang telah kubeli tadi ke arahnya.
"Tau gini, tadi aku beli susu aja ya? Katanya lebih bisa nenangin. Tapi kemarin aku liat Mas suka kopi hitam, jadi ..."
Ia mengangkat kepalanya untuk menatapku, sehingga aku berhenti meracau. Balas menatapnya, napasku tertahan saat menangkap sorot kelelahan dari kedua matanya yang tampak kemerahan dan menggelap di bagian bawah kelopak matanya itu. Bagaimanalah tidak lelah, si Bapak muda ini, tiba-tiba harus menyesuaikan diri di sebuah kota yang asing mengurus putrinya 'sendirian'. Tanpa istri, tanpa keluarga atau sahabat. Ia juga harus bekerja di lebih dari satu rumah sakit sebagai dokter dengan jam kerja dan stressor tinggi. Belum lagi bayangan masa lalu yang entah kenapa masih menghantuinya sampai ke sini.
"Nggak papa, terima kasih ya ..."
Melihat sepertinya aku tidak akan diusir olehnya dalam waktu dekat, aku pun memberanikan diri ikut duduk berjarak dua meter di hadapannya.
"Capek, ya?"
Reno memiringkan kepalanya, tersenyum kecil dan mengangguk lagi.
"Mau cerita nggak? You look like you want to talk to someone." Aku menyunggingkan bibirku setelah mengembalikan kalimatnya untukku dulu di sini.
"Janji ..."
"Ya?" tanyaku ketika ia tidak melanjutkan kata-katanya.
"Janji kamu nggak akan nge-judge sampai aku selesai cerita."
Aku mengangguk. Kemudian ia menyesap kopi hitam dari gelas kertas yang digenggamnya, dan menoleh ke arah luar,
"Awalnya ... aku nggak tau apa yang sebenarnya nunggu di balik tawaran dokter Syahrial buat nikahin anaknya. It's just ... too good to be true aja gitu. Ayesha itu cantik, pinter, baik ... you know lah, kualitas Putri Indonesia banget. Jadi nggak ada alasan aku buat nolak durian runtuh, apalagi waktu itu aku memang lagi butuh sesuatu, atau seseorang buat mengalihkan sakit hati aku.
Long story short, setelah melewati satu tahun masa-masa bahagia pernikahan -dan si Taya udah mau lahir waktu itu- mertuaku sakit. Subdural hematom kronis, kemungkinan gara-gara konsumsi antikoagulan jangka panjang buat sakit jantung beliau. Jadi waktu itu, tanpa pikir panjang, dengan bodohnya aku nyanggupin aja gitu permintaan mereka buat operasi Ibu. Aku nggak mikirin komplikasinya, aku nggak mikirin conflict interest-nya, yang aku pikir waktu itu pokoknya ini prosedur simple, sudah sering aku kerjain, nggak akan gagal ... oh how wrong I was."
Aku mengernyitkan dahiku,
"Operasinya gagal kah?"
"Nggak!" aku tesentak kaget mendengar suara Reno yang tiba-tiba meninggi itu.
"Nggak ada yang salah awalnya ... itu yang aku bilang buat yakinkan diri berulang kali. Operasinya berhasil, Nadia ... CT scan post-op juga nggak ada masalah. Ibu bahkan masih sempet sadar di ICU pasca operasi."
"What went wrong then?"
"I don't know ... tiba-tiba beberapa hari setelah dipindah ke ruang rawat biasa, beliau penurunan kesadaran. Ada Cessa waktu itu, dia lagi jagain Ibu, dan aku sendiri yang langsung resusitasi saat itu juga. Tapi nggak ketolong ... "
KAMU SEDANG MEMBACA
Primum, Non Nocere (First, Do No Harm)
ChickLit"Kenapa dokter seringnya berjodoh dengan dokter juga?" "Karena dosisnya sesuai." - unknown, medical quotes.