Petra sedang menatap tanaman hias milik Mama ketika pintu dibuka, sosok Sheryl muncul di ambang pintu sambil memeluk buku gambarnya. "Abang?" panggilnya sambil berkedip menatap sang kakak.
Petra yang semula hanya duduk diam sambil melamun pun memutar tubuh ke arah adiknya berdiri. "Kenapa, Ceri?" tanyanya.
"Gambar, boleh?" tanyanya sambil mengangkat buku gambar berukuran A3 yang ditekuk dan sekotak krayon.
Petra mengangguk. Tangannya memberi gestur agar adik perempuannya itu mendekat. Petra menggendong Sheryl dan mendudukkannya di kursi tinggi di sebelahnya.
Mereka sedang duduk di outdoor bar milik Mama, tempat beliau biasanya duduk menikmati secangkir teh sambil memandangi tanaman hiasnya. Mama sangat menyukai kegiatan tanam-menanam sejak dulu. Tidak heran kalau hampir seluruh halaman belakang rumah mereka dipenuhi tanaman hias hasil tangan Mama. Kalau Ayah tidak ikut mengontrol, bisa-bisa rumah mereka berubah jadi hutan.
"Abang," Sheyril memanggil, menarik ujung baju yang digunakan Petra untuk meminta atensi kakaknya tersebut.
Petra mencondongkan tubuh agar lebih dekat, karena tinggi badannya yang menjulang otomatis Petra harus membungkuk cukup dalam untuk bisa sejajar dengan adik kecilnya yang baru berusia lima tahun itu. "Kenapa, Ceri?" tanyanya lembut.
"Kakak cantik ngga main?" tanyanya sambil membuka buku gambar. Sheryl lalu membuka halaman terakhir yang ia gunakan untuk menggambar. Di sana terdapat gambar orang-orangan bergaun. Salah satu gambarnya betul-betul terlihat seperti manusia sedangkan gambar lain lebih mirip jenglot. Tentu saja Petra tidak akan mengatakannya karena tahu itu gambar adiknya. Sedangkan gambar manusia bergaun biru yang cantik itu adalah buatan seseorang yang disebut 'kakak cantik' oleh Sheryl.
"Kakak cantik siapa?" tanya Petra memastikan. "Siapa namanya kan udah abang ajarin?"
Sheryl tampak berpikir. Matanya berputar ke atas, entah mencari jawaban di mana. "Andy?"
"Audy." Petra mengoreksi. "Kakak Audy," ulangnya sekali lagi dan Sheryl pun membeonya.
"Kaka Audy ngga main?" tanya Sheryl lagi.
Bukannya langsung menjawab, Petra meraih krayon dari dalam kotak. "Ceri bisa gambar spongebob?" tanya Petra sambil memulas krayon tersebut ke kertas kosong.
Sheryl mengangguk penuh semangat. "Bisa!" Gadis kecil itu merebut krayon kuning dari tangan Petra dan langsung membuat gambar persegi di samping gambar asal Petra tadi. Perhatian Sheryl pun kini sepenuhnya tertuju pada buku gambar, sedangkan pikiran Petra kembali mengelana, mengulang percakapannya dengan Farhan beberapa hari yang lalu.
***
Farhan menyesap minumannya sambil sesekali menyuap potongan muffin blueberry, matanya tidak terlepas dari layar laptop di hadapannya. Dahi Farhan berkerut menandakan ia tengah serius berpikir."Hah!" Farhan akhirnya menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Akhirnya tugas yang ia kerjakan sejak tiga jam yang lalu selesai juga.
"Udah?" tanya gadis yang sejak tadi duduk di hadapan Farhan. Dua piring cake telah bersih, tiga gelas minuman berbeda rasa juga sudah raib. Membuktikan bahwa gadis itu sudah menghabiskan banyak waktu untuk duduk di sana menunggu Farhan selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remedy [Sequel of Infinity]
Teen FictionSequel of Infinity Ini bukan lagi tentang memaafkan, Ini tentang mereka yang sedang berusaha memperbaiki.