Bab 6

16.3K 1.1K 221
                                    

Acara pesta yang lumayan mewah telah terlaksana. Bayu masih bisa melihat Aryo yang terus berdiri tak jauh darinya. Seperti ada yang ingin ia tanyakan. Akhirnya setelah luang, Bayu mendekat ke arah Aryo dan bertanya.
"Ini sudah malam, kamu belum pulang?" Tanya Bayu. Aryo melirik sekilas ke arah Bayu selebihnya ia fokus melihat Inara. Bayu yang melihat itu jadi semakin bingung.

"Hey, kenapa?" Tanya Bayu. Aryo pun berdehem.
"Maaf, aku cuma penasaran sama wajahnya istrimu, itu."
"Kenapa memang?"
"Hanya ingin tau saja. Logika ku berkata. Kalau memang dia tidak mau memperlihatkan wajahnya kenapa harus buat resepsi pernikahan?"

"Aryo, kamu itu terlalu banyak berfikir. Memang salahnya apa, ya, buat resepsi dengan bercadar?"
"Ah, kamu ini benar-benar ya, Bayu. Sepertinya kamu ini sudah jatuh cinta sama istrimu itu." Bayu terdiam.
"Ya, kan?"
"Hahaha bicara apa sih kamu ini?"
"Aku serius deh, istrimu cantik ya?"
"Aku masih tidak tahu." Aryo melotot dan melirik Inara lagi yang masih menyambut satu dua tamu.

"Coba lihat sekarang, aku mau lihat." Bayu menatap Aryo dengan aneh.
"Tidak."
"Kenapa?"
"Aku saja yang suaminya menunggu sampai dia siap, kenapa kamu malah maksa ingin lihat?"
"Bilang saja kamu cinta sama dia kan?" Bayu sudah gerah dengan sikap Aryo yang mendesaknya seperti ini.

"Maaf, Yo. Aku harus kembali." Tanpa memperdulikan panggilan Aryo. Bayu memilih terus berjalan dan berdiri di samping Inara kembali.

Bayu memperhatikan setiap gerakan Inara. Begitu luwes dan hati-hati. Walau Inara tak nampak bibirnya tapi, Bayu seakan tahu, jika Inara tengah tersenyum di balik cadarnya yang putih bersih itu. Senyum untuk tamu tentu saja, bukan untuknya. 

🍁🍁🍁

Malam semakin larut acara pesta pun telah usai. Inara dan Bayu kini tengah berada di dalam kamar. Mereka hanya saling diam tanpa berniat untuk bicara satu sama lain.

Hingga Bayu mulai merasa gerah. Ia pun beranjak dari duduknya dan menyalakan kipas angin. Inara sempat tersentak melihat Bayu bangun dari duduknya namun langsung lega, saat tau jika Bayu hanya menyalakan kipas.

"Inara." Jantung Inara langsung berdegup kencang mendengar namanya di sebut.
"I-iya, Mas?" Tanya Inara masih dalam kondisi menunduk.
"Saya mau keluar dulu ya, tidurlah kalau mau langsung tidur."
"Mau, ke mana, Mas?" Bayu menatap Inara. Inara langsung menunduk kembali.
"Kamu tidak nyaman sekamar denganku kan? Jadi, aku akan pergi dulu. Kamu sudah tidur, baru aku pulang. Aku hanya sekitar sini saja kok, tidak jauh."

Inara jadi merasa serba salah. Namun, ia merasa tak enak jika Bayu harus pergi hanya untuk menghindari dirinya.
"Mas, tunggu." Bayu menghentikan langkahnya dan menoleh. "Ya?"
"Maaf jika aku lancang. Tapi, jika, Mas, keluar dengan kondisi seperti ini. Akan nampak aneh di mata orang, Mas. Lebih baik, Mas, tetap di sini. Saya tidak apa-apa kok."

Bayu menatap Inara yang langsung buru-buru menunduk. Bayu berdecih pelan. Namun, ia mengurungkan niatnya untuk keluar. Ia kembali duduk. Menatap Inara dengan serius. Membuat Inara jadi tak karuan.

"Nggak panas pakai cadar terus?" Tanya Bayu. Inara nampak gugup dan membenarkan cadarnya.
"Udah sah kan? Masih nggak boleh lihat mukanya?" Inara menggigit bibir bawahnya dan memalingkan wajahnya dari Bayu.

