Cinta yang berasa pedas. Sepedas kepedihan.
Tanpa Nayeon duga, jawaban yang Jinyoung berikan adalah,
"Oke. Jika, itu maumu. Ayo kita bercerai," ucap Jinyoung penuh keyakinan.Setelah mengucap kalimat itu, Jinyoung pergi lagi keluar rumah. Entah apa yang sedang dipikirkannya sekarang, yang jelas ia sangat marah dan kecewa.
Tubuh Nayeon merosot, saat itu juga tangisnya pecah tak terkendali.
Ia berusaha menahan tangisannya itu agar kedua anaknya tak tahu seberapa luka dirinya. Ia tak mau anak-anaknya ikut bersedih.Nayeon memandang foto pernikahannya dengan Jinyoung yang terletak di meja dekatnya.
Menatapnya lekat, membuatnya tak kuasa menahan tangisannya yang sudah tak bisa dibendung lagi.
Hyunjin dan Yejin melihatnya dari kejauhan. Mereka melihat semua kejadian yang baru saja terjadi. Pertengkaran kedua orangtuanya yang berujung kata perpisahan.
Tangan Hyunjin memegang erat tangan adiknya yang sedang menangis tersedu-sedu di bahunya. Meskipun, ia sendiri juga menitikkan air mata, ia berusaha tetap tegar dan mengelus rambut adiknya.
"Berhentilah menangis!" ucap Hyunjin terdengar parau. Ia melirik adiknya yang mulai mendongak menatapnya. Dengan cepat pula ia menghapus air mata di pipinya.
Hyunjin melihat sorot kesedihan terpancar dari mata adiknya.
"A,,ku,,,gak bisa,,, berhenti,,, nangis,,, hiks,, hiks" ucap Yejin masih belum bisa menghentikan tangisannya meskipun ia mau.
Hyunjin menggandeng lengan adiknya dan menuntunnya untuk menghampiri bundanya.
"Bunda" ucap Hyunjin lalu memeluk Nayeon erat begitupula Yejin. Mereka menangis bersama merasakan pedihnya luka yang baru saja mereka dapatkan.
"Bunda, kita harus pergi dari sini" pinta Hyunjin sambil menghapus air matanya.
Jika, biasanya Nayeon menolaknya, kini ia menganggukkan kepalanya.
"Kita harus cepat berkemas!" ucap Nayeon yang sudah bangkit berdiri.
"Terus kita nanti mau tinggal dimana, bun?" Yejin bertanya saat tangisnya mulai mereda.
"Bunda masih belum tahu" jawab Nayeon.
"Kita gak ke rumah nenek aja, bun?" tanya Hyunjin.
Dengan cepat Nayeon menggeleng.
***
Hari yang petang pun tiba. Jinyoung kembali ke rumahnya setelah meredam amarahnya. Jinyoung melangkah gontai memasuki kamarnya yang sepi. Tak ada siapapun di sana.
Merasa ada yang aneh, Jinyoung pun segera membuka lemarinya.
Dugaannya benar, pakaian milik Nayeon sudah tidak menghuni lemari itu. Tak ada satupun yang tersisa.
Jinyoung berdecih kemudian membanting kasar pintu lemarinya hingga rusak. Ia juga membanting perkakas rumahnya yang lain.
Amarahnya yang tadinya sudah padam sekarang berkobar lagi. Tanpa mau berhenti.
Tak hanya kamarnya, Jinyoung juga mengecek kamar anak-anaknya.
Hasilnya sama. Pakaian anak-anaknya tak ada di lemari.
"Arghhh" Jinyoung berteriak dan menjambak rambutnya sendiri. Tanpa ia duga, air matanya saat ini sudah menghujani pipinya. Ia frustasi.
Jinyoung kembali membanting perabotan rumahnya sebagai pelampiasan amarahnya.
Temasuk foto pernikahannya dengan Nayeon.
"Kenapa kalian meninggalkan aku sendirian" tangis Jinyoung.
Kepala Jinyoung menoleh, menatap foto cantik Nayeon yang sedang memakai gaun pengantin berwarna putih.
"Apakah sudah terlambat untuk meminta maaf darimu? Aku sangat menyesal, Nay. Sekarang kau ada dimana? Kenapa kau membawa pergi anak-anak kita juga?" ucap Jinyoung sambil mengelus foto Nayeon yang lapisan kacanya sudah retak.
Jinyoung tak peduli meski tangannya terluka akibat terkena pecahan kaca.
Rasa sakitnya masih kalah jika dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya.
***
"Bagus!!! Rencanaku berhasil. Rumah tangga mereka hancur sekarang. Tinggal menunggu waktu saja untukku bisa bersama dengannya"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Taste (✔)
FanfictionKisah tentang sepasang suami istri yang merasakan berbagai rasa cinta. Seperti manisnya romansa atau pahitnya pengkhianatan. Akankah mereka sanggup merasakan cinta itu hingga akhir atau malah tak kuat merasakannya dan memilih menyerah? ~Love Taste~