sembilan.

5.6K 844 208
                                    

Hangyul sampai di rumah beberapa saat sebelum matahari terbenam setelah menghabiskan hampir seharian penuh di sekolah. Dia sebenarnya masih kepikiran soal Seungwoo. Laki-laki yang lebih tua darinya itu tidak pernah menunjukkan ekspresi seterluka itu sebelumnya dan itu membuat Hangyul semakin menyadari betapa jahatnya dirinya sendiri pada Seungwoo. Tapi, mungkin itu adalah hal terbaik yang bisa dia lakukan. Kalau dia membiarkan Seungwoo terus bersamanya, terus menaruh harapan padanya, itu akan membuat semuanya menjadi semakin rumit.

Hangyul langsung masuk ke rumah dan berjalan cepat ke kamarnya begitu sampai di apartemen mahal itu. Suasananya cukup sepi, lampu tengah ruangan bahkan belum dinyalakan meskipun langit sudah sangat menjingga di luar sana. Seungyoun mungkin tertidur di kamarnya. Hangyul sempat melirik keadaannya sebelum masuk ke kamarnya sendiri. Hangyul rasa dia harus menyiapkan makan malam untuk mereka berdua, tapi mungkin nanti setelah melepas penat dengan berbaring di atas ranjang sebentar.

Hangyul mengambil ponsel sambil melempar asal tas sekolahnya ke lantai. Dia melompat ke atas ranjang sambil membuka layar ponselnya, memeriksa beberapa percakapan masuk yang belum sempat dibaca. Banyak sekali hal tidak penting yang membuatnya menghembuskan napas bosan, tapi kemudian satu pesan singkat dari Jinhyuk membuat seluruh perhatiannya sontak teralihkan. Mereka memang berteman baik, tapi Jinhyuk jarang sekali menghubunginya. Itu karena dia bukan tipe orang yang suka menghabiskan waktu banyak di aplikasi pesan singkat.

Kenapa tidak pernah bilang kau tinggal di apartemen sekeren itu, sih?

Hangyul mengerutkan alisnya. Bagaimana Jinhyuk bisa tahu rumahnya? Sebenarnya bukannya Hangyul berusaha menyembunyikan identitasnya atau semacamnya, dia hanya tidak pernah punya alasan untuk menceritakan itu pada Jinhyuk, lagi pula itu tidak penting karena Hangyul jarang sekali ada di rumah.

Tidak menunggu lama, Hangyul langsung mengetikkan balasan dan mengirimnya.

Bagaimana kau tahu rumahku, Hyung?

Ada beberapa menit jeda sebelum balasan dari Jinhyuk masuk kemudian. Itu terhitung lumayan cepat karena Jinhyuk jarang sekali memainkan ponselnya untuk bertukar pesan. Laki-laki itu menghabiskan pagi-siang-malam waktunya duduk di depan komputer untuk main game atau menonton serial animasi Jepang dan itu membuatnya nyaris tidak pernah bersosialisasi atau setidaknya menginjakkan kaki keluar rumahnya.

Tadi aku ke rumahmu untuk mengembalikan hoodie. Kakakmu yang menerima hoodie-nya.

Membaca balasan itu, Hangyul masih membuat ekspresi bingung. Balasan Jinhyuk sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dia sedikit terkejut ketika pesan dari Jinhyuk masuk lagi beberapa detik kemudian.

Tadi aku diantar laki-laki tampan yang motornya keren.

Hangyul semakin dibuat diam. Laki-laki tampan? Apa Jinhyuk bertanya soal rumahnya pada salah satu teman sekelasnya? Hampir semua teman sekelas Hangyul tahu alamat rumahnya. Itu karena mereka semua pernah memaksa berkunjung waktu tahu bahwa Hangyul tinggal di kompleks apartemen semewah itu.

Hangyul membuat ekspresi masam. Tapi memang siapa teman sekelas Hangyul yang tampan sekali sampai Jinhyuk saja yang pemuja karakter dua dimensi mau mengakuinya?

Hangyul membalas dengan cepat.

Kau bohong, ya.

Balasan dari Jinhyuk masuk tidak lama kemudian.

Untuk apa bohong?
Ngomong-ngomong, orang ini sangat baik, dia membelikanku kopi.

Hangyul sebenarnya sedikit senang mendengar itu. Itu akan bagus kalau Jinhyuk bisa menambah teman yang bisa sering mengajaknya jalan-jalan meskipun hanya untuk membeli kopi atau naik motor mengelilingi pusat kota. Menghabiskan terlalu banyak waktu di rumah itu tidak baik.

batas. [seungyul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang