I come, I saw, I conquered
_____________________________
Kalian pernah menonton film tentang dunia kedokteran kan? Grey's Anatomy, ER, Code Black, House MD, Good Doctor, dan entah masih banyak lagi. Kalau sudah, berarti kalian sudah tau ketika aku menyebut baju scrub atau baju OK. Tau kan yang mana? Itu loh ... baju dengan desain super simple yang terdiri dari celana panjang dan atasan tanpa kerah itu. Kalian tau tidak kenapa disebut baju OK atau baju scrub?
Disebut baju OK karena memang baju itu wajib digunakan di OK (Operation Kamer / Kamar Operasi) untuk menjaga prinsip steril di dalam sana. Dan disebut pula baju scrub karena setelah berganti baju ini, dan sebelum (para operator dan asisten) mengenakan gaun operasi, mereka melakukan cuci tangan dahulu dengan menggunakan sikat (scrub) sampai bersih -jangan bayangkan sikat seperti sikat bayi yang halus itu ya, bayangkan sikat kamar mandi yang besar dan super kasar itu, yang jika kulitmu belum memerah akibat sikat itu berarti cuci tanganmu belum benar :'(-.
Baju scrub tadi, juga digunakan oleh kami saat jaga IGD atau bangsal. Tujuannya untuk meminimalisir kontaminasi dari luar rumah sakit ke pasien maupun sebaliknya, agar kita tidak membawa kontaminasi dari rumah sakit ke rumah. Entah sejak kapan dimulainya, di rumah sakit ini masing-masing departemen memiliki warna masing-masing untuk setiap baju scrub yang digunakan oleh para ko-asisten. Sehingga, mendekati masa akhir koasku, aku sudah mengumpulkan setidaknya tujuh buah baju scrub dengan berbagai warna.
Dan ketujuh baju itu kini kujajarkan di atas tempat tidur, kutatap dengan iri. Karena salah satu masalah terberat perempuan adalah, memiliki baju sampai hampir memenuhi tiga lemari, tetapi masih bingung ketika akan keluar mau memakai baju apa. Terutama dengan 'siapa' kamu akan keluar, urusan memilih baju ini bisa menjadi lebih rumit lagi. Tidak bisakah aku memakai salah satu dari baju scrub-ku itu tadi? Yang warna pink misalnya? Baju scrub favoritku di stase anak ini?
Maka sudah hampir satu jam aku memilih pakaian yang kurasa pantas dikenakan untuk pergi bersama dokter Reno, tapi rasanya masih belum ada yang pas. Aku ingin terlihat effortless, tetap casual –supaya dokter Reno tidak berpikir bahwa aku men-spesialkan hari ini- tapi juga masih terlihat sopan dan rapi. Dan baju yang memenuhi kriteria menurutku hanya baju-baju scrub tadi.
Sepuluh menit kemudian, setelah hampir frustasi dan nyaris membatalkan janji –hanya gara-gara baju-, aku mengambil baju pertama yang kulihat dengan asal dan langsung mengenakannya. Sebuah midi dress lengan panjang selutut berwarna biru navy.
Bodo amat dah! Emang siapa Reno? Dia udah pernah liat gue dengan kondisi kucel, no make up, berantakan, terus apa bedanya emang gue hari ini mau pakai baju apa? Kalo emang dia ga suka penampilan gue nanti, yaudah sih ... kan tinggal ga usah diliat aja ya?!
Aku langsung menutup pintu kamar setelah selesai ganti baju –supaya tidak berubah pikiran lagi- dan mengaplikasikan make-up tipis di wajah. Lalu bergegas mencari Mamaku yang ternyata tengah menyiram tanaman di teras.
"Ma, Nadia mau pergi ya?"
"Mau kemana kamu? Belajar kelompok?" tanya Mamaku sambil memperhatikan penampilanku dari ujung rambut ke ujung kaki.
"Nggak. Diajak sama dokter Reno pergi ketemu temen katanya."
"Oh ... oke. GPS kamu dinyalakan terus ya! Jangan berani dimatikan."
"Apaan sih, Ma? Bikin baterai handphone cepat habis itu."
"Ya bawa powerbank lah, jangan kayak orang susah. Pokoknya kalau sampai Mama pantau dari rumah, kalian sempat ke tempat aneh-aneh, Mama yang jemput sendiri nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Primum, Non Nocere (First, Do No Harm)
Chick-Lit"Kenapa dokter seringnya berjodoh dengan dokter juga?" "Karena dosisnya sesuai." - unknown, medical quotes.