Bab 15

17.5K 1.3K 311
                                    

Bayu yang merasa bersalah pada Inara berniat untuk menemui Inara di kamarnya. Ia menaiki tangga demi tangga hingga sampai di depan pintu kamar Inara. Rasa gugup jelas terasa di dadanya.

Ia mencoba untuk mengetuk. Namun tak ada sahutan. Dengan keberanian, ia membuka pintu itu perlahan dan kebetulan tak terkunci. Bayu masuk dan melihat Inara tengah berbaring miring. Entah tidur atau tidak, Bayu tidak tahu.

Namun, saat Bayu semakin dekat dengan Inara. Bayu dapat melihat pundak Inara yang menahan Isak tangis. Bayu duduk di ranjang dan menghela nafas.

"Maafkan, Bayu, Mbak. Bayu benar-benar tidak becus jadi suami. Sampai, Mbak, harus mendengarkan hal yang tidak enak seperti itu." Inara yang mendengar suara Bayu langsung terbangun dan ikut duduk. Ia memeluk kedua lututnya.

"Bukan salah, Mas, kok." Inara menggigit bibirnya agar tidak terisak. Bayu memutar tubuhnya dan menatap Inara.
"Mbak, lihat aku." Inara lantas mengangkat wajahnya dan melihat Bayu. Kedua mata Bayu nampak serius. Ia terlihat sangat dewasa saat seperti ini.

"Mbak, jika, kita melakukan itu, apakah, Mbak, bersedia?" Inara tersentak seketika. Ia melotot tak percaya. Namun, kedua mata Bayu tak kendur. Ia tetap menatap lekat pada Inara. Seakan apa yang Bayu ucapkan barusan adalah kesungguhan dari lubuk hatinya.

"Tapi, Mas Bayu, kan?"
"Tidak cinta?" Inara menunduk. Bayu mendesah berat. "Mbak, benar. Aku tidak ada rasa, tapi, apakah kita berdosa jika melakukannya tanpa cinta?" Inara menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia tak sanggup menjawabnya.

"Aku menunggu jawaban, Mbak. Aku hanya tidak mau, Mbak, semakin di remehkan, hanya karena melindungi aku. Di sini, aku yang egois kan, Mbak. Dan, aku tidak mau, Mbak terus-menerus di hina."

"Apa, Mas Bayu, sendiri tidak merasa berat melakukannya?" Tanya Inara. Bayu menggeleng.
"Aku bersedia melakukannya, Mbak. Toh, Mbak, istriku."
Inara memberanikan diri menatap Bayu. Mata mereka bertemu. Desiran halus di dada masing-masing mulai terasa.

Lama mereka saling diam. Hingga Bayu mendekatkan wajahnya. Inara tak melepaskan tatapan matanya pada Bayu. Wajah Bayu yang semakin dekat terlihat begitu indah. Tampan, menawan. Hidung mancung yang semakin terasa dekat, hembusan nafas yang terasa hangat. Perlahan mata Inara tertutup.

Kedua detak jantung mereka terdengar kencang. Semakin kencang kala rasa manis menempel di bibir mereka. Bayu mendorong tubuh Inara perlahan hingga Inara tidur di ranjang dengan posisi Bayu di atas. Menatap dirinya dengan lekat.

Perlahan Bayu membuka hijab Inara. Perlahan sekali hingga helai demi helai rambut Inara terlihat. Bayu menelan Salivanya. Begitu indah cantik Inara tanpa balutan hijab.
Rambut yang hitam legam, bergelombang membuat wajah Inara yang putih bersih semakin terlihat memukau.

Bayu membelai wajah Inara dan mengusap lembut rambutnya. Ia kecup kening Inara dengan lembut. Inara menerima semuanya dengan gugup. Rasanya ia kesulitan bernafas.

Saat Bayu hendak membuka baju Inara. Inara mencegahnya, menatap Bayu.
"Kenapa?"
"Baca doa dulu." Bayu langsung tersenyum malu dan menarik Inara untuk duduk kembali. Ia usap ubun-ubun Inara dan membacakan doa untuk berhubungan dengan istri.

Begitu selesai Bayu kembali menatap Inara dan menindihnya.

🍁🍁🍁

Jam empat subuh. Inara bangun karena rasa tak nyaman pada bagian sensitifnya. Ia meringis menahan ngilu. Saat ia hendak turun dari ranjang sebuah tangan tengah melingkar indah di perutnya. Inara melongo.

Ia langsung melihat ke samping dan semakin melotot saat melihat Bayu tidur dengan bertelanjang dada. Bagian bawah tubuhnya tertutup selimut. Seketika bayangan semalam langsung berkelebat bermunculan di kepalanya.

"Aku sudah tidak perawan lagi?" Gumam Inara. Antara malu dan senang bercampur menjadi satu. Ia tidak menyangka jika semalam itu bukanlah mimpi. Ia merasakan nikmat itu bersama Bayu. Benarkah ini?

Sudahkah Inara jadi wanita dewasa seutuhnya sekarang?

"Mbak." Inara tersentak dan langsung mendapatkan selimutnya agar tubuhnya tidak terekspos. Bayu menguap dan mengusap rambutnya. Ia duduk dan menatap Inara.

"Sakit ya?" Tanya Bayu saat sudah benar-benar sadar dari tidurnya. Inara tak menjawab. Ia malu.
"Mandi bareng ya, nanti aku kompres." Inara melotot tak percaya dengan apa yang baru saja Bayu katakan.

"Kenapa, Mbak?" Tanya Bayu bingung. Inara menggeleng.
"Nggak mau mandi bareng?" Inara diam. "Kan itu sebagian dari Sunnah rosul, Mbak?" Bayu memainkan alisnya. Inara cemberut dan langsung mencubit hidung Bayu. Bayu terkekeh karena Inara lebih berani sekarang.

"Seneng deh, lihat, Mbak, kaya gini."
"Kaya apa?"
"Telanjang."
"Mas Bayu!!!!!!" Teriak Inara dan memukuli dada Bayu. Bayu mengaduh juga tertawa. Hingga mereka kembali saling tatap. Satu kecupan mendarat di bibir Inara. Membuat Inara terdiam.

"Bibir, Mbak, manis. Bayu, suka." Inara beringsut menjauh, namun, Bayu tahan. "Jangan, Bayu masih ingin seperti ini sama, Mbak." Inara akhirnya diam dan pasrah saja.

🍁🍁🍁

Bayu kembali ke rutinitas di kantor. Jadwalnya hari ini adalah menemui kepala kantor cabang. Mereka akan membahas mengenai proyek yang baru.

Saat ia tengah bersiap untuk keluar kantor. Bayu melihat istri Aryo tengah duduk di ruang tunggu.
"Jade?" Sapa Bayu. Jade yang memang sudah mengenal Bayu saat pernikahan langsung berdiri.
"Hay, apa kabar?" Tanya Jade.
"Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri bagaimana?"
"Tentu saja, bahagia." Bayu tersenyum senang mendengarnya.
"Menunggu, Aryo?"
"Iya, lama sekali dia."
"Aryo memang begitu. Yasudah, tunggulah suamimu di sini, aku ada urusan."
"Ke mana?"
"Urusan kantor. See you, ya?"
"See you, Bayu."

Bayu bergegas pergi dari kantor menuju parkiran.

Jade terus menatap Bayu hingga hilang dari pandangan.
"Honey!" Jade langsung menoleh dan tersenyum saat Aryo menghampiri dirinya.
"Maaf, lama."
"Nggak apa-apa."
"Yaudah, mau makan apa kamu?"
"Apa aja, yuk. Lapar nih." Aryo pun langsung menggenggam jemari Jade dan pergi dari sana.

🍁🍁🍁

Bayu menghentikan laju mobilnya dan keluar dari mobil. Ia bergegas masuk ke kantor cabang. Ia melewati orang-orang begitu saja dan menaiki lift menuju lantai 4.

Begitu sampai Bayu langsung mengetuk pintu dan masuk. Di sana sudah ada pak Gunawan selaku kepala cabang kantor pusat milik keluarga Bayu.

"Maaf agak macet tadi." Bayu duduk sembari menjelaskan. Gunawan memahami itu.
"Jadi, apa yang akan kita bahas masalah proyek kali ini?"
"Begini, Pak Bayu. Proyek kita kali ini ada hubungannya dengan cabang yang ada di Inggris. Cabang di sana menyatakan tak sanggup, Pak. Dikarenakan semua desain gambar mereka di tolak. Nah, mereka diberi waktu satu bulan untuk membuat rancangan lainnya.

"Sayangnya, hingga sekarang kami buntu, Pak. Dan kami tahu, jika bapak adalah lulusan terbaik di bidang ini. Bisakah bapak ikut turun tangan, Pak?"

Bayu menghela nafas. "boleh saya lihat berkasnya?" Dengan cepat Gunawan memberikan berkas dari perusahaan asing tersebut. Bayu membacanya sekilas dan langsung memahami apa yang diinginkan perusahaan tersebut.

"Baiklah, saya ambil ini proyek ini. Sampaikan kepada pihak perusahaan ini untuk membuat jadwal pertemuan dengan saya."
"Baik, Pak. Segera." Setelah selesai membahas proyek. Mereka pun membahas masalah lainnya hingga semua selesai di tangani oleh Bayu.

Aisyah Ayudia Inara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang