3. Jangan Merajuk

2.2K 370 24
                                    


jangan lupa commentnya, ya. Masih sepi nih lapaknya.

Dinda menatap layar ponselnya yang berkedip, menampilkan notifikasi berisi reminder mingguan yang ia set

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinda menatap layar ponselnya yang berkedip, menampilkan notifikasi berisi reminder mingguan yang ia set. Agenda hari ini adalah mengantarkan pakaian kotor ke tempat jasa laundry. Berbeda dengan kos eksklusif Bani yang menyediakan jasa laundry khusus penghuninya, Dinda harus berjalan ke blok sebelah untuk mencuci pakaiannya. Bani pernah menawarkan Dinda untuk menyatukan cuciannya dengan milik Bani saja, tetapi gadis itu menolak karena merasa tidak enak dengan petugas laundry kosan Bani.

Jam di dinding menunjukkan pukul sembilan pagi. Bani ada kelas dari jam delapan, sedangkan hari ini Dinda tidak ada mata kuliah. Dinda menenteng cuciannya menuju tempat laundry kiloan terdekat masih mengenakan pakaian tidurnya—t-shirt gombrong dan celana piyama bergambar bebek—serta sendal jepit. Dinda memang belum mandi, niatnya setelah mengantar laundry.

"Mbak seriuuus, yakin anu saya nggak ketinggalan di sini?"

Dinda refleks berbalik badan begitu melihat siapa orang yang sedang berada di dalam tempat laundry saat itu. Tetapi sayangnya perhatian orang yang jadi alasan Dinda ingin cepat pergi sudah tertuju kepadanya saat ini. Mungkin karena suara dentingan hiasan pintu yang berbunyi begitu Dinda membuka pintu.

"Eh, ada Adinda!"

Dinda mengerjapkan mata. Dalam hati mengumpat sendiri, seharusnya Dinda tadi mandi dulu sebelum pergi ke sini agar nasibnya tidak begitu sial. Dinda lalu menganggukkan kepala dan tersenyum canggung. "Iya, Kak."

"Baru tau Dinda nyucinya di sini juga." Edwin tersenyum terlalu lebar. Ia bergeser untuk memberi Dinda ruang di sebalahnya, tidak peduli dengan ekspresi Dinda yang sebetulnya malas berada di dekatnya. Habis Edwin malah gemas. "Teh Aci kok nggak ngasih tau sih kalau Adinda nyucinya di sini juga?"

"Yeee, ngapain saya kasih tau kamu? Udah ah hush, sana! Dibilang celana dalem kamu yang kembang-kembang nggak ada! Nggak ada!" Teh Aci memasang ekspresi judes. Tangannya bergerak seperti sedang mengusir kucing. Tetapi kemudian ekspresinya berubah ramah saat menatap Dinda.

Edwin sendiri wajahnya memanas. "Ih Teteh! Celana tidur itu bukan celana dalem!" Edwin berseru panik, berusaha menjelaskan entah untuk apa. Dinda juga tidak peduli. "Yaudah atuh kalau ketemu chat saya ya, Teh?"

"He-euh." Teh Aci menanggapi dengan asal. Biar cepat.

Tetapi bukannya langsung pergi, Edwin malah mengalihkan perhatiannya kepada Dinda. "Adinda, udah sarapan belum?" tanyanya sambil bertopang dagu.

"Udah, Kak." Dinda menjawab begitu cepat. Terlalu cepat bahkan tanpa berpikir sedikitpun.

Ini sudah tiga bulan sejak Dinda menjadi mahasiswa. Dinda pikir dengan kampus yang begitu luas tidak akan membuatnya sering-sering bertemu senior resenya itu. Sayangnya takdir tidak berpihak pada Dinda karena senior itu berasal dari jurusan yang sama dengannya. Mau tidak mau mereka akan bertemu. Tetapi rupanya tidak hanya bertemu di kampus, Dinda harus bertemu lagi dengan Edwin di tempat laundry langganannya. Dinda jadi berpikir untuk ganti tempat laundry saja sepertinya.

Remedy [Sequel of Infinity]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang