tiga.

5.7K 916 321
                                    

Tidak aneh jika kompleks apartemen  mahal seperti tempat Seungyoun tinggal memiliki taman yang luas dan nyaman di sekitarnya. Di samping sebuah kolam ikan yang lumayan besar, ada tempat bermain anak yang biasanya ramai di sore hari. Ketika mereka sampai di bangku yang kosong di bawah pohon yang sedikit menggugurkan daunnya itu, langit sudah sangat menggelap dan sudah hampir tidak ada orang lagi berlalu-lalang di sekitar sana. Seungyoun mengajak Hangyul duduk di sebelahnya, sedikit bersempit-sempit karena bangku itu ternyata jauh lebih kecil dari yang mereka kira.

“Kau payah. Aku ingin pulang.”

Seungyoun tertawa. “Ayolah. Setidaknya aku membelikan apa yang kau minta.”

“Aku hanya di sini untuk es krim ini,” balas Hangyul sambil mengemut sendok es krim yang ada di tangannya.

Seungyoun tersenyum sambil memerhatikan Hangyul. Saat-saat seperti ini selalu mengingatkannya tentang Lee Hangyul yang biasa, yang dulu, yang selalu ceria. Sejak mereka pertama kali bertemu bertahun-tahun lalu, Hangyul selalu kelihatan seriang itu hanya dengan satu mangkuk kecil es krim rasa susu. Bahkan meskipun hari sudah malam dan cuaca sedikit terlalu dingin, Hangyul tetap menikmati es krimnya. Ternyata kenyataan itu tidak pernah berubah sampai sekarang.

“Apa lihat-lihat?”

Lamunan Seungyoun luntur seketika saat itu. “Tidak ada,” katanya. “Kamu kelihatan lucu.”

Hangyul mendengus. “Hidungmu memerah,” katanya. “Selesai makan es krim ini, kita harus pulang.”

“Tidak,” Seungyoun mengambil alih mangkuk es krim Hangyul, menaruhnya di pangkuannya. Lalu tangan Hangyul itu diambil alihnya, digenggam dan diusap-usapkannya pelan. “Aku ingin duduk di sini lebih lama.”

“Orang payah sepertimu kalau kedinginan nanti jatuh sakit.”

Aw, Hangyul khawatir padaku,” Seungyoun berujar dengan nada menggoda. Itu terdengar menyebalkan bagi Hangyul.

Hangyul memutar bola matanya. Pada akhirnya dia membiarkan Seungyoun menggenggam tangannya lebih erat, mencari kehangatan dari sana. Angin malam itu bertiup lebih kencang dari biasanya. Sebenarnya cuacanya sedang tidak terlalu bagus untuk jalan-jalan ke luar, Hangyul tidak mengerti kenapa Seungyoun mengajaknya ke sini.

Mereka membiarkan suasana hening menyelimuti lumayan lama. Hangyul tidak tahu apa yang Seungyoun pikirkan, tapi dia menatap lurus ke depan, sepertinya tidak bisa mengalihkan perhatian dari pergerakkan air di dalam kolam ikan. Ada samar-samar suara lalu lintas dan obrolan beberapa orang yang lewat, itu membuat suasana hati menjadi sangat tenang dalam berbagai cara.

Hangyul tidak mau mengakuinya. Keadaan membuat kepalanya sibuk sendiri di saat yang menenangkan seperti saat ini. Genggaman tangan Seungyoun terasa sangat hangat. Bahu mereka bersentuhan dan itu membuat Hangyul ingin bersandar padanya. Mungkin memeluknya sedikit, mungkin menciumnya sedikit. Seungyoun baru saja mandi dan di balik aroma sabun yang menyengat, bau tubuhnya yang khas itu menguar, menggelitik penciuman Hangyul.

Tapi, tentu saja, ada dinding tidak kasat mata yang membatasi jarak di antara mereka berdua. Sebanyak apapun Hangyul menepisnya, Seungyoun hanya mengganggapnya seperti adik kecil yang susah diatur. Kadang-kadang Hangyul berharap lebih baik Seungyoun tidak perlu peduli padanya saja. Seharusnya Seungyoun membuangnya saja setelah ayahnya meninggal. Semuanya akan terasa lebih mudah jika Hangyul tidak perlu terus hidup dengan Seungyoun. Semakin Seungyoun bersikap peduli dan baik padanya, itu terasa semakin memberatkan bagi Hangyul.

“Jadi,” Hangyul membuka suaranya pelan. “Kapan kau akan membiarkan aku tinggal sendiㅡ”

“Bisakah kau tidak merusak suasananya?” balas Seungyoun cepat. Dia menyandarkan kepalanya ke bahu hangyul, menyesap aroma tubuhnya sambil memeluk pinggang Hangyul supaya menempel padanya lebih erat.
Gerakan yang sedikit tiba-tiba itu membuat Hangyul terkejut. Tubuhnya memaku. Bahkan mangkuk es krim yang jatuh ke tanah saja tidak sempat dipikirkannya. Napas Seungyoun yang panas terasa menggelitik di lehernya. Dia membiarkan Seungyoun berbuat sesuka hatinya sampai tiba-tiba laki-laki yang lebih tua darinya itu mencium lehernya singkat.

batas. [seungyul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang