dua.

6.4K 984 252
                                    

Hangyul terbangun di pagi hari dengan keadaan yang biasa, bantal menutupi wajahnya dan ponsel yang jatuh ke lantai. Ketika mencoba menggerakkan sebelah kakinya, dia mulai menyadari sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang berat terasa membatasi ruang geraknya. Dan, ketika dia menengok ke belakang, Hangyul akhirnya tahu bahwa Seungyoun ada di sana. Berbaring di sebelahnya sambil memeluk tubuhnya dari belakang.

Itu tidak terlalu mengejutkan. Seungyoun melakukan itu kadang-kadang. Dia punya kunci semua ruangan di apartemen itu dan kamar Hangyul bukanlah pengecualian.
Hangyul membiarkannya. Hangyul tidak mau mengakuinya tapi sebenarnya dia cukup menikmati pelukan itu. Seungyoun tidak terasa seperti seorang ayah, tidak seperti seorang kakak, tapi dia terasa hangat. Hangat yang melelehkan. Kadang-kadang itu terasa menyakitkan.
Menyakitkan seperti sekarang.

Hangyul mulai mencium samar-samar bau sperma dan parfum wanita yang bercampur dan itu membuatnya muak. Si brengsek ini pasti tidak membersihkan dirinya sama sekali setelah puas bercinta semalaman.

Menggeliat, Hangyul berusaha membebaskan tubuhnya. Sepertinya Seungyoun langsung menyadari itu karena dia langsung mengeratkan pelukannya, menahan pergerakkan Hangyul supaya dia diam saja di tempat.

"Aku harus sekolah."

Tanpa membuka matanya sama sekali, Seungyoun membalas pelan, "Diam saja sebentar lagi."

"Kupikir kau tidak suka dipanggil ke sekolah karena aku sering terlambat."

"Aku akan mengantarmu."

"Aku bisa pergi sendiri."

Perlu beberapa detik jeda waktu sebelum akhirnya Seungyoun membalas, "Diam saja," katanya yang diikuti gumaman tidak jelas karena dia masih setengah tidur.

Pada akhirnya Hangyul mengikuti kata-katanya. Diam saja, pasrah menerima pelukan yang kelewat kuat itu. Itu sedikit membuatnya kesulitan bernapas. Tapi mungkin faktor utama yang membuat dada Hangyul terasa berat adalah kenyataan bahwa Seungyoun memeluknya dengan bertelanjang dada. Soal garis-garis tubuhnya yang tegas, semua tato yang terukir indah di atas permukaan kulitnya, Seungyoun kelihatan seperti seorang pria sempurna.

Hanya sekian menit saja mempertahankan posisi itu, Hangyul mengerutkan dahinya sedikit ketika mendengar dengkuran halus Seungyoun. Dia tertidur lagi. Dia terdengar sangat lelah, lelah karena semua hal yang mengganggu pikirannya. Hangyul yakin salah satu hal yang dipikirkan Seungyoun adalah soal perilakunya di sekolah. Dia tidak mengerti kenapa Seungyoun masih menolak untuk membiarkannya tinggal sendiri. Itu akan sedikit mengurangi beban pikirannya.

Hangyul melirik lagi ke belakang melalui ekor matanya. Wajah tidur Suengyoun kelihatan sangat damai. Rambutnya kelihatan lepek karena keringat. Itu sama sekali tidak membuat daya tariknya menurun dan Hangyul jadi kesal sendiri karenanya.

Bagi Hangyul, Seungyoun itu dekat, tapi juga jauh. Seungyoun itu tergenggam, tapi tidak terjangkau. Seungyoun memeluknya sangat erat seolah tidak mau melepaskannya sekarang. Tapi tubuh itu, Hangyul tidak akan pernah bisa memilikinya, atau setidaknya mencicipinya seperti perempuan itu tadi malam.

Matahari sudah mulai meninggi. Pada akhirnya Hangyul berusaha melepaskan dirinya lagi. Dia mendorong wajah Seungyoun supaya menjauh darinya. Itu cukup untuk membuat Seungyoun terbangun dari tidurnya.

Dengan erangan kecil karena tidurnya yang terganggu, Seungyoun bergumam sedikit tidak jelas kemudian, "Hei, tidurlah dulu sebentar lagi. Kenapa buru-buruㅡ"

"Kau harus sikat gigi. Aku tidak tahan dengan bau napasmu," balas Hangyul tanpa ragu. Dia beranjak dari ranjang itu kemudian, meninggalkan Seungyoun yang masih menggeliat di antara selimut, berusaha mengumpulkan kesadarannya.










batas. [seungyul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang