"Kita kayaknya udah nggak cocok, Han."
Farhan nyaris memutar bola mata saat gadis yang duduk di hadapannya saat ini mengulurkan tangan untuk menyentuhnya. Mungkin gadis itu pikir dengan sentuhan lembutnya akan sedikit mengurangi luka yang ditorehkan oleh kata-katanya.
"Intinya kamu mau putus?"
"Nggak gitu, tapi kamu tahu sendiri kan Papaku ngotot biar aku kuliah di Jogja." Gadis itu semakin memelaskan suara dan ekspresi wajahnya. Di waktu biasa, Farhan akan melunak hanya dengan mendengarnya. Tapi untuk saat ini, lelaki itu tidak sudi. "Aku nggak mau putus, tapi aku nggak yakin sama LDR."
Cih, alasan. Di era modern seperti sekarang, jarak bukan lagi sebuah halangan. Farhan ingin sekali mengatakannya tetapi urung, dia tidak ingin berdebat dan lebih lama berada di sana.
Terdengar desisan dan bisik-bisik di belakang Farhan. Tetapi Farhan mencoba mengabaikan, "Tadi bukannya kamu bilang kita udah nggak cocok? Sekarang alasan kamu karena LDR?"
Kini suara bisik-bisik itu berganti menjadi sebuah kekehan. Jelas bahwa mereka ikut mendengarkan percakapan antara Farhan dan gadis di depannya.
Gadis itu tampak terkesiap. Seperti sadar dirinya salah bicara. "Eh, maksud aku..."
Farhan menarik tangannya dari genggaman gadis itu. "Udahlah, Dys, kalau kamu bosen sama aku bilang aja."
"Nggak gitu, Han..."
"Aku tau soal kamu sama Abi." Farhan akhirnya mengeluarkan kartu AS yang sudah ia simpan sejak dua minggu lalu. Awalnya Farhan menunggu Gladys,gadis di hadapannya saat ini yang mengaku sendiri soal Abi. Tentu saja mengaku kalau kecurigaan Farhan atas mereka hanya salah paham. Tapi mata terbelalak Gladys saat ini seolah menjawab semuanya. "We're done."
Farhan pun mendorong mundur kursi yang ia duduki dan memilih beranjak pergi meninggalkan Gladys dengan dua cangkir vanilla latte yang mendingin beserta sisa kenangan hubungan satu tahun mereka. Tetapi sebelum benar-benar pergi Farhan berbalik badan untuk menatap Gladys yang terakhir kali.
"Nggak usah merasa bersalah, aku juga ngeduain kamu selama ini." Setelah mengatakan hal tersebut, Farhan pun pergi membawa sisa harga diri dan perasaannya untuk gadis itu.
Gladys masih terdiam di tempat, matanya mengikuti punggung Farhan yang keluar dari cafe tempat mereka bertemu untuk berpisah hari ini sambil mencerna pernyataan terakhir lelaki itu. Hingga matanya menangkap sosok dua orang yang juga tidak asing untuknya berdiri dari kursi di belakang Farhan dan mengejar langkahnya.
Gladys juga masih bisa melihat saat tangan Farhan langsung merangkul sosok perempuan yang tadi mengejarnya dari kaca cafe. Gladys tersenyum, sialan, ternyata rasa cemburu Gladys selama ini benar. Gadis dalam rangkulan Farhan bukan sekedar teman untuk lelaki itu. Untuk apa Gladys harus merasa bersalah menyelingkuhi Farhan padahal jelas-jelas laki-laki itu lebih dulu mengkhianatinya dengan kedok sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remedy [Sequel of Infinity]
Fiksi RemajaSequel of Infinity Ini bukan lagi tentang memaafkan, Ini tentang mereka yang sedang berusaha memperbaiki.