“Fexia ....!!" jerit si pemilik rumah sambil memelukku erat.Aku melepaskan pelukannya dengan kasar.
“Bunda nggak sayang sama aku, kan?! Kenapa selama aku hilang, bunda gak pernah berusaha untuk cari aku? Bunda dan Felix malah tertawa bahagia di teras rumah!” bentak ku.
Ya...! Pemilik rumah ini adalah bundaku sendiri. Rumahku memang tak hanya di Jakarta saja, di belahan dunia pun selalu ada rumah ku, banyak rumah yang tak ku ketahui kalau itu adalah rumahku sendiri. Aku punya firasat, bahwa Felix sedang ada shooting disini. Sehingga harus menyebabkannya berimigrasi, dan bunda dengan enteng dapat membeli rumah ini.
Bunda bagai tak memedulikan omonganku, dia masih terus memelukku erat.
“Kenapa bunda selalu menganggap Felix yang terbaik, sedang aku yang terburuk? Kenapa, bunda?!” teriakku.
Bunda masih memelukku sambil menangis, sedangkan aku masih berontak dalam pelukannya.
Pelukan. Ini sangat jarang kudapatkan dari keluargaku. Apalagi dari bunda. Terakhir, saat aku masih berumur 3 tahun, dan ada seorang tetangga yang membuatku menangis. Bunda masih memelukku saat itu, sambil berbisik.
"Jangan menangis, sayang .... air matamu berharga..."
8 tahun berlalu. Bunda semakin jarang memelukku. Jangankan dipeluk, dipanggil 'sayang' saja sudah tak pernah.
Semakin besar, semakin aku rindu pada pelukan hangat bunda. Tapi hari ini kerinduan itu berakhir. Aku kembali dipeluk bunda setelah sekian tahun lamanya.
Aku rindu pelukan hangat bunda, aku rindu seperti ini, bunda... Batinku menangis.
Aku kehabisan tenaga setelah memberontak terlalu lama. Akhirnya aku membalas memeluk bunda. Pelukan yang sudah lama tak aku dapatkan. Air mata haru menitik perlahan.
Hujan deras saat ini menjadi saksi bisu atas berdamainya aku dan bunda.
“Maafkan bunda selama ini ya, Fexi ..... bunda sama sekali tak bermaksud menyakitimu...” ucap bunda setelah beberapa menit selesai memelukku.
“And then, apa maksud bunda selama ini selalu membandingkan aku dengan Felix?” aku berusaha meredam emosi ku.
“Kamu mau tahu jawaban itu semua, sayang?” tanya bunda.
Aku mengangguk, tentu saja aku ingin tahu jawabannya!
“Felix ..... sebenarnya dia ..... mempunyai penyakit ....” bunda tak kuat menyelesaikan omongannya. Beliau menghapus air matanya lebih dulu.
“Penyakit apa?”
“Kanker liver,” jawab bunda.
Nafasku sempat tersendat beberapa detik. Selama ini, kan, Felix selalu sehat sentosa di rumah. Mana mungkin dia mempunyai riwayat penyakit kanker liver yang terbilang sangat serius ini?
“Bagaimana caranya? Selama ini, kan, Felix tak pernah mengeluh tentang penyakitnya!” sahutku.
“Pertanyaanmu itu sekaligus jawabannya, Fexi,” ucap bunda, tangisnya sudah mulai bertambah pecah.
“Felix tak pernah mengeluh tentang penyakitnya. Dia orang yang sangat kuat!”
“Ini .... Ini serius, bunda? Bunda nggak bercanda, kan?!” aku masih tak percaya dengan ucapan bunda.
Bunda menggeleng. “Sangat tidak mungkin jika bunda sedang bercanda saat ini, Fexi,”
“Tapi, itu bukan jawaban yang jelas mengapa bunda sering membandingkan aku dengan Felix?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Suatu hari nanti (KKPK)
Short StoryFelix & Fexi adalah saudara kembar. Namun, Fexi merasa bahwa dirinya selalu dibanding-bandingkan dengan Felix. Hingga akhirnya dia tak tahan lagi menghadapinya, lalu memutuskan untuk kabur dari rumah. Apakah semua akan berjalan dengan baik? ternyata...