6.

140 35 12
                                    

Satu kata ; kesel.

Gue kesel sekesel keselnya sekarang.

Jadi, sebelum gue ke ruang guru ini, gue minta maaf lah sama Renjun karena merasa tersinggung sama amplop nista ini. Sekarang gue menuju ruang guru, mau nyari si terduga guru menyebalkan ini.

"Punten, permisi." Gue ketok ruang guru sambil buka pintunya. Ternyata sepi ges. Jangan-jangan udah pulang? Ah tapi gue gak mau menghadap guru itu lagi besok.

Gue taruh di atas meja dia aja kali ya.

Gue jalan ke arah meja Pak Bulan, dan melihat mejanya rapih banget. Padahal tadi sebelumnya berantakan loh. Ah, mungkin Pak Bulan gabut kali ya, iya pasti. Yaudah tinggal taruh aja amplopnya di sini...

"Heh! Siapa kamu!" Tiba-tiba ada yang getok kepala dong. Auto nengok, dan kaget ngeliat Pak Bulan yang megang kertas segepok di tangannya.

"Kamu ngapain di meja saya? Amplop apa itu?" Tanya Pak Bulan dengan tegas.

"Anu pak ini amplop—"

"Amplop apaan itu?" Pak Bulan menaruh tumpukan kertas itu dia atas meja. Dia ngeliat sebentar amplop itu, abis itu mendengus. "Maaf ya, saya nggak tertarik sama hubungan antara guru dan murid."

Ha?

Si minion ngomong apaan sih?

"Itu surat pernyataan cinta kan? Maaf ya, tapi saya punya prinsip tidak memacari murid saya sendiri. Sekian."

Pak Bulan ngambil amplop itu dari tangan gue dan melemparnya ke bawah.

Gue..

Cengo.

Diem.

Abis itu gue ngambil amplopnya perlahan dan menatap Pak Bulan yang udah duduk di atas kursinya.

"Ngapain masih di sini? Pulang sana."

KAMPRETTTTTT

"Pak! Ini amplop dari bapak oy!" Gue menaruh amplop itu ke atas mejanya dengan penuh tekanan. "Ini amplop dari bapak, bapak bilang amplop ini isinya tugas dari Bu Sri, ternyata bukan!"

"Loh, jadi bukan surat cinta?" Pak Bulan kebingungan. Gue menggeleng.

"Gak! Jangan geer dong pak."

"Oh. Yaudah 'sih biasa aja dong, anak milenial dasar. Baperan mulu, heran." Pak Bulan memajukan bibirnya dan mengambil amplop itu, lalu membukanya. Dia mengeluarkan voucher itu.

Gue mendengus. "Lain kali lihat-lihat dulu isinya pak, jangan asal kasih."

Pak Bulan diam sebentar, kemudian mengangkat alisnya.

"Loh..ini 'kan voucher punya saya, darimana kamu dapet voucher ini?! Ngaku!"

Eh anjir? EH ANJIR KOK GUE DITODONG?!

"Ha? Apaan bukan saya pak!"

"Loh kok bisa ada di kamu?"

"Itu bapak yang ngasih!"

"Ah moso."

"Iya bener pak."

"Moso 'sih?"

"Iya pak."

"Ah moso iyo.."

".....bener pak."

"Moso ah, gak percaya bapak."

SERAH LU TUMAN 😭

"Itu ya, ini tuh bapak yang kasih. Bukan saya yang ambil pak, oke?" Tuhan, aku capek. :"

Pak Bulan ngambil voucher itu dan mengangkatnya ke udara.

"Ini bukan punya kamu 'kan?"

"Bukan."

"Ini punya orang lain 'kan?"

"Iya."

"Ya berarti kamu nyuri dong! Nyuri punya saya! Gak mau tahu, pokoknya kamu harus saya hukum." Pak Bulan melipat tangannya.

HEH?!

Yaudah lah, detik ini juga gue pasrah mau dikasih hukuman apaan. Sabodo teiung.

Gue liat Pak Bulan mengeluarkan hpnya, dan gue pun menghela nafas.

"Ibu saya sibuk, jangan ditelpon pak. Hukum mah hukum aja." Kata gue pelan. Susah kalau ngomong sama yang udah berumur begini, gue ngalah aja mending daripada kualat sama si minion.

"Siapa juga yang mau telpon Ibu kamu? Geer." Pak Bulan ngeliat ke arah gue. "Emang Ibu kamu siapa? Pejabat? Pengusaha? Presiden? Bukan kan? Hayo, Ibu kamu presiden bukan? Bukan lah yang pasti."

Apaan sih anjir :((((

"Ayo jawab! Ibu kamu presiden bukan?"

"Bukan pak."

"Nah yaudah. Gak usah geer gitu dong. Peduli amat saya." Astaga, ya Tuhan, mau menampar rasanya.

"Terus mau ngapain pak?" Gue udah ditungguin pujaan hati neh:(

"Nih." Pak Bulan kasih hpnya. "Masukin nomor WA kamu."

".....ha?"

"Ih budeg ya? Masih kecil udah budeg, gedenya mau gimana coba?"

APA SIH PAK APAAN, MASALAH BAPAK SAMA SAYA APA KOK MENYEBALKAN SEKALI HUHUHU

Gue ambil hp nya dan memasukkan nomor gue ke situ.

"Nah gitu dong. Siapa nama kamu?"

.....

Jadi daritadi, dia ngomong sama gue, tanpa tau nama gue? Jadi maksudnya, dia lupa sama gue gitu?Okesip, baguslah kalau gitu.

"Kalafina...Lee." jawab gue. Pak Bulan mencet tombol keypadnya pake telunjuk tangan kanan dengan gerakan lambat.

"Oke Kalafina. Sana kamu pulang, ganggu saya kerja aja." Pak Bulan ngasih gestur mengusir gitu, dan gue dengan senang hati menurutinya.

Nggak usah basa-basi, gue langsung ke parkiran motor di mana Donghyuck udah nungguin sambil main hp.

"Lama banget." Komentarnya. Gue menghela nafas.

"Maaf. Tadi gue dicegat sama guru nyebelin banget."

"Guru nyebelin? Siapa? Kayaknya semua guru menurut lu itu menyebalkan deh." Donghyuck ketawa abis itu. Eh, bener sih.

"Ya pokoknya ada deh. Besok gue cerita, sekarang anterin pulang aja.."

"Oke oke." Donghyuck melepas standar dan menyalakan motornya.

Pak BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang