AULIA WIJAYA
Langit seolah pecah ketika pertandingan usai. Sorak-sorai gemuruh menyambut kemenangan tak terduga setelah tragedi yang baru saja mendebarkan semua orang.
Teriakan dari Adam dan Blair menyatu dan meledak begitu nyaring di telingaku. Bergembira ria menyambut kemenangan dari sekolah kami siang ini. Namun bagiku sekarang, dimensi ruang dan waktu seperti dihentikan paksa.
Jantungku masih berdebar dengan hebat, keringat dingin mulai mengucur di pelipisku. Mataku tak bisa meninggalkan satu sosok yang tersungkur di tengah lapangan dan sedang meringis memegangi betis kanannya. Robb dan Andreas melesat bagai peluru di bawah gaduh sorak-sorai pendukung yang memenuhi sekeliling lapangan, menghampiri Sebastian bersama tim medis yang bergegas berlari di belakang mereka.
"Pasti sakit sekali." Aku mendengar Lily berbisik di sebelahku. Mungkin gadis itu adalah satu-satunya orang yang sadar bahwa sedang terjadi sesuatu pada Sebastian, selain aku. "Oh, Riley."
Aku melihat Sebastian mengerang dan memejamkan mata ketika tim medis mulai bertindak untuk meluruskan kakinya. Dia tersentak kesakitan ketika mereka mengangkatnya untuk berbaring di atas tandu dan dibawa ke luar lapangan.
Aku meremas tangan Lily di sebelahku, membuat gadis itu berpaling untuk menolehku. "Tidak parah, kan?" tanyaku, lebih terdengar seperti memohon gadis itu akan menjawab dengan berita baik.
"Entahlah, Lia." Faktanya kami berdua sama-sama tak yakin. Semuanya terjadi begitu cepat, tapi aku menangkap apa yang terjadi ketika pria bertubuh besar itu menerjang kakinya. Begitu cepat dan halus sampai terlihat seperti kaki mereka sedang bertabrakan satu sama lain.
Thomas di tengah lapangan meneriaki sesuatu pada wasit dan tim lawan, aku bisa menangkap kalimat protes dan amarah yang ia keluarkan dari kejauhan. Lalu akhirnya sebuah tinju melayang mengenai sosok tersangka penyebab cedera milik Sebastian, aku mendengar gema suara penontom di sekitarku menderu memberi dukungan.
"Aku akan melakukan hal yang sama kalau jadi Thomas," kata Adam di sebelahku. "Mereka memang brengsek di setiap pertandingan."
"Benar." Blair menyetujui.
Terlepas dari insiden tersebut, kemenangan sore ini makin memantapkan Highland Park di peringkat pertama Liga musim ini. Suasana tribun di sekitarku yang merupakan pendukung the Gophers masih melakukan selebrasi dengan segala kehebohannya. Terompet, marching, dan suara atribut lain tak henti-hentinya berbunyi. Lalu entah dari mana asalnya, confetti diledakkan dan bertebaran di sekitar kami seperti bola-bola salju.
"LILY! AULIA! AYO KESINI!" teriak Adam. Dia, Blair, dan puluhan remaja lainnya menari-nari gembira di tengah podium yang menurun, mereka terus-menerus meneriakkan yel-yel dan nama sekolah kami. Aku tersenyum dan menolak dengan menggeleng singkat.
Sorak selebrasi tampaknya masih akan berlangsung lama. Selain para orang tua dan beberapa guru yang sudah meninggalkan area bertanding, pendukung dari sekolah lawan juga turut pulang dengan sorot kekecewaan. Mataku teralih menatap lapangan kosong, tepat pada titik dimana tadinya kulihat dia meringis di sana. Apakah Sebastian akan baik-baik saja?
Sebuah tepukan pelan mengenai bahuku dan kulihat senyum sumringah Sophie menyambutku dari tempatnya berpijak, dia masih terbalut kostum cheerleadernya. Aku melihat segerombolan gadis dengan pakaian yang sama berdiri di balik punggung Sophie. Tak kusadari mereka berkeliling mengerubungiku, walaupun memberikan jarak yang cukup jauh selain Sophie yang berada di cukup dekat denganku. Gadis itu kemudian melompat untuk memelukku erat. "My Lia! Kau lihat performa kami tadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing With A Stranger
Teen FictionPernikahan bunda dengan seorang pria Amerika bernama Richard cukup membuat hidup Aulia Wijaya seperti sedang jungkir balik di luar kendalinya, terlebih ketika ia terpaksa meninggalkan Indonesia untuk memulai hidupnya dari awal di St. Paul, kota keci...