I'll make you remember me
_____________________________
Tell me your dream date.
Candlelight dinner, nonton bioskop, piknik di taman kota, sekedar nge-mall, atau di rumah saja dan memasak untuk 'dia', banyak pilihan yang bisa dilakukan sebenarnya. Di era pra-Reno, atau ... well ... di era-Kiano, my dream date was simply everything but with Kiano in it. Aku tidak terlalu mempermasalahkan akan ke mana atau apa aktivitasnya, asal dengan Kak Ian, aku sudah cukup bahagia.
Tapi, bahkan di era Kiano itu, kalau ada yang bilang padaku bahwa menghabiskan waktu bersama di OK itu termasuk ide nge-date yang memorable, mungkin aku akan menertawakan ide absurd itu. I mean, pasangan normal mana yang betah lama-lama di ruang operasi? –ya ... kecuali koas, dokter, perawat dan paramedis lain yang pasangannya memang di lingkungan yang itu-itu saja. But then again ... mereka memang tidak normal kadang-kadang-.
But here I am now, one hour passed, standing reaaaally close in front of my hot-neurosurgeon-boyfriend, namun bukannya mengenakan dress lengkap dengan high heels dan make-up paripurna yang sudah kupersiapkan dari rumah, I wear this boring scrub clothes lengkap dengan penutup kepala dan maskernya. And instead of watching superhero or romcom movie together, in my really first date with him, we watch an open skull with an exposed ... well ... brain.
What a kickass date ...
"Cantik, deh."
Bukan. Reno bukan sedang memujiku. Ia sedang memuji organ putih keabuan yang memiliki banyak lekuk dengan semburat garis merah serta biru pembuluh darah itu. Bagaimana organ ini bergerak naik turun, seiring denyut nadi yang juga terdengar dari mesin anestesi. Meskipun ini bukan pertama kalinya aku melihat otak secara langsung, tetapi kombinasi antara organ segar di hadapanku dan makhluk Tuhan di sampingku ini mau tak mau membuatku terpana berulang kali.
Aku memastikan senyumku terlihat sampai di mataku dan mengangguk.
"Organ paling penting, tetapi juga paling rapuh." Ucapku pelan.
Reno kemudian menatapku tajam. Do you know? Bahwa mata seseorang bisa terlihat lebih intens saat orang itu mengenakan masker. Dan berbeda dari saat aku mengasisteninya pertama kali dulu, kali ini aku bisa terang-terangan memperhatikan wajahnya dari dekat. Bagaimana ia memiliki bulu mata yang lentik, juga warna iris matanya bukan hitam pekat, tetapi dengan semburat kecoklatan di lingkaran terluarnya. Bahkan aku juga bisa melihat bekas luka berbentuk garis sejajar di bawah alis mata kirinya.
"Betul. Makanya banyak lapisan pelindung, kan? Konsekuensinya, otak ini jadi nggak fleksibel. Kenaikan tekanan intrakranial sedikit, otak nggak bisa apa-apa. Dan lagi ... otak adalah satu-satunya jaringan tubuh yang nggak bisa regenerate. Once it died, ... it will die eventually. So imagine why I value this thing the most."
Aku kembali menatapnya, terpukau. Sementara ia berbicara, kedua tangannya tetap bergerak meng-cauter, mengatasi perdarahan dan sesekali mencungkil tulang tengkorak sedikit demi sedikit. Kalau Reno tidak membalas tatapanku lalu mengedipkan matanya cepat, aku tidak akan sadar bahwa di ruang operasi ini tidak hanya ada kami berdua saja. Lupa bahwa di hadapan kami juga ada pasien yang tertidur dalam, juga dua perawat asisten, juga satu orang dokter anestesi serta perawat anestesi yang juga mendampingi jalannya operasi.
Iya, seharusnya kami memang tidak di sini. Reno sudah merencanakan acara nge-date ini beberapa hari sebelumnya. Ketika ia mencocokkan jadwal kosong belajar kelompokku dengan jadwal off-call-nya, dan bahkan setelah Mama bersikeras meminta Taya ditinggal di rumah saja dengan beliau. Namun di tengah perjalanan menuju ke tempat tujuan –yang masih Reno rahasiakan-, tiba-tiba LCD monitor di mobil menunjukkan adanya panggilan masuk. Karena handphone Reno terkoneksi dengan audio mobil, otomatis suara si penelepon terdengar juga olehku melalui speaker. Kubaca lagi nama yang tertera di LCD, dr Ezra SpBS.
![](https://img.wattpad.com/cover/128913330-288-k170093.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Primum, Non Nocere (First, Do No Harm)
ChickLit"Kenapa dokter seringnya berjodoh dengan dokter juga?" "Karena dosisnya sesuai." - unknown, medical quotes.