5 - Tak Terlihat dan Tertebak

130 5 0
                                    


Cuaca semakin dingin. Musim dingin di daerah selatan tentu saja tidak ada apa-apanya dibandingkan di daerah utara. Tapi, Zhou Xiao adalah orang yang sangat takut dingin. Ketika cuaca menjadi sedikit lebih dingin, dia akan membungkus dirinya seperti sebuah bakcang. Hanya saja, musim dingin di kota ini memang benar-benar dingin. Tak peduli berapa lapis pakaian yang dipakai, dinginnya akan menembus ke tulang. Sama seperti hubungannya dengan Zhao Fanzhou, dinginnya berasal dari dalam sehingga membuat mereka berdua tidak berdaya.

Zhou Xiao berdiri di depan Gedung Asrama, memegang ponsel di tangannya. Ragu-ragu untuk waktu yang cukup lama untuk menelepon Zhao Fanzhou. Kemarin ketika di perpustakaan, dia tidak sengaja bertemu dengan Yovela. Gadis itu masih begitu cantik, begitu lemah lembut, seakan-akan dia bisa kapan pun memuntahkan darah segar dari mulutnya. Bahkan Zhou Xiao yang juga seorang gadis saja tidak bisa menahan keinginan untuk melindungi gadis itu.

"Telepon sajalah, tapi mau membicarakan apa? Bilang kalau aku bertemu dengan Jia Yichun, kenapa kamu tidak memberitahu aku kalau dia sudah pulang? Tapi Jia Yichun kembali ke sekolah ada hubungan apa denganku? Atau mengatakan bahwa dua hari lagi aku sudah akan mulai mengajar les lagi, mungkin tidak akan punya banyak waktu untuk menemaninya?" Zhou Xiao benar-benar berpikir sampai arwah keluar dari tubuhnya.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia terkejut, melihat ke layar ponsel dan itu adalah telepon dari murid lesnya -- Li Douyou, seorang mahasiswa pertukaran pelajar dari Korea. Perawakannya agak sedikit mirip dengan Kim Jaewoon, rambutnya agak panjang dan keriting. Ketika tersenyum dia terlihat sangat imut dengan lesung pipitnya. Ngomong-ngomong soal imut, Zhou Xiao penasaran, bukankah orang Korea suka membuat diri mereka terlihat hampir mirip...

"Halo."

"Halo, Bu guru? Aku Li...." Tiba-tiba dia berhenti karena tidak bisa mengingat cara mengucapkan namanya.

"Iya, aku tahu kamu Li Douyou. Ada apa?"

"Bu guru, mulai kelas, kapan?" orang Korea akan selalu membalik objek dan predikat.

"Aku belum mengatur jadwal, kalau sudah ada jadwal aku akan mengabarimu." Zhou Xiao masih belum memberitahu Zhao Fanzhou.

"Apa? Aku tidak mengerti."

"Aku akan mengirimkan SMS untuk mengabarimu," hampir saja lupa dengan Bahasa Mandarin-nya yang berantakan.

"Pesan teks? Oh, Baik." Baik apanya, memangnya kamu orang jepang.

"Bye."

"Bye."

Setelah menutup telepon, niat awalnya ingin menelepon Zhao Fanzhou menjadi hilang. Sudahlah, lebih baik mencari teman untuk pergi berbelanja. Zhao Fanzhou kan laki-laki, biarkan saja dia mengurus dirinya sendiri.

Teman sekamarnya sedang mencoba pakaian, Zhou Xiao duduk di luar menunggunya sambil memutar-mutar ponsel di tangannya. Tidak ada pesan teks dari Zhao Fanzhou. Ketika Zhao Fanzhou baru pulang dia terus-menerus mencarinya. Sekarang sudah kembali menjadi Zhao Fanzhou yang dingin, dia yang sebelum pergi ke luar negeri. Dari dulu, Zhou Xiao yang selalu berusaha keras dalam hubungan ini, kepergian Zhao Fanzhou ke luar negeri yang tiba-tiba itu sangat menyakiti hatinya. Seperti saat sedang membakar karbon, lalu tiba-tiba disiram dengan seember air dingin, 'zha---' suaranya, meninggalkan asapnya berwarna biru.

"Menurutmu bagus tidak?"

"Bagus kok."

"Kamu tidak merasa kakiku kelihatan gemuk?" Zhou Xiao melihatnya dengan hati-hati, rasanya ingin sekali menamparnya. Sudah begitu kurus, masih ribut mengatakan dirinya gemuk. Anak gadis memang selalu memusingkan hal seperti ini, sudah kurus selalu merasa dirinya gemuk. Masyarakat memang telah memberikan sangat banyak tekanan kepada para wanita, memiliki daging yang banyak seakan seperti sebuah dosa besar.

"Tidak, kamu malah terlalu kurus."

"Benarkah? Aku selalu merasa kalau kaki dan lenganku masih bisa lebih kurus sedikit lagi," dia meremas lengan dan kakinya yang tidak berdaging itu.

"Nona besar, berbaik hatilah sedikit dan berikan kesempatan untuk gadis-gadis seperti kami." Zhou Xiao tidak bisa menahan diri untuk memutar bola matanya.

"Baik, kalau begitu aku akan membelinya," dia berjalan pergi untuk membayar. Kalau tidak salah lihat pakaian itu harganya hampir 600 yuan, orang kaya memang abnormal. Zhou Xiao tiba-tiba teringat, terakhir kali dia merasa bahwa orang kaya itu abnormal adalah saat dia berada di lingkungan tempat tinggal Zhao Fanzhou.

Zhao Fanzhou sekarang sudah pindah kembali ke asrama, lalu bagaimana dengan rumahnya? Rumah itu dia sewa atau beli? Kalau memang dia membelinya, apa keluarganya kaya? Sepertinya Zhao Fanzhou tidak pernah mengungkit tentang hal-hal yang berhubungan dengan keluarganya, bahkan baru sekarang dia tahu bahwa Zhao Fanzhou punya seorang nenek di Kanada.

Tiba-tiba Zhou Xiao merasa bingung, sepertinya dia tidak tahu banyak mengenai kehidupan Zhao Fanzhou. Tidak tahu keluarganya berasal darimana, dia tumbuh besar dimana, dulu bersekolah di mana, kartun apa yang dia sukai saat masih kecil, pernah mengidolakan siapa, umur berapa saat pertama kali menyukai seseorang....

Sedangkan Zhou Xiao, pada hari pertama berpacaran dengannya saja sudah membacakan silsilah keluarganya. Bahkan menceritakan saat kecil demi dipuji oleh guru, dia sampai rela untuk menyumbangkan 50 sen kepada gurunya. Selain itu, Zhou Xiao juga menceritakan bahwa saat kecil dia pernah mengubur uang di tanah, lalu menggalinya. Zhao Fanzhou sempat tertawa terbahak-bahak saat mendengar cerita ini, dia bilang "ternyata dari kecil kamu memang sudah aneh". Fokusnya adalah pada kenangan masa kecil, bukan anehnya! Dasar bocah yang tidak pernah mengalami keindahan masa kecil!

Setelah pulang dari berbelanja, Zhou Xiao mandi dan berbaring di atas tempat tidur sambil melamun. Teman sekamarnya sudah memakai earphone dan mendendangkan lagu, "Hua Xin" -- "Tidak dapat melihat jiwamu yang hilang atau menebak warna bola matamu... Sebenarnya hatimu teracuni oleh apa..." Tiba-tiba ada perasaan seakan dikacaukan oleh ruang dan waktu, seolah-olah jiwa Zhou Xiao ditarik dari tubuhnya untuk mengikuti alunan lagu itu. Tidak dapat dilihat dan ditebak, apa semua orang yang sedang jatuh cinta akan merasakan hal ini atau hanya dia seorang?

Zhao Fanzhou berdiri di depan jendela, memegang secangkir teh di tangannya. Teh panas di tangannya mengeluarkan asap berwarna putih, pikirannya juga ikut melayang bersama asap itu.

Beberapa hari ini sangat dingin, apa gadis itu akan merasa sangat marah karena dingin? Zhou Xiao adalah orang yang mudah kehilangan kesabaran saat cuaca dingin, apalagi belakangan ini dia tidak mencarinya. Apa mungkin Zhou Xiao akan semakin marah?

Zhao Fanzhou ingin berkata agar sebaiknya mereka sama-sama menenangkan diri sejenak, mungkin saja dengan begitu dapat mengetahui di mana letak permasalahan dalam hubungan mereka. Tapi, pada akhirnya Zhao Fanzhou sendiri yang malah merasa amat sangat kesepian.

Zhao Fanzhou sudah terbiasa dengan keadaan di mana setiap dia berbalik pasti akan menemukan keberadaan Zhou Xiao. Dia tidak mampu membayangkan lagi bagaimana dia melewati setengah tahun yang lalu tanpanya. Sepertinya dia sudah tahu akar permasalahannya.

Dalam hubungan mereka sebelumnya, Zhou Xiao yang selalu mengambil inisiatif. Tapi setelah kepulangannya kali ini, kelihatannya Zhou Xiao tidak lagi ingin berinisiatif. Hal ini yang membuat hubungan mereka seakan terperosok ke dalam rawa-rawa dan membuat mereka berdua kesulitan bergerak maju.

Zhao Fanzhou juga sudah berusaha untuk mengambil inisiatif, tapi dia masih merasa ada sesuatu yang salah. Mungkin karena saat Zhou Xiao berinisiatif melakukan sesuatu, Zhao Fanzhou akan merespon. Sekarang saat Zhao Fanzhou berinisiatif, Zhou Xiao tidak merespon. Kenapa Zhou Xiao sekarang tidak mau mengambil inisiatif lagi? Kenapa dia sekarang tidak merespon?

____________________________________________________________________________

Selengkapnya di:
https://www.webnovelover.com

(Atau langsung klik link di bio 😊)

The Sweet Love Story (Indonesia) | The Love Equations | Manisnya Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang