Cinta terasa hambar seiring berjalannya waktu, menemani kehampaan hati.
"Janganlah kau menjadi pria bodoh hanya karena kecemburuanmu itu. Karena kecemburuanmu, kau menjadi buta akan fakta yang sebenarnya" sindiran itu terus terngiang-ngiang di ingatan Jinyoung.
Setelah tahu kalau istrinya tengah mengandung, ia semakin dihantui rasa bersalah.
Ditambah dengan hilangnya calon bayi di rahim Nayeon karena kesalahannya. Ia merasa amat bersalah.
Sekarang, hanya tinggalah penyesalan dalam dirinya. Berharap ia punya mesin waktu yang bisa mengembalikan masa-masa kebahagiannya bersama Nayeon dan anak-anaknya. Ditambah bayi lucu sebagai pelengkap.
Namun, itu hanya ilusi. Semua seakan hilang. Kini hidupnya hampa. Hanya karena cemburu sialan itu.
Saat ini, Jinyoung tengah memeluk lututnya dan menyembunyikan wajahnya. Ia tak berani menatap kenyataan yang telah terjadi.
Kenyataan bahwa Nayeon semakin membencinya, mungkin.
Jinyoung mendongakkan kepalanya dan meraih foto pernikahannya yang figuranya telah rusak.Lantas, ia keluarkan foto itu dari figura yang rapuh itu. Lalu, ia mengelus foto itu penuh kelembutan.
Buliran air itu perlahan muncul berjatuhan dari mata Jinyoung.
"Maafkan aku, Nay" ucap Jinyoung yang kemudian memeluk foto itu erat. Ia bahkan berkhayal kalau yang dipeluknya adalah Nayeon.
Namun, halusinasinya harus terpaksa berhenti karena ketukan pintu sialan yang memekakkan telinganya.
"Jinyoung" pekik orang yang tengah mengetuk pintu dengan tak sabarannya.
Jinyoung pun berjalan membuka pintu dengan ekspresi kesalnya.
"Kau" ucap Jinyoung terdengar sarkas.
"Boleh aku masuk?"
Jinyoung menggeleng, "Setelah apa yang kau perbuat, kau masih berani menampakkan wajahmu di hadapanku? Lebih baik kau pergi dari sini" ucap Jinyoung sarkas.
"Aku hanya ingin meminta maaf"
"Terlambat, Jennie. Aku sudah kehilangan segalanya sekarang karena kebodohanku yang mempercayaimu begitu saja"
"Maaf. Waktu itu aku hanya berniat membantu temanku untuk bisa mem... "
"Hush, aku sudah tahu semuanya. Lebih baik kau pergi. Permohonan maafmu tak berguna saat ini. Maafmu tak bisa mengembalikan semuanya. Oh iya, bilang ke temanmu itu untuk tidak menemuiku lagi. Suruh dia menjauh dariku"
BRAK
Setelah berucap, Jinyoung membanting pintu dan menguncinya rapat.
***
Di balik kaca jendela, Jinyoung tengah mengamati wajah yang selama ini ia rindukan. Hanya lewat kaca itulah ia mengobati rasa rindunya.
Melihat Nayeon terbaring lemah dan tak sadarkan diri membuat hatinya sakit. Rasanya, ia ingin menyentuh Nayeon, membisikkan kata cinta sebagai penyemangat agar Nayeon kembali bangun dari tidurnya.
"Kau ingin menemuinya?" tanya Chanyeol berhasil mengejutkan Jinyoung.
"Jika boleh, aku ingin sekali menemuinya dan mencium keningnya"
"Kalau begitu, masuklah! Temui Nayeon sebelum Hyunjin datang kesini" ujar Chanyeol.
Tanpa menunggu waktu lama, Jinyoungpun segera masuk dan menemui Nayeon.
Ia menatap wajah pucat Nayeon lalu mengecup kening itu lama. Meluapkan rasa rindunya pada Nayeon.
"Jinyoung, sepertinya Hyunjin akan tiba" ucap Chanyeol menghentikan aktivitas Jinyoung.
"Iya aku tahu. Terimakasih kau sudah mengijinkanku untuk menemui Nayeon"
"Hey, kau bicara apa? Aku tak berhak melarangmu. Kau juga masih berstatus sebagai suaminya"
"Kau benar" Jinyoung tersenyum paksa lalu menghembuskan napasnya kasar.
"Tetaplah tegar dan kuat!" Jinyoung mengangguk.
Dari luar ia berusaha tegar, tapi di dalam ia sangat rapuh. Mengetahui fakta bahwa anaknya sangat membencinya. Ia bahkan tak berani bertatap muka dengan anaknya sendiri.
***
Sampai di rumah, Jinyoung sudah disambut dengan hal yang membuatnya semakin rapuh.
Surat perceraiannya dengan Nayeon.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Taste (✔)
FanficKisah tentang sepasang suami istri yang merasakan berbagai rasa cinta. Seperti manisnya romansa atau pahitnya pengkhianatan. Akankah mereka sanggup merasakan cinta itu hingga akhir atau malah tak kuat merasakannya dan memilih menyerah? ~Love Taste~