if you wish to be loved, love.
___________________________
a/n. Persembahan buat sahabat aku : Iyas khoe-nyak, yang ternyata baca & ngikutin cerita ini diem-diem. nyooooh ....
Aku memperhatikan gerak-gerik pria di hadapanku, menikmati pemandangan ini dari seberang meja, bagaikan seorang fangirl yang sedang mendapatkan durian runtuh dalam event 'one day with my Idol'. Bagaimana dahinya sedikit berkerut ketika sedang serius berkutat dengan pekerjaan di hadapannya. Aku pernah sekali melihat ekspresi itu ketika berdiri di sebelahnya beberapa bulan lalu, mengasisteninya membedah kepala manusia. Dan baru kuketahui ternyata ia juga bisa seserius ini meski hanya sedang melipat kertas menjadi pesawat terbang untuk Elbiel yang menunggu dengan setia di sampingnya.
"Selesai. Nih ..." Reno merapikan tepi-tepi pesawat kertas itu sebelum menerbangkannya. Dan demi melihat pesawat kertas itu terbang melayang -sebelum akhirnya jatuh ke lantai-, wajah Elbiel yang sedari tadi berkerut penasaran langsung berubah sumringah.
"Wuaaaaahhh!!" ia berteriak terpukau seakan baru melihat mainan sederhana itu untuk pertama kali. Ia segera berlari meraih pesawat tadi dan ikut menerbangkannya.
"Pesawat Ebiel terbang!! Liat tuh! Terbang!! Horeeeee!!" Elbiel pun melonjak-lonjak kegirangan. Aku tersenyum lebar dan menepukkan kedua tangan Attaya yang sedang duduk di pangkuanku dengan kedua tanganku.
"Horeeeee! Elbiel hebaaaat!" seruku ikut menyemangatinya juga.
"Papanya Taya juga hebat. Terima kasih ya, Om. Elbiel suuuuka sekali pesawatnya." Ucap Elbiel menangkupkan kedua tangan di depan dada ke arah Reno, sebelum menerbangkan pesawatnya lagi.
"Sama-sama, El ..." Reno mengusap kepala Elbiel, "manner-nya bagus nih anak." Gumamnya.
"Oh jelas ... dia kan di-les-in kelas kepribadian juga sama orang tuanya."
"Serius? Anak sekecil ini? Orang tuanya muntah duit atau anak bangsawan gitu dia emangnya?"
Aku mengangkat kedua bahuku.
"Tau deh ... makanya kasian kan, liat anak kecil dituntut bisa banyak hal biar bisa dipamerin sama emaknya waktu arisan. Padahal aslinya mereka nggak menikmati waktu jadi anak-anak."
"Iya memang. Nah itu, liat aja. Nggak perlu mainan ratusan ribu, Cuma dikasih mainan dari kertas aja dia happy banget. Padahal aku yakin dia di rumah kayaknya udah punya drone sendiri dari orang tuanya."
Aku mengangguk.
"Karena yang dibutuhkan anak-anak untuk bahagia itu Cuma quality time sama orang tuanya." Gumamku dengan tatapan yang menerawang jauh, memperhatikan anak-anak di daycare yang saling berlarian dan tertawa keras diantara para pengasuh mereka. Bisakah tawa riang anak-anak di sini didapatkan ketika mereka kembali ke rumah bersama orang tuanya masing-masing? Atau justru orang tuanya kembali sibuk dengan handphone dan laptop, sehingga anak-anak ini berdoa supaya mereka berubah menjadi gadget saja agar lebih diperhatikan ayah ibunya?
"Hey ..." Reno menyentuh lenganku dengan tongkat mainan di daycare. Ketika aku menatapnya, ia tersenyum kecil.
"Kamu kok dieman hari ini. Ada apa?"
Aku mendengus tertawa mendengar pertanyaannya itu. Bukan karena malu sudah tertangkap basah sedang baper seharian, tetapi karena merasa lucu, dia ternyata sudah menjadi orang yang ngeh jika ada satu yang berbeda dariku. And man ... that's a lot.
![](https://img.wattpad.com/cover/128913330-288-k170093.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Primum, Non Nocere (First, Do No Harm)
ChickLit"Kenapa dokter seringnya berjodoh dengan dokter juga?" "Karena dosisnya sesuai." - unknown, medical quotes.