"Yasu...dah...." Bayu terdiam. Saat Inara menunjukkan wajahnya yang menunduk tanpa cadar. Bayu tak bisa berkata-kata.
"Angkat, wajahmu," pinta Bayu. Dengan sedikit malu, Inara mengangkat kepalanya. 

Bayu semakin tak bisa bicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bayu semakin tak bisa bicara. Harus ia akui. Jika Inara begitu cantik. Namun, ia juga tidak munafik. Sebagai laki-laki yang sudah memiliki tipe wanita bule, melihat Inara hanya sebagai wanita cantik pada umumnya.

Bedanya Inara cantik natural.

"Kamu cantik, kenapa harus di tutup wajahnya?" Tanya Bayu setelah di rasa cukup melihat wajah sang istri.
"Aku pemalu." Bayu tersenyum kecil.
"Malu? Harusnya bangga dong punya wajah cantik?" Inara menggeleng membuat Bayu bingung.

"Cantik itu bisa jadi pakaian yang sombong. Tidak ada gunanya cantik, jika aku tidak mencintai Allah." Bayu berdecih pelan.
"Terserah lah, oh, ya. Aku panggil kamu, mbak, aja ya."
"Kenapa?"
"Kenapa? Ya, karena kamu lebih tua dua tahun dari akulah."

"Tapi...."
"Aku nggak akan manggil kamu, mbak, di sini kok. Nanti, di rumah kita sendiri."
"Rumah?"
"Iya, aku udah siapkan rumah. Jadi, mbak bisa tinggal di sana nanti. Aku nggak mau, kita tinggal sama orang tua."
"Ta-tapi, Emak, bagaimana?"
"Aku nggak larang kamu untuk ketemu, Emak, kok. Kamu bebas ketemu beliau. Nginep juga boleh. Nggak ada larangan apa pun."

Inara diam tak mengatakan apa pun. Sebagai seorang istri. Tentu saja ia harus patuh apa kata suami bukan?

"Diam, artinya setuju ya." Inara menatap Bayu dan menunduk sedih. Namun, ia tak bisa membantah ucapan Bayu.

🍁🍁🍁

Inara melihat Bayu tengah tidur pulas dengan pakaian lengkap nya. Inara sendiri juga sama, masih pakai gaunnya. Sebenarnya ia merasa gerah sekali. Namun, malu untuk berganti pakaian.

Sekali lagi Inara melirik Bayu. Ia pun memberanikan diri untuk membuka lemari dan meraih pakaiannya. Ia duduk di bawah ranjang. Perlahan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.

Dengan susah payah Inara membuka gaunnya. Namun sangat sulit. Ia menyerah, lelah.
"Butuh bantuan?"
Jantung Inara langsung berdetak kencang. Ia menoleh takut-takut.
"Eh...."
"Sini." Dengan sigap Bayu bangun dari tidurnya dan membantu Inara menarik resleting gaun yang nyangkut.

Bayu menariknya perlahan dan menyisakan setengahnya.
"Ini, tinggal tarik saja. Aku keluar sebentar." Bayu langsung lompat dari ranjang dan keluar begitu saja.

Inara merasa sangat tak enak hati karena telah membangunkan Bayu. Dengan cepat Inara membuka pakaiannya dan menggantinya. Ia rapihkan kembali gaun itu dan ia masukkan ke dalam lemari.

Inara mencari kerudung panjang langsung pakai agar nyaman saat tidur.

Sekitar 10 menit. Bayu kembali dengan wajah segar. Sepertinya habis dari kamar mandi. Bayu juga sudah melepas kemejanya dan di ganti dengan kaos.

"Tidurlah, aku tidur di bawah," ucap Bayu.
"Tapi, Mas."
"Sudah, tidak apa-apa." Bayu mengambil bantal satu dan menaruhnya di lantai. Inara benar-benar tidak enak dibuatnya.

Ia pun kembali bangun dan mengambil badcover yang tak pernah ia pakai. Ia membangunkan Bayu yang sudah terpejam.
"Mas, bangun dulu."
"Apa?" Bayu agak risih dibangunkan seperti itu.
"Maaf, biar badan, Mas, nggak sakit. Pakai ini." Bayu melirik badcover di tangan Inara. Lalu ia mengangguk dan berdiri. Inara dengan cepat menaruh badcover di lantai dan menatanya dengan rapih. Bantal pun ia taruh di atasnya.

"Sudah, Mas."
"Terima kasih." Bayu langsung tidur begitu Inara menyingkir dari sana. Inara pun naik ke atas ranjang dan mencoba memejamkan matanya.

Aisyah Ayudia Inara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang