Petra tidak tahu sejak kapan ia memiliki rasa pada Audy. Jika ditanya apakah Petra menyukai Audy atau tidak, jujur saja Petra masih belum punya jawaban yang pasti.Petra tidak mau kalau dirinya salah paham dengan perasaannya sendiri kepada Audy dan nantinya akan membuat perubahan dalam hubungan pertemanan mereka. Inilah dilemanya kalau pertemanan mulai ternodai bumbu-bumbu romansa. Karena apapun pilihannya, resiko terbesarnya adalah kehilangan seorang teman.
"Abang mau eskim." Sheryl menarik ujung kaos Petra sambil menunjuk ke arah mesin pendingin es krim di pojok ruangan.
Saat ini dua kakak beradik itu sedang berada di mini market komplek rumah mereka untuk membeli camilan. Sheryl baru pulang dari taman bermain dan masih mengenakan seragam merengek ingin jajan. Terpaksa membuat Petra yang sedang tidur karena sedang libur kuliah bangun dan membawa adiknya itu ke mini market.
"Dua boleh abang?" tanya Sheryl sambil menatap abangnya dengan tatapan penuh harap. Di tangan kiri dan kanannya sudah menggenggam dua buah ice cream stick berbeda rasa.
How Petra supposed to do? Say no? Tentu saja tidak. Petra tidak akan pernah bisa berkata tidak pada adik perempuannya itu. Jadi Petra hanya mengangguk sambil menutup kembali pintu kulkasnya. "Tapi makannya nggak boleh sekaligus, ya? Nanti sakit."
Sheryl mengangguk patuh lalu memeluk dua es krimnya. Isi keranjang di tangan Petra sendiri sudah dipenuhi berbagai snack lain pilihan adik perempuannya itu. Kalau Mama melihat, Petra pasti kena marah.
"Aduh!"
Petra menoleh ke belakang dan terkejut melihat adiknya baru saja menabrak seorang perempuan hingga ice cream yang sedang ia santap menempel di celana gadis itu.
Petra sedang mengurus pembayaran belanjaan saat Sheryl berputar dengan terburu-buru sehingga menabrak gadis itu.
"Mbak, maafin adik saya ya," Petra sedikit menunduk merasa tidak enak. "Maafin saya juga karena nggak jagain adik saya."
"Eh, nggak apa-apa kok. Kena dikit doang." Gadis itu mengibas tangannya, "Santai aja." Lalu gadis itu mengeluarkan tissue dari tasnya untuk mengelap noda coklat di celana jeansnya tersebut.
Petra bergeser untuk memberi ruang bagi pelanggan lain yang akan membayar di kassir. Lelaki itu menatap sang adik yang matanya sudah berkaca-kaca sambil memeluk kakinya. "Ceri bilang apa dulu sama kakaknya?"
Sheryl mendongak menatap Petra lalu bergantian menatap ke arah gadis yang tabrak. "Maaf kakak, Ceri ngga sengaja," katanya memelas.
Gadis itu berjongkok agar tatapannya setara dengan Sheryl. "Nggak apa-apa, Ceri, kakak juga minta maaf ya udah bikin rusak es krim kamu." Gadis itu mengusap lembut kepala Sheryl. "Kita ambil es krim baru, yuk?"
"Eh, nggak usah mbak!" Petra buru-buru menahan. "Seharusnya saya justru gantiin celana mbak."
"Nggak apa-apa, ini nanti saya cuci juga nodanya ilang. Lagian tadi saya kok yang nggak hati-hati makanya nggak lihat adik kamu." Gadis itu tersenyum lalu tangannya terulur ke arah Sheryl. "Yuk ambil es krim baru?"
Sheryl menatap Petra meminta izin, tapi sepertinya setuju atau tidak pun Sheryl akan tetap menerima uluran tangan gadis itu dan mengambil es krim barunya. Jadi Petra hanya bisa mengikuti saja.
Gadis itu selesai mengambilkan es krim baru untuk Sheryl dan membantu gadis kecil itu membuka bungkusnya lalu segera membayarnya di kasir. Petra yang masih merasa tidak enak memutuskan menunggu gadis itu hingga selesai transaksi.
"Mbak, serius saya bayarin aja ya laundrynya gimana?"
Gadis itu menggeleng. "Nggak usah, ini udah nggak begitu kelihatan kok."
"Tapi saya nggak enak." Petra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, di sebelahnya Sheryl tampak tidak peduli sambil menikmati es krimnya padahal dialah penyebab ini terjadi.
"Mmh, kalau gitu saya minta kontak kamu aja. Nanti saya kabarin tagihan laundrynya lewat chat. Rumah saya si perumahan ini, di blok B."
"Loh, saya juga tinggal di sini, di blok A."
"Yaudah kalau gitu gampang, kan?" Gadis itu lagi-lagi tersenyum. Ada lesung pipi cukup dalam di pipi kirinya saat dia tersenyum. Lalu gadis itu mengulurkan tangan, "Saya Niken by the way."
"Oh, saya Petra," jawab Petra sambil menerima uluran tangan Niken.
"Petra Sihombing?" tanya Niken lagi bercanda.
"Bukanlah."
"Terus siapa?"
"Petraldi."
Niken menganggukkan kepala. Lalu gadis itu mengukurkan ponselnya. "Nih, masukkin nomer kamu."
Petra menerima ponsel Niken dan memasukkan nomernya di sana lalu menyerahkannya kembali.
Niken mengetikkan sesuatu, mungkin nama Petra lalu kembali menatapnya. "Sampai nanti, Petra."
"Iya. Sampai nanti juga, Niken."
***
"Permisi, go-food."Audy menatap Farhan yang berdiri di pintunya dengan sekotak besar pizza lalu mengerling. "Apa sih perasaan gue nggak pesen pizza deh?"
"Emang. Gue yang pesen buat makan bareng." Farhan mengedikkan bahu sambil mengekori Audy masuk ke dalam rumahnya. Bagaikan di rumah sendiri, Farhan mengambil posisi di atas karpet ruang nonton TV rumah Audy dan melepas jaket. Hal itu seolah mengkonfirmasi bahwa Farhan sudah terlalu sering berada di sana dan merasa nyaman.
"Random banget tiba-tiba bawa pizza?"
"Nggak random, udah kepengen dari kemarin tapi baru kesampaian."
"Terus ngapain dibawa ke sini?" tanya Audy sambil meletakkan gelas kosong dan sebotol cola di meja, bersebelahan dengan kotak pizza yang baru Farhan buka.
"Berbagi itu nikmat, tau!"
Audy tidak menanggapi dan memilih mencomot sepotong pizza. "Gagal deh diet gue."
"Eh, makanan enak tuh nol kalori!"
"Lo tuh sesat," cibir Audy sebelum menggigit pizzanya. Lalu gadis itu bergumam merasakan rasa nikmat pizza itu di lidahnya. "Omong-omong Petpet mana?"
Farhan yang juga sedang mengunyah pizzanya berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Nggak tau tuh, tadi sih katanya lagi nganter Ceri jajan."
"Terus mau ke sini?"
"Nggak kayaknya." Farhan lalu menelan pizzanya. "Eh Dy, nonton film vampire yang lo bilang itu dong!" ujar Farhan mengganti topik.
"Apaan? Twilight?"
"Bukan, ih! Yang kartun. Yang vampirenya punya hotel."
"Hotel Transylvania? Itu Dracula tau!"
"Iya sama aja, buruan setel itu."
Audy hanya bisa mendengus tapi kemudian ia menuruti permintaan Farhan juga untuk berjalan ke arah DVD playernya dan menyetel film Hotwl Transylvania. Siang itu mereka b menghabiskan film dan sekotak pizza berdua.
Petra mengernyit melihat salah satu story instagram Audy di sore hari. Story itu menunjukkan sekotak pizza di atas pangkuannya dengan latar layar televisi yang blur. Tapi yang jadi fokus perhatian Petra adalah sebuah tangan di samping Audy yang sedang memegang sepotong pizza. Petra mengenalinya karena jam tangan hitam yang melingkar di sana.
Itu Farhan. Dan seketika Petra merasa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remedy [Sequel of Infinity]
Teen FictionSequel of Infinity Ini bukan lagi tentang memaafkan, Ini tentang mereka yang sedang berusaha memperbaiki.