"OK Siri, which one is better: pervert or nerd?"
Yaelah.
Si Siri bukannya kasih jawaban yang bagus, malah nyeleweng enggak jelas. Kayaknya memang enggak akan berhasil di percobaan pertama, deh. Aku harus berkali-kali biar kayak para ilmuwan itu. Penemu listrik misalnya, gagalnya banyak, kan, sebelum akhirnya membuahkan hasil.
"OK Siri, what is the difference bet—"
"Ly!"
Gagal lagi.
Aku berdecak, melirik cowok jangkung yang sekarang sudah berdiri tegak di sisi ranjang. Ganggu banget, dong, bocah satu ini, enggak lihat apa ada yang lagi usaha mati-matian.
"Lily."
"Apaan, ih!" Akhirnya aku bangkit juga dan menyimak. "Stop calling me—kok, udah ganteng banget?" Mataku seketika melotot dan menilainya dari atas sampai bawah. "Bukan main, Aladdin gue mau ke mana, nih?"
"Ke acara akikahan tampil begini berlebihan, enggak?"
"Gimana kalau enggak usah pake apa-apa aja? Gue yakin lo jauh lebih bright."
"Gue serius."
"Gue seribu lebih dari keseriusan lo. Lo tahu itu, gue suka hubungan yang serius."
Bola matanya memutar. Kemudian jemarinya mengelus sebelah alis, biasanya kalau begini doi udah mulai kesal. Dan, justru itu momen yang kutunggu! Aku suka membuatnya marah, bentak, atau apalah. Namanya juga manusia.
"Coba buka baju. Kalau enggak percaya."
"Emang kesalahan dateng ke kamar lo." Ah, enggak seru! Dia malah menyerah dan membalikkan badan. "Mending gue tanya Mami aja."
"Lo ganteng banget, Aladdin!" teriakku kencang. Aku bangkit, mendekatinya yang sekarang sudah berdiri, terlihat menunggu. "Kenapa, sih, darah kita harus sama. Padahal, gue yakin lo satu-satunya orang yang dengan gampang gue ajak nikah muda."
"Ly ...."
Aku mengelus pipinya. Kayaknya dia baru cukuran, deh.
Cup.
"Lily!"
Aku terbahak. Makin merah padam mukanya, makin meningkatlah ambisiku untuk mengerjainya. Lagian, gampang banget dikibulin, sih. Umur udah tua, pengalaman udah banyak, lingkungan bukan anak-anak lagi, masa ngelawan aku aja selalu kalah?
"Mendingan lo buruan minggat, deh. Balik sana ke flat lo."
"Dih, ngambek. Mau ke mana, sih, lo? Cakep bener, sampe pusing liatnya."
"Ponakannya Kia akikahan. Gue tadi udah ngomong, Ly. Harus banget diulang terus."
"Oh."
Cowok idaman, nih, ngomong-ngomong.
Apa pun kebutuhan pacar, diturutin. Apa pun keinginan pacar, dikabulin. Apa pun permintaan pacar, dijabanin. Idaman cenderung dungu aku rasa, sih.
"Beneran enggak aneh pake batik ke sana? Batik pendek gini?"
Lelah juga lama-lama. "Denger, ya, Nakala Ghassan kembarannya Plafon Gypsum. Elo tuh enggak usahlah sok enggak sadar sama fisik lo sendiri. Kan, gue udah bilang, di-upgrade, dong, itu kaca di kamar. Coba sejam aja berdiri depan kaca, kalau masih enggak sadar juga, telanjang depan kaca, liatin baik-baik fisik lo kayak gimana. Lagian, ya, lo budek apa gimana, sih, setiap ketemu orang, cuma pujian yang lo terima? Perlu banget gue ngomel. Heran."
"Pertanyaan gue cuma satu, Ly, tampil begini berlebihan apa enggak. Lo cukup jawab 'ya' atau 'enggak'." Dia keluar kamarku.
Aku mendengus kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Menikah, Lalu Apa?
ChickLitLilyoka Judistia merasa segala hal sudah dia milikinya, kecuali pernikahan. Ia sungguh tidak menyangka papinya hari itu akan membawa Arsanggah Narasangka ke rumah, laki-laki yang baru saja match dengannya di sebuah dating app. *** Judis ingin menik...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi