chapter 09

147 25 34
                                    


Panas.

Gerah.

Darah tinggi.

Ya,pasti itu yang semua pengendara di jalanan ibukota rasakan,macet berkepanjangan setiap saat,jangan harap jalanan jakarta akan kosong,karena itu mustahil menurutku.

Tapi tidak,untuk sekarang aku sedang tidak ingin komentar tentang itu,sedari tadi mulutku ini diam saja menatap ke arah luar,entah apa yang sedang ku lihat,tapi yang jelas fikiranku tidak disini.

"Wil"Rivan memanggilku.

Aku tahu itu,aku juga mendengarnya,tapi belum ada sebuah perintah dari otakku untuk menyahut.
 
"Wil,Willa?hei!"Rivan mengibaskan tangannya ke depan wajahku.

"Eh,apaan si Van?elah,lo ngagetin gue tauk"sewotku.

"Lagian lo aneh".

"Aneh apanya?".

"Aneh aja,bukan Willa namanya kalo gak banyak ngomong".

Aku melotot ke arahnya.

"Jadi maksud lo,yang di samping lo sekarang ini bukan Willa gitu?".

"Maybe,soalnya gue rada rada takut".

Plak.

"Anjir gila,pukulan lo makin lama makin sakit ya"ringis Rivan.

"Abisan secara gak langsung lo ngatain gue setan,denger gue baik baik ya!gue Willa Arinda,masih cantik,dan sebentar lagi tujuh belas taun.Sekian"kataku dengan cepat.

Rivan tidak menggubris perkataanku,ia malah memicingkan matanya menatap wajahku.

"Ngapa lo liat liat gue?"ketusku.

Bukannya menjawab,Rivan malah tersenyum,perlahan lahan ia mendekatkan wajahnya ke arahku,membuatku tiba tiba kehilangan sebagian oksigen.

"Nah,itu baru cantik"ucap Rivan,ia sudah menjauh lagi,ternyata tangannya menarik ikat rambutku,membiarkan rambutku terurai.

"Oh"kataku mencoba bersikap biasa saja,padahal entah kenapa jantungku rasanya akan meledak.

Sementara Rivan,seperti biasa,wajahnya kembali datar sedatar datarnya,ia mulai memfokuskan matanya kedepan dan melajukan mobilnya setelah terbebas dari macet biadab ini.

"Choco caffe Van?ya ya?gue lagi kangen"pinta ku dengan wajah sok imut.

"Iya".

"Yes!oh iya Van,entar malem kita ke rumah Nindy,oke?".

Rivan menoleh ke arahku sebentar"ngapain?".

"Ya dia harus adain party lah,diakan abis menang,pokoknya entar malem lo siap siap,kita ke rumah Nindy".

"Iya Wil".

Aku memicingkan mata"nah lo diem diem seneng kan?ayo loh ngaku"godaku.

"B aja".

"Boong lo ya?udah si ngaku aja,kapan lo nembak Nindy?".

Rivan tidak menjawab.

"Van!".

Masih tidak menjawab,dan aku masih sabar pemirsah.

"Rivan!".

"Nanti"jawab Rivan tiba tiba,dan entah kenapa jawabannya itu membuatku bungkam.

***

Malam dingin ini membuatku urung kali memakai baju tipis tipis,akhirnya demi menghangatkan diriku yang sedang jomlo ini aku memilih memakai sweater pink kesayanganku dengan dipadukan jeans putih.

Willa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang