Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

| IV | SMLA

47.9K 6.4K 553
                                    

"Kenapa pengin banget nikah muda?"

"Karena aku enggak tahu apalagi yang harus kulakuin."

"Jadi, semacam kehilangan arah?"

"Bukan. Maksudnya ... ada saatnya ... okay, karena memang aku pikir nikah muda itu seru." Aku enggak mungkin bilang kalau aku pengin banget nunjukin ke Nina bahwa aku juga mampu.

"Gimana kalau ternyata semuanya enggak sesuai asumsimu?"

Aku diam.

Kupikir dia ini arsitek, bukan jaksa penuntut umum. Tapi, kenapa pertanyaannya malah cenderung menuntut dan memojokkan? Apakah semuanya butuh alasan? Bahkan kadang aku juga enggak tahu kenapa aku dipilih untuk hidup.

Aku menelengkan kepala, kutatap wajahnya dari samping. Well, aku enggak pernah protes setiap kali kaum adam mengklaim bahwa yang dilihat kali pertama dari kami adalah fisik. Karena aku pun sama. Fisik adalah hal penentu untuk ke depannya. Maksudku, semua indraku sudah punya kriteria sendiri bagaimana untuk menilai si lelaki itu tampan. Meskipun semua balik lagi ke selera. Penilaianku dan Tiara jelas berbeda. Antara aku dan Mami apalagi. Atau bahkan aku dan kamu pun tak sependapat.

Tapi, tetap aja, good looking adalah syarat utama. Setelahnya, baru aku ingin tahu siapa dia.

Arsanggah Narasangka.

Menurutku dia ini lokal abis, meski bagian wajah serba minimalis. Memang, sih, aku sempat berpikir dia ada darah chinese karena matanya. Tahun ini usianya sudah 36 tahun. Pekerjaannya bangun rumah, tapi bukan rumah tangga. Papanya adalah teman Papi dan merupakan single father. Dia punya satu adik cowok juga, masih kuliah.

Nah itu, aku enggak mau anak-anakku nanti memiliki jarak usia yang jauh. Mereka harus bisa hidup layaknya teman juga saudara.

"Aku dateng ke sini untuk menghormati Om Arjuna. Aku ngelakuin hal yang sama ke semua teman Papa."

Kata lainnya adalah: sadar diri, Dis! Gue ke sini bukan buat jadi laki lo!

Hah, enggak perlulah otakku seencer Naka cuma buat tahu kalau si Sangkakala ini enggak tertarik sama aku. Gila, ya, ini baru Sangkakala versi manusia, lho, sudah meluluhlantakkan harapan sekaligus harga diri begini. Apa kabar sangkakalanya Allah Swt? Lenyap seketika. Tak bersisa.

Oh!

Apa jangan-jangan dia ilfeel sama kumis tipisku ini? Bisa jadi! Naka oh Naka oh Naka, gara-gara idenya yang melarangku untuk waxing ataupun mencukur, begini, kan, akhirnya. Mungkin dia syok karena di foto profil, aku terlihat dari jauh dan—ngomongin soal foto profil, haruskah aku membahas tentang CMB? Dia kirim pesan ke aku, lho, apa dia mendadak lupa?

"Mas Sangka sendiri enggak mau nikah?"

"Mau," jawabnya cepat. "Tapi, nanti, setelah adikku lulus kuliah."

Tolong, ya, itu lama banget.

"Tapi, enggak nunggu dia yang nikah duluan, kan?"

"Kalau memang dia udah siap, enggak masalah."

Buset, buset, buset!

"Katanya enggak boleh, lho, Mas. Kalau kakak adiknya satu jenis kelamin, enggak boleh dilangkahin. Enggak bagus. Kecuali kayak aku sama Naka. Kalaupun aku nikah duluan itu enggak masalah."

Dia tertawa. "Itu cuma mitos, Judis."

"What about CMB?"

Hajar ajalah, ya, kerahkan seluruh senjata. Urusan kalah atau menang, itu nanti. Harapanku, sih, sudah enggak tinggi, palingan tersisa 10% doang. Tapi, apa pun itu, aku harus tetap optimis. Walaupun, rasanya semua serba susah.

Setelah Menikah, Lalu Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang