Keputusan Yang salah? Tidak!

850 43 8
                                    


"Duh. Tanganku kotor bangett!" seruku.

Bulan yang tadinya sedang menanam pohon teh, menghampiriku yang sedang mengeluh dan mengoceh tak jelas.

"Kenapa, kak? Tangannya kotor, ya?" tanya Bulan.

"Iya nih. Bajuku juga kotor pula!" jawabku.

"Hehehe .... memang itulah konsekuensinya kalau mau berkebun neng Fexi, harus rela tangan dan bajunya kotor, eneng sebenarnya masih beruntung lho, karena hari ini udaranya gak panas," tanggap pak Ahmad.

"Kak Fexi, cemen. Masa gitu doang ngeluh? Bintang aja udah tanam berpuluh-puluh bibit pohon," tambah Bintang.

"Bulan malah udah tanam semuuaaa bibit pohon teh disini," Bulan tak mau kalah membanggakan dirinya.

"Bulan, Bintan, udah jangan berisik! Masih mending kamu bantu neng Fexi tanam bibit pohonnya," pinta pak Ahmad.

"Eh .... gak usah repot-repot. Aku juga bisa menanam bibit ini sendiri kok," ujarku sambil melanjutkan aktivitas ku menanam berbagai macam pohon palawija.

"kalau gitu, pasukan kecil. Ayo segera menanam bibit pohon ini. Nanti, siapa yang paling banyak menanam bibit pohon, bapak kasih hadiah lhoo..." kata pak Ahmad.

"Hadiahnya menarik, nggak? Ada hadiah buku nggak? Atau nanti diajak jalan-jalan?" Bulan sangat antusias saat pak Ahmad mengucapkan kata 'hadiah'

"Hadiahnya kejutan dong, biar menarik! Oke, semua sudah siap kan? Satu~ dua~ tiga~" Belum sempat pak Ahmad melanjutkan kata-katanya, pasukan kecil sudah menyahuti terlebih dahulu.

"Mulai!!" sambungku, Bulan, serta Bintang.


| Suatu Hari Nanti |


1 jam kemudian....

"Sudah selesai...!!" jeritku.

"Beneran, kak?" tanya bulan, ia nampak masih tidak percaya.

"Benar dong. Coba aja kamu lihat sendiri,"

Bulan berlari menuju petak sawah tempat aku menanam bibit tumbuhan.

"Waahh .... rapi sekali. Ditambah lagi, kakak tanam bibitnya cepat," Bulan berdecap kagum, sambil bertepuk tangan melihat bibit-bibit yang aku tanam.

"Iya benar. Kalau gitu pemenangnya sudah jelas kan?" kata pak Ahmad.

"Selamat, kak Fexi! Nanti hadiahnya kita bagi 2 ya ....!" Tukas Bulan.

Aku tersenyum tapi tidak menjawab permintaannya, aku tak mungkin membagi hadiahku pada Bulan, karena yang menanam semua petak sawah ini kan aku, tapi sebagian, aku tak bisa membayangkan muka Bulan yang tadinya ceria menjadi muram.

"Hehehe ..... becanda doang kok, kak Fexi. Jangan terlalu dipikirin, ya," sela Bulan saat melihat perubahan ekspresi wajahku yang berubah menjadi bingung.

"Ya wajarlah, kalau kak Fexi yang jadi pemenang. Kan, umurnya lebih tua dari kita, jadi wajar aja kak Fexi yang menang duluan," sahut Bintang, tak terima kalau aku yang menjadi pemenangnya atas perlombaan menanam ini.

"Memang, kalau yang menang harus yang lebih tua, ya? Pak Ahmad juga lebih tua dari kakak, tapi kakak duluan yang berhasil menanam bibit pohon paling banyak," tanggap ku.

Bintang memasang muka datar setengah merajuk.

"Neng Fexi, kalau Bintang mah gak usah dipikirin. Dia kadang orangnya suka sensi dan labil, tapi ya .... justru itu yang membuat bapak gemas dan jadi tambah sayang dengan dia," Pak Ahmad yang berdiri di sampingku berbisik dan memberi masukan kepada ku.

Suatu hari nanti (KKPK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang